Massa FPBM Kaltim Gelar Aksi Damai Tolak Monopoli Pelindo IV -->

Iklan Semua Halaman

Massa FPBM Kaltim Gelar Aksi Damai Tolak Monopoli Pelindo IV

03 Maret 2017

Sumber Istimewa

Samarinda, eMaritim.com – Kemarin pada Kamis 2 Maret 2017 Massa yang tergabung dalam Forum Perusahaan Bongkar Muat Kalimantan Timur, menggelar aksi damai di halaman kantor Pelindo IV, adanya aksi tersebut dikarenakan Pelindo IV telah melakukan monopoli terhadap usaha bongkar muat yang dilakukan oleh masyarakat.

Menggelar aksi damainya di Jalan Niaga Timur, kemarin, pada pukul 09:00 Wita seperti dilansir Koran Tribun bahwa massa menilai, Pelindo IV telah melakukan monopoli terhadap usaha bongkar muat yang dilakukan oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena Pelindo IV dinilai menawarkan kerja sama dengan pihak pemilik Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), dan hal itu dianggap menghilangkan pelerjaan perusahaan bongkar yang ada saat ini. "Tolak monopoli oleh Pelindo IV karena memutuskan pelerjaan kami, rakyay kecil, tolak monopoli IV," ucap salah satu massa aksi dalam orasinya, Kamis (2/3).


Tak lama setelah menggelar orasi, Pelindo IV akhirnya bersedia untuk audiensi dengan perwakilan massa aksi di lantai dua gedung Pelindo IV. "Teman-teman, dari hasil diskusi dengan Pelindo tadi belum ada hasil," kata Jufri, perwakilan pengunjuk rasa, usai bertemu Manajemen Pelindo IV.


Tidak hanya Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Para pemilik dermaga juga resah dengan terbitnya Suray Edaran (SE) Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Hubla), bernomor UM.003/5/19/DOPL-17.


Edaran tersebut mengatur penundaan pemberian persetujuan penggunaan sementara Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), untuk melayani kepentingan umum.


"Yang menjadi sumber keresahan, karena Pelindo (PT Pelabuhan Indonesia) IV, terkesan memaksakan penggunaan PBM (Perusahaan Bongkar Muat) milik PT Pelindo, dengan memanfaatkan kondisi terdesak yang dialami perusahaan batubara," kata Ketua Umum Asosiasi Terminal (dermaga) Mahakam (ATMa), M Hamzah.


Hamzah menguraikan, munculnya SE dari Dirjen Hubla membuat Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda tidak menerbitkan Rencana Kerja Bongkar Muat (RKBM). "Tanpa RKBM, PBM maupun pemilik terminal (dermaga), tidak bisa kerja," kata Hamzah.


Kecuali, kata Hamzah, Pelindo IV mau menerbitkan surat pernyataan yang menyebutkan bahwa dermaga yang dimiliki Pelindo, tidak mampu melayani bongkar muat batubara. Diketahui, sat ini Pelindo IV mengelola dermaga di Jalan Yos Soedarso dan Dermaga TPK (Terminal Peti Kemas) Palaran.


"Sekarang, mana bisa bongkar muat batubara di Dermaga Jalan Yos Soedarso dan di TPK Palaran. Tapi Pelindo tidak mau membuat pernyataan bahwa dermaga yang dimiliki tidak mampu melayani bongkar muat batubara. Mereka mau buat pernyataan tersebut, kecuali kita bekerjasama dengan PBM milik Pelindo," jelas Hamzah.


Terhitung sejak 13 Februari lalu, lanjut Hamzah, KSOP menolak melayani pembuatan dokumen RKBM, sebelum adanya surat pernyataan dari Pelibdo IV, kepada pemilik Tersus dan TUKS. Kendati demikian, kata Hamzah, adanya moretarium penerbitan RKBM tersebut tidak begitu mengganggu kelancaran arus bongkar muat batubara.


"Kalau dibilang mengganggu (arus batubara), tidak juga. Kenapa? Karena mau tidak mau pemilik IUP (Izin Usaha Pertambangan), yang terdesak karena harus mengirim sesuai jadwal, tentu bersedia melakukan apapun, yang penting batubara mereka bisa keluar. Termasuk terpaksa bekerjasama dengan Pelindo. Yang kasihan ini ya PBM. Hilang kerjaannya," urai Hamzah.


Akibatnya, kata Hamzah, PBM dan pemilik Tersus /TUKS yang sudah bekerjasama bertahun-tahun, terpaksa mengakhiri kerjasama, lantaran harus bekerjasama dengan Pelindo IV demi mendapatkan RKBM.


"Kami memohon pejabat yang berwenang di Dirjen Hubla dan UPT dibawahnya tidak mempersulit arus barang dengan aturan yang berubah-ubah. Dampaknya bisa terjadi ketidakstabilan ekonomi," kata Hamzah. (*)




Sumber: Koran Tribun