Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Ir. A. Tonny Budiono, MM |
Jakarta, eMaritim.com - Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen
Hubla) melakukan verifikasi atau pengukuran ulang kapal perikanan guna
penegakkan hukum dan memberikan kemudahan kepada pemilik kapal dalam pengurusan
dokumen kapal.
“Verifikasi atau pengukuran ulang kapal perikanan dilakukan
bukan dalam rangka penegakan hukum saja tetapi sebagai upaya memberi kemudahan
kepada pemilik kapal dalam pengurusan dokumen kapal dan dokumen perizinan kapal
hasil ukur ulang,” tegas Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Ir. A. Tonny
Budiono, MM menanggapi informasi adanya para pengusaha kapal ikan yang menolak kapalnya dilakukan
pengukuran ulang di Pelabuhan Juwana, Pati Jawa Tengah.
Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut melihat dengan jelas bahwa verifikasi atau pengukuran ulang kapal
perikanan merupakan tindaklanjut dari kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tentang Sistem Pengelolaan Ruang Laut dan Sumber Daya Kelautan Indonesia pada
tahun 2014 yang menemukan permasalahan terkait ketatalaksanaan pengelolaan
sumberdaya kelautan serta menemukan beberapa kapal yang dinilai melakukan mark
down yang berujung pada pengukuran ulang seluruh kapal penangkap ikan.
“Adanya kapal-kapal yang Gross Tonase GT Kapal tertulis di
surat ukur berbeda dengan fisik kapal yang mendorong Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kemenhub menerbitkan Surat Edaran Nomor UM.003/47/16/ DJPL-15
tanggal 10 Juli 2015 tentang Verifikasi atau Pengukuran Ulang Terhadap Kapal
Penangkap Ikan,” ujar Tonny Budiono.
Adapun informasi dari para pengusaha kapal penangkap ikan
yang menyebutkan bahwa verifikasi atau pengukuran ulang kapal penangkap ikan
telah mempersulit para pengusaha kapal penangkap ikan yang harus menyesuaikan
wilayah penangkapan perikanan sesuai Zona Wilayah Penangkapan Perikanan (WPP)
sebagai akibat terjadinya perubahan tonase kapal setelah dilakukan pengukuran
ulang, Direktur Jenderal Perhubungan Laut menegaskan bahwa verifikasi ini
dilakukan dalam rangka pelayanan jasa transportasi laut yang bersih, cepat dan
transparan yang tentunya hal ini akan memberikan dampak yang positif bagi para
pengusaha perikanan di Indonesia.
“Yang jelas negara merugi dari segi Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) karena kecenderungan pemilik kapal mengecilkan ukuran kapalnya
agar izin-izinnya seperti SIUP dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
dikeluarkan hanya dari Pemerintah Daerah bila ukuran kapalnya di bawah 30 GT.
namun apabila kapal dengan lebih dari 30 GT maka izin diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ujar
Dirjen Hubla.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga menepis keraguan
para pemilik kapal perikanan ataupun para Nelayan bahwa pengurusan verifikasi
atau pengukuran kapal perikanan sangat sulit dan menyusahkan serta berbiaya
tinggi yang memberatkan para pemilik kapal perikanan tersebut. Hal ini
dibuktikan dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan
Laut nomor UM 003/73/8/DJPL-16 tanggal 7 Oktober 2016 tentang Verifikasi atau
Pengukuran Ulang terhadap Kapal Penangkap Ikan yang menyebutkan bahwa
pelaksanaan verifikasi atau pengukuran ulang kapal penangkap ikan tidak
dipungut biaya.
“Adapun penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan
dokumen kapal yang diterbitkan kembali berdasarkan hasil pelaksanaan verifikasi
atau pengukuran ulang kapal penangkap ikan dikenakan tarif sesuai Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan,”
tegas Tonny.
“Kami pun juga memberikan kemudahan bagi pemilik kapal untuk
proses pengukuran kapal, pengurusan
dokumen kapal dan dokumen perizinan kapal hasil ukur ulang yang semuanya dapat
diselesaikan di lokasi pengukuran kapal agar kapal tetap bisa beroperasi,”
lanjut Tonny.
Hingga bulan Oktober 2016 Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut melalui Direktorat Perkapalan dan Kepelautan telah melakuan verifikasi
atau pengukuran kapal penangkap ikan sebanyak 2.223 kapal dengan berbagai
ukuran Gross Tonnage (GT) dari total 15.800 unit kapal penangkap ikan yang
tersebar pada 169 UPT pelabuhan yang memiliki kode pengukuran kapal.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut meyakini bahwa
keberlanjutan sektor perikanan tangkap sangat berkaitan dengan Gross Tonnage
kapal karena produktivitas kapal penangkap ikan berbanding lurus dengan
kemampuan kapal membawa hasil tangkapan ikan.
Untuk itu penataan perizinan kapal ikan yang tepat, cepat
dan efektif sudah seharusnya dilakukan demi terciptanya keselamatan pelayaran
di perairan Indonesia khususnya untuk Kapal Penangkap Ikan. (Hdi)