Arcandra Sebut PP 79/2010 Hambat Eksplorasi Migas Tanah Air -->

Iklan Semua Halaman

Arcandra Sebut PP 79/2010 Hambat Eksplorasi Migas Tanah Air

17 Oktober 2016

Kiri: Menteri ESDM Ignasius Jonan |
 Kanan: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar
Jakarta, eMaritim.com - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar‎, ingin bangkitkan kembali gairah kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi di hulu migas,  dengan menganalisa kembali PP 79/2010 yang dinilai menjadi penghambat melempemnya eksplorasi migas di Tanah Air.

 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan (cost recovery) dan Perlakuan Pajak Penghasilan Hulu Migas, selama ini menjadi penghambat para kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi di kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas).

Dia mengatakan, salah satu fokus utamanya saat ini adalah membangkitkan kembali gairah kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi di hulu migas. Sebab, sejak 2014 kegiatan eksplorasi migas di Tanah Air melempem, salah satunya karena formulasi pajak investasi di hulu migas yang kurang menarik untuk investor.

"‎Sejak 2014-2016 eksplorasi kita selalu menurun, tentu kita harus punya rencana supaya eksplorasi bisa kita meningkat lagi. Salah satunya yang kita analisa penyebabnya adalah PP 79/2010," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/10/2016).

Sebab itu, aturan tersebut harus direvisi sehingga gairah investor untuk bereksplorasi kembali meningkat. Meskipun aturan ini telah direvisi sejak Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjabat sebagai Plt Menteri ESDM, namun dirinya mengaku telah terlibat dalam perumusan revisi tersebut.

"Dalam PP tersebut saya juga sudah berdiskusi dengan stakeholder-nya dengan pihak terkait dan KKKS lainnya. Kita juga sudah diskusikan dengan Pak Menko apakah PP tersebut bisa memberikan ruang untuk tingkatkan eksplorasi," imbuh Arcandra.

Mantan Menteri ESDM ini mengungkapkan, dirinya bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan akan fokus untuk memperbaiki besaran cost recovery pada kontrak yang belum ditandatangani, seperti Blok Masela dan Blok East Natuna.‎

"Ada ruang lebih besar lagi untuk memperbaiki cost recovery. Seberapa besar penurunannya ini bukan pekerjaan satu atau dua hari karena butuh data dan analisa," tandasnya. (Pno)





(Sumber: Sindonews.com)