Ilustrasi |
Jakarta,
eMaritim.com – Meneruskan kasus pencarian tersangka pungli di Pelabuhan
Samarinda oleh Polri, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menangkap Ketua
Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura) Jaffar Abdul
Gaffar, pada 23 April malam kemarin. Jaffar yang sempat masuk Daftar Pencarian
Orang (DPO) itu tertangkap di sebuah hotel di Cakung, Jakarta Timur,
setelah sempat berpindah-pindah lokasi menginap.
“Yang bersangkutan diamankan bersama keluarganya,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya, lewat keterangan tertulisnya, Senin, 24 April 2017, seperti dikutip Tempo.
Menurut Agung, Jaffar yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 4 April lalu itu tak pernah menghadiri pemanggilan penyidik.
Dalam kasus
tersebut, Jaffar disangka menjadi pihak yang bertanggung jawab atas pungutan
tenaga kerja bongkar-muat kontainer di Terminal Peti Kemas Palaran Samarinda
yang sudah menggunakan crane dan mesin. Dia diduga memungut biaya di
luar container handling charge. Jaffar diindikasi
kerap berpindah-pindah hotel di Jakarta. “Terakhir ia menginap di Hotel Angkasa
kamar 207, Cakung, Jakarta.”
Menurut Agung, Jaffar pasrah saat dijemput penyidik. Saat ditangkap dan dibawa ke Mabes Polri Ahad malam, Jaffar mengenakan pakaian serba hitam dan topi putih. Dia pun berkata bahwa Jaffar menandatangani invoice penagihan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) kepada perusahaan bongkar muat (PBM), di mana penagihan tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar hukum.
“Komura secara sepihak menetapkan tarif bongkar muat dipelabuhan, apabila PBM tidak melaksanakan, maka ada tindakan intimidasi dengan cara pengerahan massa atau preman,” ujarnya.
Jaffar dijerat Pasal 368 Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Pasal 11 dan 12 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi, dan Pasal 3, Pasal 5, serta Pasal 10 Undang-Undang Pencucian Uang.
Jaffar sendiri pernah menggelar konferensi pers demi mengklarifikasi berita operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan polisi di pelabuhan peti kemas tersebut. Jaffar pun sempat menjelaskan soal uang Rp 6,1 miliar yang disita polisi dalam OTT itu. Menurut dia, uang itu bukanlah hasil pungutan liar, tapi dana operasional untuk membayar upah buruh.
"Kalau langsung dikategorikan bagian dari money laundry, korupsi, atau suap, saya belum bisa katakan ada bagian dari itu. Sebab, apa yang saya lakukan selama ini adalah aturan," ujarnya dalam jumpa pers di Akmani Hotel, Jakarta Pusat pada 19 Maret lalu.(*)
Menurut Agung, Jaffar pasrah saat dijemput penyidik. Saat ditangkap dan dibawa ke Mabes Polri Ahad malam, Jaffar mengenakan pakaian serba hitam dan topi putih. Dia pun berkata bahwa Jaffar menandatangani invoice penagihan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) kepada perusahaan bongkar muat (PBM), di mana penagihan tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar hukum.
“Komura secara sepihak menetapkan tarif bongkar muat dipelabuhan, apabila PBM tidak melaksanakan, maka ada tindakan intimidasi dengan cara pengerahan massa atau preman,” ujarnya.
Jaffar dijerat Pasal 368 Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Pasal 11 dan 12 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi, dan Pasal 3, Pasal 5, serta Pasal 10 Undang-Undang Pencucian Uang.
Jaffar sendiri pernah menggelar konferensi pers demi mengklarifikasi berita operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan polisi di pelabuhan peti kemas tersebut. Jaffar pun sempat menjelaskan soal uang Rp 6,1 miliar yang disita polisi dalam OTT itu. Menurut dia, uang itu bukanlah hasil pungutan liar, tapi dana operasional untuk membayar upah buruh.
"Kalau langsung dikategorikan bagian dari money laundry, korupsi, atau suap, saya belum bisa katakan ada bagian dari itu. Sebab, apa yang saya lakukan selama ini adalah aturan," ujarnya dalam jumpa pers di Akmani Hotel, Jakarta Pusat pada 19 Maret lalu.(*)