![]() |
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti | Istimewa |
“Dari dulu
pengusaha pakai izin cut and fill
sudah cukup untuk melakukan reklamasi membangun Batam Center. Namun setelah
ramai-ramai di Jakarta, mulai muncul peraturan-peraturan lain, padahal sebelum
ini lancar-lancar saja,” ujar Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo
Andiantono belum lama ini.
Sehingga
dengan berpatokan pada hal ini, pengusaha reklamasi diduga telah melanggar UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
dimana reklamasi telah banyak merusak lingkungan hidup di Batam. Selain itu, batampos mencatat, reklamasi di Batam
juga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 tentang
reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sementara, dalam Perpres 11
Tahun 2012 Pasal 15, dijelaskan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan
izin pelaksanaan reklamasi. Lebih lanjut di pasal 16 ayat 1 menjelaskan, untuk
memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, maka harus terlebih
dahulu mengajukan permohonan kepada menteri, gubernur, bupati atau walikota.
Dalam hal
ini, Menteri KP memberikan izin lokasi dan pelaksanaan reklamasi pada kawasan
strategis nasional tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan
reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah, namun harus
mendapatkan juga pertimbangan dari bupati, walikota atau gubernur. Sedangkan
gubernur, bupati, atau walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi di dalam wilayah kepemimpinannya.
Purnomo
Andiantono mengungkapkan, seluruh pesisir pulau Batam yang bukan wilayah hutan
lindung rata-rata sudah direklamasi, contohnya untuk pembangunan kantor BP
Batam, kantor Walikota, Megamall, Jodoh, Marina, Sekupang, Kawasan Industri
Kabil, Tanjunguncang, dan lainnya.”Biasanya peruntukan tata ruangnya untuk industri,
jasa, perumahan,” ujarnya.
Sedangkan
pajak galian golongan C atau yang sekarang lebih dikenal sebagai pajak mineral
bukan logam dan batuan (MBLB) disetor ke Dinas Pendapatan (Dispenda)
Pemerintahan Kota (Pemkot) Batam.
Hingga kini,
pengusaha mengandalkan izin cut and fill
untuk melakukan reklamasi di darat maupun pesisir selama bertahun-tahun, karena
di daerah Free Trade Zone (FTZ) Batam
memang belum dikenal yang namanya izin reklamasi.
“Nah untuk
yang namanya izin reklamasi ini memang perlu kesepakatan, yang mau dipakai itu
peraturan yang mana, kayaknya banyak sekarang peraturan tentang izin reklamasi
ini,” tanggapnya.
Kesepakatan
ini perlu dicapai antara BP Batam, Pemko Batam, DPRD Batam dan Kepri,
Pemerintahan Provinsi, dan pemerintah pusat, namun sampai sekarang belum ada
tindak lanjut dari stakeholder
terkait padahal kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sudah cukup parah.
“Apakah kita
pakai peraturan rezim cut and fill atau pakai rezim peraturan seperti di
Jakarta,” imbuhnya.
BP Batam
mengeluarkan izin cut and fill di wilayah pesisir berdasarkan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 87 Tahun 2011 Pasal 120 ayat 3 yang menjelaskan, setiap
pemanfaatan ruang di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)
Batam yang berkaitan dengan hak pengelolaan atas tanah mengacu pada ketentuan
perundang-undangan mengenai pembentukan KPBPB Batam.
”Sepanjang
ada peruntukannya, maka BP Batam berwenang untuk memberikan izin,” jelasnya.
BP Batam
berhak mengeluarkan izin cut and fill
karena didukung Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang KPBPB Batam
dan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam.
Dalam hal ini, BP Batam pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sehingga boleh
merencanakan, menggunakan untuk kepentingan sendiri, mengalokasikannya kepada
pihak kedua (pengusaha), dan menarik Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Ia kemudian
menjelaskan sebelum mendapatkan izin cut and fill, maka pengusaha yang hendak
melakukan pemanfaatan ruang termasuk reklamasi harus mengurus sejumlah izin
dulu di BP Batam dan Pemko Batam
Pertama
harus ada izin alokasi lahan, kemudian harus ada fatwa planologi dari BP Batam,
kemudian lengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan kajian Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) termasuk rekomendasi jika ingin melakukan
reklamasi atau penimbunan pantai dari Pemko Batam. (*)