Diskusi Maritim mengevaluasi Tol Laut -->

Iklan Semua Halaman

Diskusi Maritim mengevaluasi Tol Laut

16 Juni 2016

Jakarta 15 juni 2016 eMaritim.com .

Diskusi menanggapi kinerja pemerintah berkaitan dengan proyek Tol laut kembali digelar di Jakarta pada Selasa 14 Juni 2016 di  cafe maritim bernama Captain Jack Coffee Jakarta Timur.

Acara rutin yang dihelat setiap bulan tersebut menghadirkan beberapa ahli di bidang Maritim Indonesia dan para pengusaha serta regulator dari kantor Kementrian Perhubungan yang kesemuanya tergabung sebagai anggota Cibubur Seafarers Community.


Pembahasan menekankan pada pemahaman arti Tol Laut itu sendiri.
Dipandu oleh moderator Capt Roy Robert Siahaan M.Mar dengan diawali berbuka puasa bersama .

Dalam sambutan pembukaan , penasehat Cibubur Seafarers Community Capt Ananta Gultom M.Mar mengatakan ;
"Bahwa pada hakekatnya kita tidak boleh mencampur aduk atau menukar prioritas pembangunan dalam bisnis dunia maritim.
Sejak zaman dahulu kala , pattern SHIP FOLLOW THE TRADE , PORTS GROW AFTER SHIP tidak boleh diartikan terbalik.
Perdagangan adalah hal yang paling utama, pemerintah tidak perlu sibuk membangun pelabuhan tetapi sebaiknya prioritaskan kepada pembangunan industri di masing2 pulau agar terjadi perdagangan komoditi antar pulau yang seimbang" .

Masih menurut Ananta ; 
"Adanya industri akan menyerap tenaga kerja dan adanya tenaga kerja tentu akan menimbulkan demand terhadap kebutuhan rumah tangga. Rentetan hal tersebut menimbulkan kebutuhan akan barang barang dari daerah lain , maka kapal akan datang dengan sendirinya ke daerah tersebut membawa kebutuhan rumah tangga , kebutuhan pembangunan infra struktur dan tentu pulang nya akan membawa hasil komoditi dari daerah tersebut ,  Demikian dijelaskannya.

Peserta yang kesemuanya memiliki latar belakang maritim tersebut terlihat sangat fasih menjelaskan dan ber argumen untuk setiap topik yang diangkat oleh peseta lainnya. 
Salah seorang peserta  , Capt Zaenal Arifin Hasibuan yg merupakan pengurus DPP INSA dan juga pemimpin dari media online www.eMaritim.com mengatakan ; 
"Percuma pelabuhan bagus tetapi daerah tersebut tidak punya komoditas yang bisa dijual keluar , maka harga barang di pulau tersebut otomatis akan tetap mahal dikarenakan harus menanggung biaya kapal pulang ke tempat asalnya tanpa muatan".

Belakangan pemerintah Indonesia memang banyak menggenjot pembangunan pelabuhan-pelabuhan  di Indonesia timur dalam konteks sebagai pintu gerbang proyek Tol Laut . 

Lebih jauh Zaenal mengatakan "bahwa hal tersebut seperti mengerjakan hal yang urutan nya paling akhir dalam rantai bisnis pelayaran.
Urutan Perdagangan , Kapal , Pelabuhan tidak boleh di gonta ganti se enaknya. Pemerintah silahkan beri subsidi sebesar besarnya untuk membangun pabrik , home industri , pertanian , perkebunan, peternakan dan lain lain . Tidak usah sibuk2 memberikan subsidi untuk BUMN membuat kapal atau pelabuhan , itu tidak tepat sasaran menurutnya".

Masih menurut Zaenal,"Jika pemerintah mempergunakan APBN dan memberikan subsisi kepada BUMN untuk berbisnis angkutan tanpa dibatasi trayek dan jenis barang yg diangkutnya , maka ini seperti menyuruh swasta bersaing dengan pemerintah yang motabene berbisnis menggunakan APBN . Yang swasta pasti akan kalah,lalu kalau hanya BUMN yang berbisnis mau kemana arah kebijakan pembangunan kita?" lanjutnya

Sepertinya mudah dipahami penjelasan penjelasan yang di sampaikan peserta diskusi bahwa dengan memberikan subsidi kepada industri , maka bussiness angkutan antar pulau dan angkutan  dalam pulau akan berkembang dengan sendirinya. Selanjutnya pelabuhan juga akan mengikutinya. 


Siapa yang tidak mau membangun kapal kalau kebutuhan muatan antar pulau melimpah ? 
Lalu selanjutnya siapa yang tidak mau membangun pelabuhan jika negara ini memiliki kapal yang banyak jumlahnya?Selama bussiness sehat dan memberikan income buat negara , kenapa pula negara mau ikut ikutan bernisnis dan menyaingi para swasta dalam berbagai bidang?

Peserta lain Capt Frizky ( bendahara CSC) menambahkan : 
"Bahwa dengan adanya era kebebasan MEA maka yang harus diperkuat adalah juga industri pelayaran negara ini.
Tidak kompetitifnya kebijakan perbankan , kebijakan viskal dan kebijakan pajak di Indonesia akan dengan cepat membunuh industri pelayaran negeri ini.
Bisa dibayangkan perusahaan pelayaran Indonesia memiliki kewajiban bunga bank sebesar 12-13 persen setahun , bandingkan dengan perusahaan pelayaran Singapura yang hanya dibebankan bunga pinjaman sebesar 3-4 persen saja.
Dari sisi perbankan saja kita sudah jauh tertinggal , belum lagi sektor pajak dan lain lain.
Orientasi pembangunan pemerintah harus benar benar tepat sasaran , hindari jor joran subsidi kepada BUMN , orientasi kepada industri rakyat , pertanian dan perkebunan" demikian jelasnya.

Secara aklamasi peserta diskusi memberikan himbauan kepada pemerintah untuk tetap memakai pakem : SHIP FOLLOW THE TRADE , PORTS GROW AFTER THE SHIP untuk memajukan proyek Tol Laut. (emaritim-janno)