Soehariyo Sangat | Foto By eMaritim.com |
Buruknya infrastruktur di pelabuhan mengakibatkan kapal
harus menunggu lama untuk bersandar di pelabuhan, sehingga pengusaha mengalami
kerugian.
Wakil Ketua Umum IV INSA sekaligus Kepala Bidang Angkutan General cargo Soehariyo Sangat
mengatakan bahwa sarana dan prasarana pelabuhan untuk kapal general cargo sangat terbatas bahkan
luas areanya terus berkurang.
Dia menuturkan lahan yang dulunya dipergunakan untuk general cargo kini telah diubah menjadi
wilayah untuk aktivitas kapal lain. ”Jangankan untuk menunggu muatan di
dermaga, mau sandar saja susah bahkan
harus mengantri hingga berminggu-minggu,” kata Soeharyo kepada eMaritim.com ,
di DPP INSA, Jalan Tanah Abang III, No 10, Jakarta Pusat, Selasa (2//8/2016) .
Lambannya pelayanan di pelabuhan mengakibatkan akan
menggerus pendapatan perusahaan pelayaran lantaran perusahaan tetap dibebani
dengan biaya SDM, asuransi, bahan bakar dan biaya docking kendati kapal sedang
tidak beroperasi.
Selain itu kapal yang terlalu lama di dermaga dan tak bisa
bongkar muat dapat merusak isi muatan, sehiingga mau tak mau pengusaha general cargo yang harus menanggung kerusakan muatan
tersebut.
Sejauh ini perusahan menghitung delay time paling lambat 2 hari dari proses sandar hingga bongkar
muat. “Kalau menunggu sampai 3 minggu seperti kapal saya ini kan, berapa
kerugian yang saya harus tanggung, kalau seharinya 20 juta, kan perusahaan
merugi banyak,” katanya.
Untuk itu dia mengharapkan pelayanan pelabuhan berjalan
secara efisien, murah dan lancar, bukan justru sebaliknya. “tidak mungkin ada
pemilik kapal yang ingin kapalnya ‘ngetem’ di pelabuhan, itu rugi besar, “
tegasnya.
Di sisi lain, INSA juga menolak jika perusahaan pelayaran
saat ini lebih fokus kepada usaha bongkar muat meskipun kegiatan bongkar muat
berdasarkan UU No. 17 tahun 2008
masih satu bagian dari kegiatan pengangkutan.
Dia menilai pembangunan pelabuhan general cargo termasuk pelabuhan Pelayaran Rakyat (Pelra) di
Indonesia sekarang ini justru lebih mendesak dalam kerangka menurunkan biaya
logistik nasional sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan nasional.
Namun sangat disayangkan berdasarkan logistic performance index yang dirilis oleh world bank bahwa tahun ini peringkat logistik Indonesia
menurun dibandingkan 2 tahun yang lalu,
dari peringkat 53 menjadi 63, turun 10 tingkat. (Rhp)