Jokowi Sebut Ilegal Fishing Kejahatan Transnasional -->

Iklan Semua Halaman

Jokowi Sebut Ilegal Fishing Kejahatan Transnasional

11 Oktober 2016

Presiden RI Joko Widodo | Sumber Foto : Istimewa


YOGYAKARTA. — Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan bahwa pencurian ikan (illegal fishing) di lautan suatu negara merupakan kejahatan transnasional yang memiliki dampak luar biasa besar kepada industri perikanan serta permasalahan lingkungan.

“Laut adalah sumber pendapatan bagi 520 juta penduduk dunia dan sumber pangan bagi 2,6 miliar orang. Praktik illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sebesar 90,1 persen,” ujar.
Presiden Jokowi saat membuka Simposium Kejahatan Perikanan Internasional Ke-II di Gedung Agung Istana Kepresidenan, Yogyakarta, Senin (10/10).

Presiden menuturkan, kegiatan pencurian ikan juga dapat terkait dengan kejahatan lain seperti penyelundupan barang dan manusia, peredaran narkoba hingga pelanggaran terhadap peraturan perlindungan alam.

Presiden bahkan menyebut kejahatan tersebut kini telah berkembang menjadi kejahatan transnasional yang serius dan terorganisir.

“Karena itu sangatlah penting bagi kita untuk memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasi tersebut dengan kolaborasi global,” imbuh Presiden.

Menurut Presiden, bedasarkan data yang diberikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2014 Indonesia berada di peringkat kedua sebagai produsen ikan laut terbesar di dunia dengan jumlah tangkapan mencapai 6 juta ton atau setara dengan 6,8 persen total produksi dunia untuk ikan laut.

Namun demikian, Presiden Jokowi meyakini bahwa data tersebut masihlah berada di bawah potensi maksimal Indonesia.

“Pencurian ikan yang terjadi di lautan Indonesia merupakan faktor utama penghambat potensi tersebut. illegal fishing telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dolar Amerika per tahun. Termasuk mengancam 65 persen terumbu karang kita,” ucap Presiden.

Simposium Kejahatan Perikanan Internasional ini membicarakan berbagai masalah seperti pencurian ikan, perdagangan manusia, kejahatan narkoba, dan sebagainya.

Dalam simposium ini ada sebanyak 46 perwakilan negara turut hadir di antaranya ialah Australia, Austria, China, India, Ghana, Nigeria, Afrika Selatan, dan Vietnam.




Sumber: Koran Jakarta