Ketidakmerataan Ijin Armada Perikanan Berpeluang Jadi Persoalan Besar -->

Iklan Semua Halaman

Ketidakmerataan Ijin Armada Perikanan Berpeluang Jadi Persoalan Besar

Pulo Lasman Simanjuntak
06 Juli 2015
Jakarta,eMaritim.Com,-Kebijakan moratorium diantaranya dimaksudkan untuk memerangi ilegal fishing, menata pengelolaan perikanan nasional, utamanya di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), yakni perairan 12-200 mil yang luasnya mencapai 2,55 juta Km2.

Celakanya, izin penangkapan ikan yang tercatat di ZEEI hingga 2014 hanya kurang dari 2% dari total armada ikan nasional bermotor atau 4.230 kapal saja. Sedang sebanyak 226.520 armada lainnya atau sekitar 98,2% kapal bermotor tercatat mendapat izin di perairan kurang dari 12 mil laut dengan ukuran kurang dari 30GT.

Di atas kertas hal ini menjelaskan tantangan yang teramat besar dihadapi oleh perikanan nasional pasca berakhirnya kebijakan moratorium Oktober mendatang. Yakni, satu sisi perebutan pemanfaatan ikan di bawah 12 mil laut teramat kuat, baik antarsesama kapal kecil, antarsesama kapal besar, maupun kapal besar dan kapal kecil.

Sisi lain, rendahnya kemampuan armada kita untuk optimalisasi pemanfaatan di ZEEI. Persoalannya menjadi lebih rumit karena adanya dugaan mark-down gross akte sejumlah kapal ikan yang belum terselesaikan hingga saat ini.

Untuk itulah pemerintah melalui Menko Maritim perlu segera mengkonkritisasi sinergi antara KKP dan Kementerian Perhubungan untuk menuntaskan pengukuran Gross Akte kapal ikan nasional sesegera mungkin. Darisana barulah KKP dapat mengeluarkan ijin baru dan dapat mengukur kemampuan produksi dari tiap-tiap armada ikan nasional secara lebih akurat.

Bahkan, sebagai insentif, tidak ada salahnya pemerintah membebaskan pembiayaan, baik dalam pengukuran gross akte maupun pada akhirnya upgrade perijinan daerah dari versi mark-down di bawah 30GT, ke KKP dengan asumsi bobot sebenarnya di atas 30GT.

Idealnya, sekurang-kurangnya 35% dari ijin kapal ikan saat ini (berangsur) dapat bergeser ke ZEEI hingga 2019 akan datang. Bila dilakukan maka tekanan terhadap sumberdaya ikan di perairan dapat berkurang, penangkapan ikan di ZEEI oleh kapal berbendera Indonesia menjadi lebih optimal dan akurat, kesejahteraan nelayan kecil dan buruh perikanan dapat meningkat, termasuk pencurian ikan dapat dicegah sejak awal. Disinilah kelembagaan 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) pada akhirnya dapat berperan strategis mengawal prosesnya.

Tanpa keberanian menyelesaikan persoalan ini sebelum berakhirnya moratorium, maka kita tengah menunggu untuk kembali terjebak dalam perangkap IUU Fishing.(press release/pulo lasman simanjuntak)