Ilustrasi | Istimewa |
Jakarta, eMaritim.com – Berbekal kemandirian Indonesia
dengan sumber daya yang dimilikinya, maka ke depan Pemerintah optimis akan
mampu mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim yang besar dan
disegani bangsa lain di dunia.
Sejak awal pemerintahan, Presiden RI Joko Widodo dengan
program Nawa Cita telah menggagas penguatan jati diri Indonesia sebagi negara
maritim. Presiden Joko Widodo juga memiliki visi untuk mengembalikan kejayaan
maritim Indonesia yang dapat dicapai dengan melakukan pembangunan sektor maritim.
Saat ini Pemerintah memiliki fokus untuk memanfaatkan segala
potensi sumber daya kelautan, membangun transportasi laut dan infrastruktur
pelabuhan yang disertai dengan pembangunan industri maritim yang kuat, termasuk
dengan membangun kekuatan ekonomi masyarakat sehingga nantinya kemandirian
maritim dapat terwujud.
Adapun kemandirian bangsa menurut visi Presiden dapat
dilihat dari kemampuan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional menuju Indonesia
sebagai poros maritim dunia.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi berharap agar seluruh instansi dan stakeholder terkait dapat
berpartisipasi aktif memberikan dukungan dalam pembangun sektor maritim melalui
terobosan-terobosan yang dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan
masyarakat, seperti program Tol Laut, Pemanduan di Selat Malaka, serta Direct
Call kapal besar dengan tujuan internasional. “Hal tersebut tentu akan
membuktikan bahwa secara bertahap dan step by step, Indonesia bisa meraih
kemandirian sebagai negara maritim yang besar,” tegas Menhub.
Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut mencatat kemandirian maritim Indonesia dimulai dari program tol laut yang
saat ini telah memasuki tahun ketiganya. Pelaksanaan Tol Laut sedikit banyak
telah memberikan kontribusi dan manfaat khususnya dalam menekan angka
disparitas harga serta meningkatkan pemerataan ekonomi sehingga tol laut
menjadi tonggak baru menekan disparitas harga yang terjadi selama ini antara
wilayah barat Indonesia dengan wilayah timur Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono
menyebutkan bahwa pelaksanaan tol laut didukung oleh sistem distribusi dan
konsolidasi barang yang ditandai dengan dioperasikannya 13 trayek pada tahun
2017, dengan rincian sebanyak 6 trayek dilayani oleh PT. Pelni melalui
penugasan, dan sebanyak 7 trayek dilayani oleh perusahaan angkutan laut swasta
melalui skema pelelangan umum.
“Selain itu, guna lebih mengefektifkan program tol laut,
Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Kementerian BUMN telah menggagas
pembangunan pusat logistik di wilayah jalur tol laut yang dinamakan “Rumah
Kita,” kata Tonny.
“Hadirnya tol laut di tengah-tengah masyarakat akan semakin
menjamin ketersediaan barang melalui angkutan barang yang terjadwal sehingga
akan semakin meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia,” ujarnya.
Kedua, kemandirian maritim Indonesia ditunjukan dengan
resminya Pemerintah Indonesia melakukan Pemanduan di Perairan Selat Malaka dan
Selat Singapura. Pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura ini
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan
lingkungan maritim, serta menjaga kedaulatan wilayah teritorial Indonesia.
Menurut Dirjen Tonny, pelaksanaan pemanduan di Selat Malaka
dan Selat Singapura merupakan hasil perjuangan panjang Pemerintah Indonesia.
Permasalahan ini selalu menjadi isu utama yang dibahas oleh 3 (tiga) Negara
Pantai (The Littoral States) yang terdiri dari negara Indonesia, Malaysia dan
Singapura dalam Forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) dalam kurun
dasawarsa, dimana pada kesempatan itu Pemerintah Indonesia secara resmi
menyampaikan kesanggupan untuk melaksanakan pemanduan Selat Malaka dan Selat
Singapura dengan target pelaksanaan pada tahun 2017.“Dengan melakukan pemanduan
di Selat Malaka dan Selat Singapura menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang berintegritas dan tidak bergantung pada Negara pantai lainnya,” tegas
Tonny.
Selanjutnya, dari sisi pengangkutan laut, Indonesia telah
berhasil mendatangkan kapal petikemas terbesar pertama di Pelabuhan Tanjung
Priok dengan rute pelayaran langsung Jakarta - Los Angeles, Amerika. Dengan
adanya pelayanan langsung ke Amerika Serikat dengan kapal berkapasitas besar,
akan meningkatkan efisiensi logistik yaitu dari segi harga akan mengalami
penurunan sebesar 20% hingga 30% dan dari segi waktu mencapai 10 hari.
Dirjen Tonny menyebutkan dengan kehadiran kapal-kapal
raksasa ini menunjukkan kepada masyarakat transportasi laut bahwa sekarang
Pelabuhan Tanjung Priok sudah dapat melayani kapal dengan kapasitas besar,
dengan begitu akan membuat efisiensi logistik Indonesia menjadi lebih baik dan
Pelabuhan Tanjung Priok tidak kalah bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya.
“Dengan adanya pelayaran langsung ini, akan memberikan
keuntungan khususnya kepada para eksportir yang dapat melakukan penghematan
biaya (cost saving) karena tidak harus transit di negara lain (double handling)
seperti Singapura, sehingga pada akhirnya biaya logistik akan semakin
kompetitif sehingga Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi transshipment di Asia
Tenggara,” tutup Tonny.
Dengan pencapaian-pencapaian tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia mampu menjadi Negara yang “Mandiri” di bidang maritim sebagaimana
perwujudan cita-cita Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros
Maritim Dunia.(*)