Jakarta 10 Maret 2017, eMaritim.com
Pembangunan kapal kapal Offshore Supply Vessel yg pada awal nya di agendakan akan selesai di tahun 2017 menunjukkan sebuah angka yang mengejutkan. Dari data Seatrade UK diketahui bahwa sebenarnya tahun 2017 ini kapal kapal Supply yang siap delivery berjumlah 465 kapal dengan Malaysia dan Singapore menempati posisi pertama dan kedua sebagai negara pemesan kapal.
Secara jumlah, para owner Malaysia memesan 109 kapal, Singapore 96 unit, sementara para juragan kapal China memiliki pesanan sebanyak 36 kapal, Amerika 28 kapal dan UAE 24 kapal. Tapi kapal pesanan yang dibuat itu hanya 15 saja yang benar-benar delivery sejauh ini di tahun 2017. Selebihnya masih dalam tahap negosiasi untuk penjadwalan ulang atau bahkan di gagalkan sama sekali karena pasar yang lesu di Asia Tenggara.
Sementara daftar kapal Supply yang akan delivery di tahun 2018 menunjukkan penurunan yang sangat tajam, dengan hanya berjumlah 6 unit. Bisa dikatakan bahwa pasar yang belum mampu menyerap kapal dari tahun 2017 membuat perusahaan kapal tidak berani membangun kapal sementara ini.
Perusahaan Malaysia Nam Cheong menjadi perusahaan yang memiliki pesanan paling banyak di nagara jiran tersebut dengan 56 kapal supply bernilai USD 746 juta yang seharusnya delivery di 2017. Perusahaan Coastal Contract menjadi perusahaan kedua yang memiliki pesanan terbanyak di 2017 ini dengan jumlah 28 kapal bernilai USD 322 juta.
Kemana kapal kapal itu akan bekerja setelah delivery masih menjadi sebuah pertanyaan yang sangat menarik, apalagi buat negara kita yang menganut Azaz Cabotage untuk sebagian besar jenis kapal. Kewajiban berbendera Indonesia buat kapal kapal Supply yang bekerja di Indonesia sebenarnya bukan tidak diantipasi oleh para juragan Malaysia dan Singapore. Dengan kegiatan pengeboran yang sangat besar di Indonesia, mata mereka tidak pernah lepas mengawasi apa yang terjadi di negara kita.
Meng Indonesia kan bendera bendera kapal mereka bukan lah halangan selama ada bisnis. Ada yang bekerjasama dengan Perusahaan Indonesia dengan Komposisi saham 51:49 antara perusahaan Indonesia dan perushaan asing. Bahkan ada yang hanya menitipkan kapalnya saja di Indonesia dengan membuat perusahaan remote di negara kita. Dan inilah yang paling menakutkan buat Indonesia secara global. Sejauh ini hal tersebut belum terjangkau oleh Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut karena domain nya bukan disana, buat HUBLA asal berbendera Indonesia saja itu sudah mendatangkan pemasukan dari Kebangsaan kapal itu sendiri. Sementara buat sebagian besar pemilik kapal Indonesia, hal tersebut seperti melepas Serigala berbulu Domba di kandang Domba yang secara pasti akan memangsa mereka satu persatu. Seperti itulah ilustrasi yang bisa dipakai untuk melindungi Kapal kapal Indonesia (asli) dari serbuan kapal kapal Indobesia (hanya di kertas) lainnya. Jika ini dibiarkan, pada akhirnya pemenang Cabotage dari sisi Investasi tetaplah para juragan kapal negara tetangga, sementara kita menang dari jumlah bendera dan pemasukan dari sertifikat kapal saja. Sesuatu yang sebaiknya dijadikan pekerjaan bersama antara berbagai Kementrian terkait.(ZAH/Forkami)
Pembangunan kapal kapal Offshore Supply Vessel yg pada awal nya di agendakan akan selesai di tahun 2017 menunjukkan sebuah angka yang mengejutkan. Dari data Seatrade UK diketahui bahwa sebenarnya tahun 2017 ini kapal kapal Supply yang siap delivery berjumlah 465 kapal dengan Malaysia dan Singapore menempati posisi pertama dan kedua sebagai negara pemesan kapal.
Secara jumlah, para owner Malaysia memesan 109 kapal, Singapore 96 unit, sementara para juragan kapal China memiliki pesanan sebanyak 36 kapal, Amerika 28 kapal dan UAE 24 kapal. Tapi kapal pesanan yang dibuat itu hanya 15 saja yang benar-benar delivery sejauh ini di tahun 2017. Selebihnya masih dalam tahap negosiasi untuk penjadwalan ulang atau bahkan di gagalkan sama sekali karena pasar yang lesu di Asia Tenggara.
Sementara daftar kapal Supply yang akan delivery di tahun 2018 menunjukkan penurunan yang sangat tajam, dengan hanya berjumlah 6 unit. Bisa dikatakan bahwa pasar yang belum mampu menyerap kapal dari tahun 2017 membuat perusahaan kapal tidak berani membangun kapal sementara ini.
Perusahaan Malaysia Nam Cheong menjadi perusahaan yang memiliki pesanan paling banyak di nagara jiran tersebut dengan 56 kapal supply bernilai USD 746 juta yang seharusnya delivery di 2017. Perusahaan Coastal Contract menjadi perusahaan kedua yang memiliki pesanan terbanyak di 2017 ini dengan jumlah 28 kapal bernilai USD 322 juta.
Kemana kapal kapal itu akan bekerja setelah delivery masih menjadi sebuah pertanyaan yang sangat menarik, apalagi buat negara kita yang menganut Azaz Cabotage untuk sebagian besar jenis kapal. Kewajiban berbendera Indonesia buat kapal kapal Supply yang bekerja di Indonesia sebenarnya bukan tidak diantipasi oleh para juragan Malaysia dan Singapore. Dengan kegiatan pengeboran yang sangat besar di Indonesia, mata mereka tidak pernah lepas mengawasi apa yang terjadi di negara kita.
Meng Indonesia kan bendera bendera kapal mereka bukan lah halangan selama ada bisnis. Ada yang bekerjasama dengan Perusahaan Indonesia dengan Komposisi saham 51:49 antara perusahaan Indonesia dan perushaan asing. Bahkan ada yang hanya menitipkan kapalnya saja di Indonesia dengan membuat perusahaan remote di negara kita. Dan inilah yang paling menakutkan buat Indonesia secara global. Sejauh ini hal tersebut belum terjangkau oleh Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut karena domain nya bukan disana, buat HUBLA asal berbendera Indonesia saja itu sudah mendatangkan pemasukan dari Kebangsaan kapal itu sendiri. Sementara buat sebagian besar pemilik kapal Indonesia, hal tersebut seperti melepas Serigala berbulu Domba di kandang Domba yang secara pasti akan memangsa mereka satu persatu. Seperti itulah ilustrasi yang bisa dipakai untuk melindungi Kapal kapal Indonesia (asli) dari serbuan kapal kapal Indobesia (hanya di kertas) lainnya. Jika ini dibiarkan, pada akhirnya pemenang Cabotage dari sisi Investasi tetaplah para juragan kapal negara tetangga, sementara kita menang dari jumlah bendera dan pemasukan dari sertifikat kapal saja. Sesuatu yang sebaiknya dijadikan pekerjaan bersama antara berbagai Kementrian terkait.(ZAH/Forkami)