Cara selamat berlayar saat menghadapi gelombang besar -->

Iklan Semua Halaman

Cara selamat berlayar saat menghadapi gelombang besar

07 Desember 2016
Jakarta 7 Desember 2016, eMaritim.com

Redaksi www.eMaritim.com menyampaikan Bela Sungkawa atas musibah gempa yang mengguncang Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, khususnya di Kabupaten Pidie Jaya yang mengalami kerusakan paling parah.

Kekhawatiran akan terjadinya Tsunami sebagai fenomena susulan dari gempa untung nya tidak terjadi. Khusus hari ini eMaritim.com mengulas bagaimana sebuah kapal sebaiknya bersikap terhadap Tsunami/ gelombang besar yang datang agar tetap selamat, tentunya dengan batas-batas kemampuan manusia atas Kuasa Allah SWT yang tidak terbatas.

Istilah Safe Berth/Safe Harbor tidak berlaku terhadap kekuatan badai seperti Tornado, Taifun apalagi fenomena gelombang yang terjadi akibat Tsunami. Negara-negara yang langganan mengalami kekuatan maha dahsyat tersebut seperti Jepang dan Amerika selalu menutup pelabuhannya di saat menghadapi Taifun ataupun Tornado. Tempat yang paling aman buat kapal di saat seperti itu adalah bersembunyi dibalik pulau (shelter) atau pergi ke laut dan berusaha menjauh dari pusat pusaran angin tersebut.

Pelabuhan Pantai Timur Amerika mulai dari Texas sampai Boston di utara sering dengan tegas memerintahkan kapal untuk keluar dan mengambil haluan kearah timur untuk mengantisipasi kejadian yang lebih buruk lagi atas terjangan Tornado yang datang.

Catatan resmi ketinggian gelombang adalah 27,7 meter yang direkam pada tahun 1933 oleh kapal USS Ramapo di Pasifik Utara, juga pernah tercatat di Norway ombak setinggi 25,6 meter pada tahun 1985 serta terakhir pada 2004 di Teluk Meksiko pada saat Hurricane Ivan menghantam daerah itu. Tidak banyak yang melaporkan berita mengenai tingginya gelombang ditengah samudera, karena yang mengalami hal tersebut umumnya sudah tenggelam ditelan ombak.

Lalu apa yang dilakukan kapal di tengah laut saat menghadapi ombak setinggi itu? Untuk kapal yang masih dekat dengan pulau, hal yang umum dilakukan adalah mencari shelter dengan berlindung di balik pulau, let go jangkar sepanjang mungkin dan lanjutkan dengan berjaga-jaga.

Untuk kapal yang berada di samudra dan tidak ada tempat berlindung dari terjangan ombak, maka cara terbaik yang harus dilakukan adalah memperhatikan tangki-tangki cairan, hanya ada 2 pilihan: penuh atau kosongkan, lalu pintu pintu kedap air harus benar benar kedap dan jangan ada celah sedikit pun untuk air masuk kedalamnya, periksa kekuatan lashing muatan jika itu general cargo secara reguler, jika GM (stabilitas) kapal terlalu kecil maka isilah tangki ballast dengan penuh untuk memperbesar Righting Arm atau Momen Penegak agar kapal mempunyai stabilitas yg lebih baik untuk berlayar di laut yang ganas.

Navigator di anjungan dan Masinis di kamar mesin harus tetap melakukan tugasnya dengan baik. Setelah semua itu dilakukan, maka Nakhoda harus kembali ke kodratnya sebagai manusia yang tidak takut menerjang ombak dan badai, battling the storm !.

Yang dimaksud dengan battling the storm adalah bernavigasi dengan selalu menempatkan haluan kapal ke arah datangnya gelombang alias menerjang gelombang, Ini adalah cara paling aman karena beberapa aspek yang sudah dikaji terutama dari sisi stabilitas kapal dan kemampuan konstruksi kapal berada di keadaan yang sangat ekstrem. Hal ini sangat efisien apabila kapal benar-benar bebas bermanuver dengan tidak ada kapal lain atau pulau di dekatnya. Kecepatan harus di sesuaikan karena kapal hanya buying time sampai gelombang berlalu dan keadaan menjadi tenang kembali.

Membiarkan gelombang menghantam dari sisi kiri atau kanan, adalah pilihan yang buruk dan kapal bisa cepat tenggelam. Hal lain adalah bahwa dengan external force  yang sedemikian besar dari samping maka kapal akan rolling  dengan hebat dan keras yang bisa mempercepat kerusakan konstruksi kapal. Dengan rolling yang keras pelaut sangat sulit untuk membuat makanan bahkan sulit untuk tidur sehingga kondisi crew kapal akan mudah kena penyakit dan Fatigue. Hal yang harus dilakukan saat haluan kapal dan arah ombak membentuk sudut 90 derajat, kapal harus merubah haluannya sehingga haluan menghadap gelombang.

Banyak juga yang beranggapan bahwa Sailing with the sea  adalah cara yang aman dan nyaman karena kapal tidak harus pitching dengan keras, hal ini sangat terbatas dilakukan untuk beberapa kapal dengan kecepatan tertentu dan tergantung besarnya gelombang. Dengan rata rata kecepatan kapal niaga berada diantara 10 - 15 knot, maka kapal terlalu pelan untuk ikut Surfing bersama gelombang dan bahkan akan bisa terlempar ke kiri atau kanan. Ini seperti kita mengendarai mobil yang berlari dengan kecepatan 20 km/jam, tetapi didorong oleh buldozer berkecepatan 30 km/jam. Mobil akan selalu oleng dan terlempar.

Dalam keadaan kapal berlayar dengan dorongan ombak dari belakang, kapal akan banyak kehilangan kontrol terhadap kemudinya dan kehilangan stabilitas dengan sangat banyak terutama saat puncak gelombang berada di tipping centre/ tengah kapal, keadaan ini disebut ( quasi ) static lost of stability atau Pure loss stability.
Bahkan dengan ombak yang datang dari Port/Starboard quater (kiri atau kanan belakang dari sudut 135 derajat atau 225 derajat) pun masih bahaya untuk kapal.

Dalam kejadian tenggelamnya kapal Roro Finn Birch di Laut Baltik yang beku pada November 2006 dimana penulis termasuk di dalam Kapal Roro lainnya yang datang untuk rescue, didapat sebuah rekomendasi hasil incident investigation yang mengatakan; apabila panjang gelombang berkisar 0,6 sampai 2,3 dari panjang garis air kapal dan kecepatan kapal sama atau lebih pelan dari kecepatan gelombang, maka kemungkinan Pure Loss Stability atau (quasi) static lost of stability akan terjadi, dan kapal kehilangan kemampuan momen penegak atau Righting Arm nya sehingga kapal miring dan tidak kembali ke posisi tegak yang pada akhirnya akan terbalik dan tenggelam.

Dari segala jenis kapal yang paling rentan terbalik pada posisi ini adalah : Kapal Roro dan Kapal Container.

Karena secara kodrat pelaut adalah orang yang gemar mengarungi samudra dan tidak takut menerjang badai, maka siapa yang mempersiapkan diri dan kapalnya dengan baik dan yang pemberani lah yang akan selamat. Oleh karena itu apabila memang harus menghadapi gelombang besar ditengah dilaut, maka Face it ! never turn your back dan Terjanglah gelombang serta berdoa meminta keselamatan dari Allah SWT !!. Semoga tulisan ini bisa dijadikan sebagai pertimbangan.(zah*)


*a proud member of IKPPNI (Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia). Berlayar 12 tahun di North Atlantic, North Sea, Baltic sea, dan Bothnia Bay, 5 tahun diantaranya di kapal Ro-Ro.