KPI Perjuangkan MLC Guna Kesejahteraan Pelaut Indonesia -->

Iklan Semua Halaman

KPI Perjuangkan MLC Guna Kesejahteraan Pelaut Indonesia

Pulo Lasman Simanjuntak
29 Februari 2016
Jakarta, eMaritim.Com Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Capt Hasudungan Tambunan M.Mar menilai Konvensi Pekerja Maritim atau Maritime Labour Convention (MLC) ini tujuannya adalah untuk menjamin kesejahteraan pekerja pelaut Indonesia.

Hal ini dikatakannya kepada eMaritim.Com , Senin (29/02/2016), di Kantor Pelayaran Bekasi.

Pembahasan mengenai Indonesia harus meratifikasi MLC ini diungkapkan Capt Hasudungan, dari beberapa konvensi International Maritime Organization (IMO) dan International Labour Organization (ILO), digabungkan menjadi satu pembahasan menjadi MLC 2006.
  
 “Yang intinya (isi aturan) untuk menjamin kesejahteraan pekerja maritim (pelaut) Indonesia (Seafarers)," ujarnya.

Kesejahteraan yang diperjuangkan  KPI, masih kata Capt Hasudungan, mengenai jaminan keselamatan, selama pelaut bekerja di daerah laut yang luas, kesehatan, upah gaji, sampai dengan ke jaminan hari tuanya. 

Dalam hal ini, timbul masalah lain yakni mengenai kejadian perompak yang terjadi diatas kapal dan berada pada posisi di tengah laut.

 “Ketika perompak terjadi ditengah laut, kan barang bawaan juga pada dirampok, terus pihak perusahaan kapal tersebut biasanya tidak mau membayar upah gaji pelaut dengan alasan perusahaan kehilangan masukan dana karena dirampok," ungkapnya.

Selama ini pekerja pelaut Indonesia tidak ada jaminan kesejahteraan, dikarenakan tidak adanya Undang-Undang (UU) yang menyebutkan masalah kesejahteraan pelaut Indonesia, maka dari itu MLC ini harus di ratifikasi melalui aturan tertulis UU,” katanya.
Capt Hasudungan kembali mengatakan terkait masalah MLC ini apabila MLC ini diratifikasi di  Indonesia, kelanjutannya adalah ILO yang akan melihat sendiri isi aturan UU MLC tersebut.
 Kan nanti ILO melihat sudah ada apa belum UU untuk menjamin itu ., Nah, kalau memang sudah, berarti Indonesia sudah meratifikasi MLC,” ujarnya.
Jadi UU ini harus dibuat dahulu dan naskah akademiknya juga sudah di copy dan sudah dikasih ke presiden Indonesia dan nanti itulah yang akan dibawa ke DPR untuk menjadi UU.Selanjutnya naskah akademik itu dipelajari dan dibuatkan UU yang sesuai dengan naskah akademiknya,” tuturnya. (rhp/lasman)