Data Ekspor Migas Kurang 408 Juta Dollar AS, Pemerintah Tangguhkan Wajib L/C -->

Iklan Semua Halaman

Data Ekspor Migas Kurang 408 Juta Dollar AS, Pemerintah Tangguhkan Wajib L/C

Pulo Lasman Simanjuntak
02 April 2015
Jakarta,eMaritim.Com,-Pemerintah telah menangguhkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 tahun 2015 tentang Ketentuan Penggunaan Letter of Credit (L/C) untuk Ekspor Barang Tertentu. Padahal, menurut Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, kebijakan ini bertujuan untuk membenahi trade-imbalance RI.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengatakan, kebijakan ini tidak dihentikan, dan hanya diberikan penangguhan kepada eksportir tertentu.

“Tetapi di migas (minyak dan gas) disebutkan bahwa karena dalam kontraknya tidak memungkinkan dia menggunakan L/C, oleh karena itu diberikan tenggang waktu penyesuaian. Kebijakan tetap jalan berlaku efektif. Tapi ada ketentuan khusus, diberikan dispensasi kepada eksportir,” kata Edy, di Jakarta, Rabu (1/4/2015) seperti dikutip dari kompas.com, Kamis pagi (2/4/2015).

Menurut Edy, pemerintah memberikan penangguhan dengan mempertimbangkan kontrak yang ada. Selain itu, penangguhan juga memperhatikan adanya keterlibatan besar pemerintah dalam penentuan produksi, harga, biaya, dan bagi hasil negara dan kontraktor.

Kendati ditangguhkan, dia mengatakan, perlu adanya komitmen dari eksportir migas. Sebab, diakui Edy, untuk ekspor migas masih ada perbedaan pencatatan. Dari data untrade.com, pada 2013 lalu ekspor light petroleum oil dari Indonesia ke Singapura tercatat 79,7 juta dollar AS. Sementara itu, berdasarkan data impor Singapura tercatat 487,48 juta dollar AS.

“Artinya yang harus kita kejar adalah nilai 408,8 juta dollar AS. Itu ke mana? Mungkin di tengah laut atau di mana,” ucap Edy.

Edy mengatakan, perbedaan data atau statistik perdagangan itulah yang tadinya menjadi dasar penerapan wajib L/C. Menurut dia, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan data, seperti kesalahan dokumentasi, nilai kurs yang undervalued, sampai penyelundupan (smuggling).

Namun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, perbedaan data (trade-imbalance) bisa jadi karena kurangnya pengawasan. “Saya kira kemungkinannya banyak. Geografis kita itu luas, tidak bisa pintu keluar-masuk semua diawasi,” kata Sudirman.

Hal inilah yang diakui Sudirman menjadi pekerjaan rumah pemerintah. “Selisih itu disebabkan karena apa. Pak Amien (Kepala SKK Migas) menjelaskan syarat yang dikelola SKK Migas sangat ketat. Tapi, kalau masih ada perbedaan, ini menjadi PR kita untuk menelusurinya,” ujar Sudirman. (jhonnie castro)