Peresmian Jasa Pemanduan Selat Malaka dan Singapura |
Batam, eMaritim.com – Perairan Selat Malaka dan Selat
Singapura yang di resmikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hari ini
merupakan salah satu kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara. Kawasan
sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit namun banyak
dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono
menyebutkan bahwa dari data yang ada pada Kementerian Perhubungan terdapat
sekitar 70 sampai dengan 80 ribu kapal
pertahun baik itu kapal kargo maupun
kapal tanker yang berlayar melintasi Selat ini.
Melihat padatnya kondisi jalur pelayaran di selat tersebut
tentunya juga rawan terhadap kecelakaan di laut. Kondisi ini menjadikan
pemanduan di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi sangat penting
terutama dalam menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar.
"Begitu pentingnya keselamatan pelayaran di Selat
Malaka dan singapura, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura dibahas
khusus oleh tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam forum
Tripartite Technical Expert Group (TTEG) yang diselenggarakan tiap tahun,"
kata Tonny.
Lebih jauh Dirjen Tonny menyebutkan bahwa berdasarkan
Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran/ wilayah perairan
Indonesia terbagi menjadi dua jenis pemanduan yaitu Perairan Wajib Pandu dan
Perairan Pandu Luar Biasa. Perairan Wajib Pandu merupakan wilayah perairan yang
karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima
ratus Gross Tonnage) atau lebih. Sedangkan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary
pilotage services) merupakan suatu wilayah perairan yang karena kondisi
perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan
dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.
Adapun Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan
salah satu perairan Perairan Pandu Luar Biasa (voluntary pilotage services).
Pemerintah melalui
Kementerian Perhubungan telah menargetkan pada tahun 2017 ini dapat
melayani pemanduan kapal yang melintasi Selat Malaka dan Selat Singapura.
"Kesiapan pemanduan ini guna memperkuat keselamatan
pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di perairan teritorial Indonesia,
karena Selat Malaka dan Selat Singapura memiliki peran yang sangat penting
berkaitan dengan pelayaran internasional dan ini juga menjadi fokus perhatian
dari International Maritime Organization (IMO)," lanjut Tonny.
Guna mewujudkan target tersebut, lanjut Tonny maka
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah
menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17
tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada
Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura serta Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan
Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Selain itu, Kementerian Perhubungan juga telah menunjuk
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sebagai operator yang memandu kapal asing dan
domestik di Selat Malaka/ melalui Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. BX.428/PP 304 tanggal 25
November 2016 tentang Pemberian Izin Kepada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)
untuk melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan
Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
“Penunjukan Ini tentunya merupakan pelimpahan fungsi
pemerintahan di bidang pemanduan kapal/ meliputi kapal-kapal yang melintas
maupun yang melaksanakan kegiatan pada perairan pandu luar biasa di Selat
Malaka dan Selat Singapura," tegas Tonny.
Untuk itu, Dirjen Tonny meyakini bahwa dengan diresmikannya
Pelayanan Pemanduan di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat
Singapura oleh Menteri Perhubungan menunjukan keseriusan Indonesia terhadap
peningkatan keselamatan pelayaran di jalur internasional tersebut. Hal ini juga
menjadikan Indonesia menjadi Negara (littoral states) pertama yang
menyelenggarakan pandu secara resmi pertama di selat Malaka dan Selat
Singapura.
"Dengan pelayanan pandu tersebut, Indonesia dituntut
untuk menyediakan SDM yang mumpuni guna memandu kapal asing dengan di titik
wilayah Iyu Kecil - Nongsa yang pada akhirnya akan mendatangkan PNBP untuk
negara kita," tegas Tonny.
Tentunya, dengan demikian keselamatan dan keamanan pelayaran
bagi kapal-kapal yang berlayar di wilayah ini dapat lebih terjamin sehingga
pada gilirannya akan menunjang perkembangan perekonomian secara nasional dan
meningkatkan kepercayaan dunia internasional bagi bangsa Indonesia.
Sebagai informasi, pelaksanaan pemaduan di perairan Selat
Malaka dan Selat Malaysia ini telah disepakati oleh tiga negara yaitu
Indonesia, Malaysia dan Singapura pada pertemuan tiga negara tersebut dalam
acara Intersessional Meeting of The Working Group on Voluntary Pilotage
Services in Straits of Malacca and Singapore yang diselenggarakan di Bandung
pada tanggal 18 s.d 20 Januari 2017 lalu.
“Terkait dengan penunjukan Kementerian Perhubungan kepada
PT. Pelabuhan Indonesia I untuk melaksanakan pemanduan di perairan ini, Dirjen
Hubla Tonny Budiono meminta agar PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dapat
melaksanakan pelayanan pemanduan secara
professional dan kompetetif dengan menyiapkan tenaga pandu yang professional/
kapal pandu serta kapal tunda guna pelayanan pemanduan bagi kapal-kapal yang
melintas di Selat Malaka dan Selat Singapura sehingga akan terjamin keselamatan
pelayarannya,” tegas Tonny.
Adapun kapal yang memanfaatkan jasa pemanduan PT. Pelabuhan
Indonesia I (Persero) di Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat
Singapura adalah Kapal S.S. Tangguh Batur.
Kapal jenis LNG Tanker yang di Nakhodai Capt. Boris Muskardin merupakan kapal
berbendera Singapura dengan panjang kapal 285,4 meter dan memiliki bobot kapal
97.432 GT berlayar dari Lhokseumawe
menuju Bintuni. (*)