Konsultasi Publik Perda Reklamasi Teluk Jakarta -->

Iklan Semua Halaman

Konsultasi Publik Perda Reklamasi Teluk Jakarta

Pulo Lasman Simanjuntak
04 Januari 2016
Jakarta, eMaritim.Com,- Rancangan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta bertentangan dan akan melanggar hak asasi manusia dari nelayan tradisional dan skala kecil. 
Pelanggaran ini terungkap dengan jelas akibat tiadanya perlindungan wilayah tangkap nelayan tradisional dan skala kecil. Padahal Teluk Jakarta merupakan wilayah pengelolaan dari nelayan tradisional dan skala kecil sejak turun-temurun.

Sejak 2014, Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization) bersama negara anggotanya telah menyepakati Pedoman Perlindungan Nelayan Skala Kecil (Voluntary Guidelines Securing Small Scale Fisheries/VGSSF). Perlindungan ini dilakukan dari pengakuan hak akses dan memanfaatkan sumber daya laut yang dilakukan dengan identifikasi wilayah tangkap. 
Pemerintah Indonesia telah mengakui pedoman sebagai upaya perlindungan dengan menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia. Sangat jelas dari hasil penjelasan yang didapatkan dari Konsultasi Publik yang diadakan oleh Badan Legislatif Daerah DKI Jakarta pada 11 Desember 2015 tidak mengakui wilayah tangkap nelayan skala kecil. 
Raperda ini jelas akan melanggar Undang-Undang Perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dengan melindungi wilayah tangkap nelayan skala kecil yang memberikan hak kebebasan menangkap ikan di seluruh wilayah perikanan Indonesia.

Tidak berbeda dari acara konsultasi publik lainnya, acara bertajuk penyerapan aspirasi masyarakat menjadi ajang formalitas legislasi. Di rezim keterbukaan informasi publik dengan berlakuknya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Pemprov DKI Jakarta wajib mempublikasikan Raperda  Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Rencana Kawasan Strategis Pantura DKI pada media yang mudah diakses masyarakat.
 Terbukanya Raperda tersebut penting bagi publik, terutama masyarakat terdampak untuk mengawal proses legislasi raperda. Selain itu, rencana yang menitikberatkan pada perencanaan proyek reklamasi ini harus disebarluaskan ke publik secara transparan mengenai dampak dan keuntungan reklamasi bagi publik. Dokumen lingkungan lingkungan hidup seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) harus dipublikasikan supaya publik dapat memastikan bahwa proyek ini sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Pada acara konsultasi publik ini, tidak dijelaskan secara jelas mengenai fungsi revitatalisai proyek yang selama ini digaungkan Pemprov DKI Jakarta. Padahal, Teluk Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai tercemar limbah dari sungai-sungai tersebut. 
Alih-alih merevitalisasi, proyek reklamasi malah menyebabkan kumpulan limbah tidak bergerak karena aliran air laut terhalang daratan baru akibat reklamasi. Tak hanya itu, potensi banjir besar akibat reklamasi tidak dijawab secara jelas oleh narasumber, Sarawendro, yang mengatakan potensi banjir harus dipastikan mitigasinya kembali oleh pengembang, bukan Pemprov. (press release/lasman simanjuntak)