Jakarta, eMaritim.Com,- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan
Djalil mengatakan Indonesia membutuhkan kilang minyak baru untuk
mengurangi ketergantungan impor yang bisa mengganggu kinerja neraca
transaksi berjalan.
"Kita kan sudah punya minyak sendiri, kalau kita sudah punya kilang, maka (minyak) yang mentah bisa dikilangkan dalam negeri dan bisa impor minyak mentah yang lebih murah (untuk diolah)," katanya di Jakarta, Jumat (17/4/2015).
Sofyan mengatakan, kebutuhan kilang ini sangat mendesak, apalagi PT Pertamina berniat memproduksi bensin jenis baru dengan oktan lebih tinggi, yaitu Pertalite, yang belum tentu bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Dengan kemungkinan pengadaan Pertalite yang terbatas karena belum adanya kilang baru, lanjut Sofyan, maka membuat pemenuhan kebutuhan minyak bumi olahan tersebut harus dilakukan melalui impor.
"Sekarang tantangan berat bagi Pertamina adalah pembangunan dan perbaikan kilangnya, karena sudah pada tua, ada yang sudah 40 tahun, yang paling muda adalah kilang Balongan. Memang, perbaikan kilang membutuhkan uang dan waktu," katanya.
Menurut Sofyan, kilang minyak yang ada di Indonesia sebagian besar fokus untuk memproduksi bensin RON 88 jenis premium, padahal PT Pertamina mau mengurangi produksi premium dan membatasi distribusinya di daerah perkotaan.
"Kalau mau menghilangkan RON 88, maka terpaksa tutup semua kilang. Implikasinya, kita terpaksa impor produk-produk itu yang sudah jadi, 100 persen. Inilah pilihan sulit, karena selama ini Pertamina tidak melakukan perbaikan kilang," jelasnya.
Namun, ia mengakui membangun kilang baru dengan melibatkan peran investor swasta tidak mudah, meskipun pemerintah memberikan insentif perpajakan, karena hasil keuntungan yang terlalu kecil sehingga berpotensi merugi. (ant/lasman simanjuntak)
"Kita kan sudah punya minyak sendiri, kalau kita sudah punya kilang, maka (minyak) yang mentah bisa dikilangkan dalam negeri dan bisa impor minyak mentah yang lebih murah (untuk diolah)," katanya di Jakarta, Jumat (17/4/2015).
Sofyan mengatakan, kebutuhan kilang ini sangat mendesak, apalagi PT Pertamina berniat memproduksi bensin jenis baru dengan oktan lebih tinggi, yaitu Pertalite, yang belum tentu bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Dengan kemungkinan pengadaan Pertalite yang terbatas karena belum adanya kilang baru, lanjut Sofyan, maka membuat pemenuhan kebutuhan minyak bumi olahan tersebut harus dilakukan melalui impor.
"Sekarang tantangan berat bagi Pertamina adalah pembangunan dan perbaikan kilangnya, karena sudah pada tua, ada yang sudah 40 tahun, yang paling muda adalah kilang Balongan. Memang, perbaikan kilang membutuhkan uang dan waktu," katanya.
Menurut Sofyan, kilang minyak yang ada di Indonesia sebagian besar fokus untuk memproduksi bensin RON 88 jenis premium, padahal PT Pertamina mau mengurangi produksi premium dan membatasi distribusinya di daerah perkotaan.
"Kalau mau menghilangkan RON 88, maka terpaksa tutup semua kilang. Implikasinya, kita terpaksa impor produk-produk itu yang sudah jadi, 100 persen. Inilah pilihan sulit, karena selama ini Pertamina tidak melakukan perbaikan kilang," jelasnya.
Namun, ia mengakui membangun kilang baru dengan melibatkan peran investor swasta tidak mudah, meskipun pemerintah memberikan insentif perpajakan, karena hasil keuntungan yang terlalu kecil sehingga berpotensi merugi. (ant/lasman simanjuntak)