Hubungan antara Zahro Ekspress, Marina Baru 2b dan Mundurnya Captain Teddy Mayandi -->

Iklan Semua Halaman

Hubungan antara Zahro Ekspress, Marina Baru 2b dan Mundurnya Captain Teddy Mayandi

02 Januari 2017
Jakarta 1 Januari 2017, eMaritim.com

Terbakarnya Kapal Penumpang Fiberglass Zahro Ekspress yang sejauh ini memakan korban 23 orang meninggal dan 17 belum ditemukan serta korban luka luka lainnya seperti sebuah dejavu buat dunia pelayaran Indonesia.

Jika ditarik kebelakang saat akan menutup tahun 2015 lalu, Indonesia dikejutkan dengan tenggelamnya kapal penumpang berbahan fiberglas KM Marina Baru 2B yang menelan korban meninggal sebanyak 63 orang dan hilang sebanyak 15 orang.

Konstruksi KM Marina Baru 2B seperti juga Zahro Ekspress yang berbahan fiberglass tidak layak untuk pelayaran jauh dengan kondisi perairan berombak.

Hal itu karena konstruksi kapal fiber lebih mudah pecah dibanding baja. Hal lain nya adalah bahan Fiber sendiri yang mudah terbakar.

Acuan pada Solas, untuk kapal cepat ada di Chapter 10 soal HSC yang sudah di implementasikan sejak 1 July 2002, sementara regulasi Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) khusus untuk kapal cepat ada aturan soal Fibreglass Reinforced Plastic Vessels.

Aturan tersebut meliputi masalah konstruksi, seperti material, cara penyambungan, konstruksi sekat kedap, tangki, geladak, kekuatan kapal, permesinan, kelistrikan, dan lain-lain.

 Kapal fiberglass harus memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam HSC (High Speed Craft) Code, namun HSC Code masih belum banyak diperhatikan.

Uniknya kejadian yang bertolak belakang dengan 2 contoh diatas justru terjadi di Tanjung Pinang, dimana KSOP Tanjung Pinang yang saat itu di jabat Captain Teddy Mayandi menolak memberikan izin berlayar untuk kapal yang dianggapnya tidak layak.

Ujung dari kejadian tersebut Captain Teddy Mayandi mengundurkan diri dari jabatannya karena prinsip keselamatan yang tanpa kompromi yang  diembannya seperti tidak mendapatkan dukungan dari HUBLA.

Masih soal standarisasi kapal-kapal fiberglass di Indonesia, bahwa masih banyak penempatan pintu-pintu serta tempat duduk yang belum memenuhi standar untuk evakuasi saat darurat, terutama pada kapal fiberglass yang memuat banyak penumpang.

Lalu untuk kekuatan bahan Structural Fire Protection (SFP) harus terbuat dari material yang dapat memberikan perlindungan selama 60 menit dan tidak boleh kurang dari 30 menit.

Sejauh ini masih banyak galangan kapal yang belum memiliki standar engineering mengenai penggunaan material atau bahan, komposisi, dan prosedur laminasi yang dapat memenuhi persyaratan klas.

Permasalahan pada kapal fiber tidak hanya pada proses produksinya, tetapi juga dalam pengoperasiannya yang belum mengacu pada persyaratan yang ada.

Kepedulian dan ketegasan pemerintah pada masalah ini masih belum cukup.

Masih banyak yang harus dibenahi oleh Kementrian Perhubungan secara mendasar, kejujuran dan keberanian menempatkan orang yang tepat di tempat yang benar.

Padahal dalam Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2012 sudah jelas menegaskan dalam bab 10 Pasal 34 yang berbunyi :

(1) Menteri, Menteri/pimpinan lembaga terkait, gubernur, bupati/walikota, dan Penyedia Jasa transportasi wajib menempatkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang transportasi pada jabatan atau pekerjaan sesuai dengan Kompetensi yang dimilikinya.

(2) Dalam hal Menteri, menteri pimpinan lembaga terkait, gubernur, bupati/walikota, dan penyedia Jasa transportasi merencanakan untuk membangun atau menyediakan prasarana dan sarana baru di bidang transportasi, wajib merencanakan dan menyiapkan sumber daya manusia di bidang transportasi yang akan ditempatkan pada prasarana dan sarana transportasi tersebut sesuai dengan jumlah dan Kompetensi yang dibutuhkan.

(3) Penyedia Jasa transportasi wajib memberikan kesempatan kepada sumber daya manusia yang dipekerjakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk mempertahankan atau meningkatkan Kompetensinya.

Pelajaran akan menjadi terlalu mahal apabila taruhan nya adalah nyawa manusia-manusia yang tidak berdosa.(ZAH)