Meliter Filipina Sudah Ketahui Posisi 10 ABK WNI dan Kapal Tugboat Brahma 12 -->

Iklan Semua Halaman

Meliter Filipina Sudah Ketahui Posisi 10 ABK WNI dan Kapal Tugboat Brahma 12

Pulo Lasman Simanjuntak
12 April 2016
Jakarta, eMaritim.com,-Keberadaan tawanan 10 ABK (Anak Buah Kapal)  Kapal tugboat Brahma 12 sudah mulai mendapat titik terang. Militer Filipina disebut sudah mengetahui titik lokasi kelompok Abu Sayyaf menyembunyikan tawanan asal Indonesia tersebut.

“Ada di wilayah Filipina. Mereka (Militer Filipina red) sudah tahu lokasinya, setiap saat memantau,” ujar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai acara penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Tahun Pajak 2015 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta , belum lama ini.

Tapi sayangnya, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu mengaku pihaknya belum mengetahui secara detail lokasi tersebut dari pihak Filipina. Dia memastikan, otoritas negara yang berada di utara Sulawesi itu akan memantau terus keberadaan dan aktivitasnya. Dia juga terus melakukan komunikasi intensif dengan Panglima tentara Filipina, Jenderal Irriberri.

Dalam kesempatan tersebut, Gatot juga menegaskan jika TNI belum memberangkatkan alutsista apapun ke wilayah Filipina. Sebab hingga saat ini, Filipina belum meminta bantuan kekuatan militer kepada Indonesia. Sementara memasukkan alutsista ke negara lain bukan perkara mudah.

Namun Jenderal bintang empat itu memastikan semua prajurit TNI berada dalam kondisi siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan. “Siapnya bagaimana, itu adalah urusan saya,” kata Gatot dengan suara meninggi.

Disinggung soal wacana Tarakan yang digunakan sebagai tempat pangkalan operasi pembebasan, Gatot langsung membantah hal tersebut. Menurutnya, di Tarakan memang ada pangkalan Angkatan Laut yang selalu siaga di sana setiap waktunya.

Selain itu, lanjutnya, di Tarakan saat ini juga tengah ada latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI. Dia menegaskan jika latihan tersebut merupakan latihan rutin tahunan yang tidak berkaitan dengan penyanderaan WNI.

 “Di mana tempat latihannya, itu tergantung saya,” tuturnya.

Dari hasil koordinasi, Jenderal kelahiran Tegal itu juga menerangkan, militer Filipina masih meneliti fraksi mana yang melakukan penawaran. Sebab, diketahui Abu Sayyaf memiliki banyak fraksi dan sempalan. Sedangkan kontribusi Indonesia dalam penelitian itu sebatas memberi informasi yang berkaitan dengan kelompok tersebut. “Sama seperti yang disampaikan Menteri Luar Negeri. Prioritas kami adalah menyelamatkan WNI,” terangnya.

Sementara itu, Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah mengatakan bahwa kasus pembajakan kapal batubara dengan awak kapal WNI cukup pelik. Hal tersebut dikarenakan Fillipina memang belum punya pengalaman kerjasama dengan Indonesia untuk penanganan pembajak. Hal tersebut dinilai menjadi aspek yang membuat kedua pihak berhati-hati.

’’Saya tentu mendukung opini agar pemerintah tak melakukan negosiasi terkait tuntutan tebusan. Saya juga yakin pihak TNI cukup kompeten untuk melakukan operasi penyelamatan. Bahkan, kabarnya mereka pun sudah siap armada dan personel. Permasalahannya ada dalam aspek kedaulatan Filipina,’’ ujarnya kemarin.

Dia menegaskan, kasus perompakan sekaligus penyanderaan terjadi di perairan Filipina. Jadi, tak mungkin kekuatan militer Indonesia meluncurkan aksi seenaknya. Tindakan tersebut bisa saja dinilai melanggar kedaulatan wilayah Filipina.

’’Di sisi lain, Filipina sepertinya juga tak bisa menangani kasus ini sendiri. Karena itu, mungkin sedang dirancang operasi berasama pada dua negara. Operasi ini pun saya rasa akan dilakukan dengan ekstra hati-hati. Jangan sampai ada kesan militer Filipina ada di belakang Indonesia. Karena ada isu kedaulatan dan kebanggaan negara dalam hal tersebut,’’ ujarnya.

Ke depannya, dia mengaku bahwa isu perompakan harus diangkat ke tingkat ASEAN. Memang, Indonesia telah menginisiasi penangan isu perompakan dengan kerjasama Malsindo (Malaysia Singapura Indonesia) di Selat Malaka. Namun, hal itu belum sampai pada tingkat regional.
’’Indonesia perlu mengangkat isu ini pada KTT ASEAN paling dekat. Paling tidak ada code of conduct terkait penanganan perompak jika hal seperti ini terjadi lagi. Sehingga, aksi tidak membutuhkan persiapan yang lama,’’ ungkapnya.

Dari internal, dia mengaku bahwa pemerintah perlu membuktikan komitmen penguatan perbatasan. Hal tersebut karena perompak banyak menggunakan wilayah pesisir yang jauh dari pengawasan sebagai markas atau persinggahan. Menurutnya, jika kesejahteraan warga perbatasan membaik, toleransi terhadap pelaku ilegal akan berkurang.

’’Warga-warga yang termarginalisasi di perbatasan terkadang tak punya cara lain kecuali mengakomodir oknum-oknum tersebut. Karena dari merekalah mereka bisa hidup. Jadi, penguatan wilayah pesisir adalah langkah nyata yang bisa dilakukan,’’ imbuhnya. (**/lasman simanjuntak)
sumber berita dan info grafis : www.indopos.co.id