Dirlala Sebut Beyond Cabotage Telah Capai 10% -->

Iklan Semua Halaman

Dirlala Sebut Beyond Cabotage Telah Capai 10%

Reporter eMaritim.Com
23 Juni 2016

Jakarta, eMaritim.com –  Terus upayakan program Beyond Cabotage Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut (DIRLALA) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Ir. Adolf R. Tambunan, M.Sc menyebutkan rencananya untuk memberikan persyaratan terhadap ekpor barang harus menggunakan kapal berbendera Indonesia.

Adolf mengatakan ekspor batu bara dan kelapa sawit, hasilnya tidak banyak, sehingga pemilik barang tak dapat memilih jenis komoditasnya, karena sifatnya inelastik, "kita (Dirlala) saat sekarang ini sudah pilih-pilih jenis komoditasnya (ekspor dan impor barang), tetapi tetap prosesnya akan dimulai dari BUMN terlebih dahulu," katanya saat menghadiri acara pesta ulang tahun Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto di Jakarta, Rabu (22/06/2016).

Dirinya juga menambahkan bahwa saat ini program Beyond Cabotage telah mencapai 10%, dan sudah dibuat roadmap untuk kedepannya. Roadmap yang dimaksud adalah rencana kerja rinci yang menggambarkan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.

Pencapaian 10% program Beyond Cabotage yang dimaksud misalkan dari total ekspor negara Indonesia 100 Juta ton maka BUMN hanya dapat 10 juta ton ekspor barang menggunakan kapal berbendera Indonesia, "10% itu pemilik barangnya adalah BUMN, tapi pemilik kapalnya pihak swasta nasional bukan BUMN, justru yang penting kapal berbendera Indonesia," katanya

"kita (pemerintah) tak bisa sendiri, kita (Dirlala, Perhubungan Laut - red) cuma sebagai peyedia kapal, sementara penyediaan muatannya dari Kementrian Perdagangan, dan Kementrian Energi Mineral, dan itu harus dibicarakan bersama," ungkapnya.

Kendala Beyond Cabotage

Masalah yang dihadapi saat ini, masih dirinya, yakni masalah di penentuan kapal ekspor yang masih di tentukan oleh pihak pembeli barang dari negara asing yang akan di ekspor dari Indonesia. Karena tidak menggunakan skema CIF.

"ya sebenernya ketersediaan dari barangnya saja, jadi kalau dia (pengusaha Indonesia) pemilik barang itu harus menjual barangnya dengan skema CIF, artinya pembeli dari sana yang menentukan kapalnya (kapal ekspor berbendera Indonesia)," kata Adolf yang juga mantan Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur.

Seperti diketahui Cost, Insurance and Freight atau dikenal dengan istilah (CIF) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Cost, Insurance and Freight dilakukan di atas kapal, namun ongkos angkut dan premi asuransi sudah dibayar oleh penjual sampai ke pelabuhan tujuan, dengan begitu penjual wajib untuk mengurus formalitas ekspor.

Dirinya juga mengharapkann kegiatan ekspor negara Indonesia dengan menggunakan skema CIF sehingga yang menentukan kapal ekspor nantinya adalah dari pihak local pemilik barang yang akan di ekspor.

Adolf juga tak terlalu memaksakan bahwa CIF ini harus berjalan 100%, dirinnya berharap minimal ditahap awal ini mencapai 30% untuk ekspor menggunakan skema CIF ini.

"Itu kan harus deal anatara pemilik barang dengan pembelinya di luar negeri, dan itu kan diluar kebijakan kita (DIRLALA)," jelasnya(Rhp)