Dilema dibalik OTT yang terjadi Departemen Perhubungan -->

Iklan Semua Halaman

Dilema dibalik OTT yang terjadi Departemen Perhubungan

21 Oktober 2016
Jakarta 21 Oktober 2016, emaritim.com

Operasi tangkap tangan yang terjadi di Departemen Perhubungan khususnya di Direktorat Jendral Perhubungan Laut menyisakan beberapa masalah yang menjadi pekerjaan rumah bersama.
Selain banyaknya pengurusan sertifikat kapal dan dokumen pelaut yang terbengkalai, kejadian tersebut juga meninggalkan trauma buat pegawai yang bekerja di HUBLA dan dilema klasik yang dihadapi negeri ini.

Secara khusus www.emaritim.com mewawancarai beberapa pegawai di Ditjen Perhubungan Laut yang dirangkum menjadi sebuah ulasan dan diharapkan mendapat perhatian Pemerintah.
Terlepas dari masalah hukum yang menjerat siapapun yang terlibat, pungli tetaplah salah dan tidak baik.

Layaknya sebuah tempat kerja lainnya,Ditjen Perhungan Laut menerima karyawan dengan beberapa kriteria dimasa rekruitment. Untuk posisi yang bersifat teknis maka dibutuhkan dasar pendidikan vokasi dalam hal Ditjen HUBLA adalah para lulusan Sekolah Pelayaran di Negeri ini ataupun Teknik Perkapalan dan disiplin ilmu lain yang terkait. Khusus untuk lulusan Sekolah Pelayaran, umumnya mereka bekerja diatas kapal domestik ataupun di luar negeri dengan beberapa gelintir yang masuk militer dan menjadi PNS.

Tidak menariknya paket remunerasi yang ditawarkan oleh pemerintah bisa berakibat buruk buat pemerintah sendiri pada jangka waktu panjang dan menengah.
Dari wawancara dengan pegawai golongan 4 yang tidak bisa disebutkan namanya didapat keterangan bahwa gaji pokok adalah 4 juta rupiah untuk pegawai dengan masa bakti diatas 20 tahun. Ditambah uang TUKIN (Tunjangan Kinerja)antara 7-8 juta, maka take home pay seorang pegawai golongan 4.a adalah berkisar 11-12 juta rupiah.

Di golongan ini pegawai tersebut memiliki jabatan struktural mengepalai Kantor Syahbandar atau jabatan setara di pusat dengan usia berkisar 50 tahun.
Sementara kolega mereka di perusahaan pelayaran atau diatas kapal bisa mendapatkan remunerasi antara 30 -200 juta terhantung dimana mereka bekerja.

Apabila pemerintah hanya memberlakukan aturan STICK tanpa CARROT dalam meningkatkan kinerja kementrian nya,maka lambat laun pemerintah tidak akan mampu bersaing dengan sektor swasta dalam menjaring pekerja pekerja muda sebagai generasi penerus.

Dalam wawancara dengan sebuah media di hari Rabu 19/10  Kapolri memberikan pernyataan tidak akan langsung mempidanakan oknum polisi yang terlibat pungli tetapi sebagai unsur shock therapy.
" Shock therapy dulu secara bertahap,kalau kita langsung pidanakan semua itu, nanti demoralisasi karena memang anggaran kurang".
Bagaimana dengan Kementrian Perhubungan sendiri? Apakah memang dirasa paket kesejahtraan yang diberikan sudah setara dengan industri swasta yang sejenis?.Lalu jika tidak mampu menarik minat para lulusan terbaik perguruan tinggi ataupun para professional handal di bidang tersebut maukah Ditjen Hubla diisi oleh pegawai pegawai yang sudah di reject ditempat tempat lain dimana orang tersebut melamar sebelumnya?

Selain perbaikan moral di segala lini,perbaikan diri dari pemerintah juga harus seimbang. Kasus korupsi triliunan rupiah banyak yang lenyap tanpa bekas karena melibatkan para koruptor kakap yang diperlakukan seperti raja.
Jangan sampai masyarakat maritim disajikan berita berita selingan,sementara berita utama seperti subsidi pembangunan kapal dan dermaga yang bernilai triliuan rupiah tersebut tidak dibahas secara transparan.

Subsidi besar besaran untuk pembangunan kapal dan dermaga demi menopang program Tol laut sebaiknya ditinjau ulang, swasta mampu melakukan itu dan memiliki pendanaan yang mumpuni jika diberikan kesempatan. 
Alihkan sebagian subsidi tersebut untuk meningkatkan kinerja kementrian dengan memberikan remunerasi menarik, lupakan bisnis karena memang harkatnya bisnis adalah ditangan pebisnis bukan ditangan regulator ataupun lembaga turunannya.
Ambisi pemerintah dalam membentuk Holding di BUMN bisa menjadi boomerang buat perkembangan ekonomi apabila aspek SDM nya terlupakan.(zah)