eMaritim.com, 30 Juli 2017
Catatan Capt. Muchlis Hasan, Ketua Ikatan Alumni Akademi Maritim Djadayat (IKAMADA).
Untuk mengharapkan peran SDM maritim dalam mensukseskan tol laut dan keselamatan pelayaran.. diperlukan peran yang maksimal dari pihak Kementerian Perhubungan, Training Center dan Perusahaan Pelayaran.
Ketiga stake holders ini harus bersinergi untuk mencapai tema diatas.
Ketiga stake holders ini harus bersinergi untuk mencapai tema diatas.
Sebagai contoh: Untuk menampung seluruh taruna yang akan praktek dikapal-kapal yg representative dan bisa memberikan pembelajaran yg maksimal maka otoritas melalui perangkat kewenangan SIUPAL nya harus bisa memberikan solusi dengan melakukan monitor supaya kadet bisa maximal jumlahnya diatas kapal tanpa melampaui standar Safe Manning Certificate atau sertifikat keselamatan lainnya . Operator kapal harus bisa mengimplementasikan kebijakan ini dan jika itu memberatkan operator dari sisi biaya, maka pemerintah juga bisa membantu masalah itu. Jadi harus di cegah jangan sampai ada kadet tingkatan Akademi atau Sekolah Tinggi yang praktek dikapal kecil dibawah 500 GT.
Begitu pula dengan Training Center, fasilitas TC ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing insan martim tersebut, kalau perlu diupayakan untuk digunakan secara gratis melalui subsidi pemerintah.
Pertanyaanya yang patut diajukan adalah soal ketentuan praktek kadet tingkatan Akademi atau Sekolah Tinggi dengan yang dari tingkatan Sekolah Menengah Kejuruan, ini harus dipisahkan berdasarkan GT kapal.
Jadi untuk menampung sebanyak mungkin siswa yg bisa praktek dikapal yang sesuai, harus ada data berapa kapal yang bisa menampung taruna yang akan praktek setiap tahun.
Sementara dalam hal keselamatan berlayar dan tertib administrasi, setiap kapal yang akan berlayar diberikan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) oleh Syahbandar, memang benar di dalam UU 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, Angkatan Laut dan pihak berwajib lainnya diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan kelayakan ditengah laut.
Jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan penyimpangan maka yang sering terjadi kapal ditahan.
Jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan penyimpangan maka yang sering terjadi kapal ditahan.
Kalau dilihat dari garis kewenangannya, sewajarnya temuan yang menyimpang tersebut juga harus meminta pertanggung jawaban dari pihak Syahbandar yg telah mengeluarkan SPB. Dan seharusnya pada kasus ini ada regulasi yang mengatur agar kapal tidak perlu tersandra akibat penyimpangan tersebut. Ada mekanisme lain seperti pemanggilan pihak operator dan pihak yg memberikan SPB untuk memberikan klarifikasi dan solusi sehingga tidak perlu menimbulkan beban biaya yg berujung kepada terlambatnya distribusi muatan yang pada akhirnya merugikan banyak pihak termasuk program pemerintah sendiri seperti Tol laut.
Masih banyak Pekerjaan Rumah yang harus dibenahi dalam sektor Pelayaran dan Sumber Daya Manusia, harapannya dengan adanya seminar maritim bulanan yang melibatkan para Insan Maritim dan SDM Pelayaran maka negeri ini bisa benar benar mewujudkan cita citanya menjadi negara maritim yang kuat.