Evaluasi implementasi PM 130 dan 135 tahun 2015 daerah kerja Samarinda -->

Iklan Semua Halaman

Evaluasi implementasi PM 130 dan 135 tahun 2015 daerah kerja Samarinda

16 Juni 2016

Samarinda 16 Juni 2016 , emaritim.com

Menyikapi kebijakan Pemerintah lewat PM 130 dan 135 tahun 2015 tentang pembagian wilayah kerja KSOP Samarinda , wartawan eMaritim.com melakukan wawancara khusus dengan beberapa pemakai kebijakan di daerah sungai Mahakam yang terkena imbas langsung dari perubahan aturan tersebut.

Berikut adalah hasil kutipan wawancara eMaritim.com dengan Bapak Agus Sakhlan ketua DPC INSA ( Indonesian Ship owner Association ) Samarinda .

"Seperti kita ketahui semua , beratus ratus tahun sudah Sungai Mahakam dipakai sebagai jalur transportasi utama di Kalimantan Timur , kehidupan ekonomi dan bisnis di sungai Mahakam selama ini damai tentram dibawah pengawasan satu atap KSOP Samarinda. Semua berubah drastis begitu wacana pemberlakuan PM130 dan 135 di gaungkan oleh Kementrian Perhubungan Laut ,kenapa begitu ? Tidak lain adalah karena lalu lintas sungai yang selama ini dalam pengawasan otoritas KSOP Samarinda dipecah menjadi 2 bagian". 

Bagian utara sungai dibawah KSOP Samarinda,sementara  di selatan sungai dibawah otoritas Kanpel Kuala Samboja.

Pernyataan keberatan lewat surat , diskusi di Kementrian Perhubungan Laut sampai demo sudah pernah dilakukan oleh pemakai kebijakan di Samarinda yang merasa dirugikan,tetapi Pemerintah tidak menggubris sama sekali.

Puncaknya adalah dengan diberlakukannya aturan tersebut mulai 1 juni 2016.
Betapa tidak , jika sebuah kapal hendak berlayar dari tempat di selatan( contoh: Handil2 ) menuju ke daerah Pendingin yg berjarak 6 mil atau Sanga2 yg berjarak 11 mil dari Handil , maka kapal tersebut harus memiliki SPB ( clearance out ) plus sertifikat sertifikat tambahan lainnya. Selain biaya yang membengkat,waktu juga menjadi terbuang sia sia. Aturan ini sama saja dengan aturan sebuah kapal yang hendak berlayar ke luar negeri atau ke pulau lain di negara ini , sementar di sungai Mahakam kapal banyak yang berlayar hanya sejauh 4 mil sampai 11 mil saja sepanjang sungai tersebut. 

Belum lagi biaya Light dues ( rambu ) yang menjadi 2 kali bayar , semua in-efisiensi ini seperti menjadi parodi untuk kebijakan pemerintah yang mau merubah kebijakan ekonomi land base menjadi maritim base.

Sementara di Balikpapan , eMaritim meminta pendapat dari pengguna transportasi sungai Mahakam Captain Zaenal A Hasibuan yang pernah bertahun2 bekerja di perusahaan minyak Total E&P.
Demikian kutipan nya ;

"Jika anda pernah menggunakan jalan tol dari Cibubur menuju Ciawi  pasti anda tau bahwa gerbang hanya ada di pintu masuk dan  keluar di tujuan anda.
Jika pemerintah tiba2 mau membuat gerbang ditengah2 tol tersebut , karena misalnya gubernur DKI dan Jawa Barat masing2 ingin mendapatkan PAD .
Sebagai pengguna tol apa yang anda katakan ? Pasti semua mengatakan bahwa kebijakan tersebut adalah bodoh dan sangat tidak rasional. Ini patut dibawa ke Komisi Kebijakan Publik atau ke KPK sekalian. Zaman dimana semua mau membangun maritim , malah kebijakan seperti ini yang dihasilkan. Ini kemunduran yang sangat dahsyat"  jelas Captain Zaenal.

Masih menurut Captain Zaenal ; "Aturan seharusnya dibuat untuk menata kelola sesuatu menjadi baik atau memberikan efek positif kepada penggunanya . Apabila sudah ada aturan dan semua melakukan dengan baik maka hal tersebut jangan dirusak lagi. Apabila ada yang merubahnya menjadi tidak baik dan mengakibatkan ekses di masyarakat maka sebaiknya pembuat aturan ini di audit untuk diuji kompetensi dan pengetahuan nya atas apa yang dihasilkan".

Dia menambahkan ; "Ini berbahaya , pembuat kebijakan publik tidak tahu bahwa yang dibuatnya malah menyusahkan orang banyak. Atau memang ada sesuatu yang sangat spesial sehingga dia berkeras memecah sungai Mahakam menjadi 2 bagian yang berbeda dengan segala konsekuensi biaya yg menguras perusahaan pelayaran ? Kami ingin penjelasan yang technical dan masuk akal dari Perhubungan Laut". 
Jangan karena ingin meninkatkan PNBP( Penghasilan Negara Bukan Pajak) semua ketentuan dipaksakan hanya untuk hal tersebut .

Sebagai penutup , Bapak Agus Sakhlan mengatakan bahwa sebaiknya Kementrian Perhubungan Laut datang langsung ke tempat yang dimaksud dan melihat bagaimana kehidupan di Sungai Mahakam.
" Kami bisa antar menggunakan boat menuju tempat tempat seprti Sanga-sanga, Pendingin,Handil,Dondang dan areal pengeboran minyak milik Total,Chevron dan Vico. Setelah melihat sendiri saya yakin mereka akan tau alasan keberatan kami".
Kesulitan yang sudah ada akibat krisis harga minyak diperparah dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan industrinya. Lalu mau dibawa kemana cita cita memajukan IndustriMaritim(emaritim-janno)