Jalur Navigasi Kutub Utara akan Merubah Wajah Dunia Pelayaran -->

Iklan Semua Halaman

Jalur Navigasi Kutub Utara akan Merubah Wajah Dunia Pelayaran

14 Agustus 2017
Jakarta 14 Agustus 2017, eMaritim.com



Lupakan Terusan Suez, Terusan Panama apalagi Kra channel,  apa yang dilakukan negara negara Eropa dalam 3 tahun kedepan bisa merubah total peta pelayaran dunia.

Dalam beberapa tahun terakhir,  pelayaran di sekitar Arctic ( Lingkar Kutub Utara) berkembang sangat pesat. Kemampuan kapal dalam mengarungi samudera es sudah dibuktikan oleh Finlandia,  Norwegia dan Swedia dalam mengatasi musim dingin membeku di Bothnia Bay sepanjang 5 bulan dalam setahun.

Dimulai di tahun 2017, sebuah projek prestisius sedang digarap untuk 3 tahun dalam menemukan metode yang aman untuk melayari Kutub Utara. Tantangan cuaca super ekstrim, daerah yang sepi,  kurangnya data peta,  dan membekunya peralatan vital kapal serta minimnya fasilitas SAR akan dijajaki dalam projek yang didanani oleh EU HORIZON 2020.

Sebuah projek yang melibatkan 15 negara dengan tujuan utama : Memangkas jarak Eropa ke Asia dan Benua Amerika bagian barat,  serta mengurangi emisi gas buang kapal. Kalau sekarang dari Eropa kapal harus melewati Terusan Suez,  Asia Tenggara baru bisa ke negara negara Timur Jauh.  Atau dari Eropa,  ke barat menuju Teluk Meksiko,  Panama kanal baru bisa ke Amerika Barat.

Jika projek ini bisa diselesaikan maka semua jalur legendaris itu akan ditinggalkan!  Dari Eropa Utara cukup melewati Kutub Utara maka mereka bisa sampai di Selat Bering dan Alaska untuk selanjutnya turun ke Pasifik.

Program yang dinamai SEDNA ini dipimpin oleh konsorsium BMT Group Ltd (UK) pada akhirnya nanti akan menjadi dasar pengembangan the International Maritime Organization’s Polar Code.

Tahap pertama, akan dilakukan pengembangan SAFE ARCTIC BRIDGE,  sebuah kebutuhan navigasi di kutub yang memfokuskan kepada desain dan lay out sesuai kemampuan manusia sebagai motor dari semua hal tersebut.

Tahap kedua adalah pengembangan sistem anti beku untuk superstructure kapal. Karena penambahan es diatas kapal secara massive bisa mempengaruhi stabilitas dan kemampuan jelajah kapal.
Hal ini juga akan mencakup sistem coating kapal untuk menghidari pembekuan di lambung kapal.

Yang ketiga adalah mendesain keselamatan kapal dengan basis resiko yang akan muncul.
Skenario dan peralatan keselamatan akan jauh berbeda apabila sebuah kapal selalu berlayar di area dengan temperature 20 -  40 derajat dibawah titik beku.


Apabila projek ini selesai di tahun 2020 dan Kutub utara bisa dilayari oleh kapal kapal niaga,  maka pelabuhan Transit dunia akan berpindah dari Singapura ke Vladivistok ataupun Alaska. Lupakan Terusan Kra, dan Terusan lainnya, kita harus mempersiapkan diri menjadi negara maritim yang kuat di dalam negeri serta terus mengikuti perkembangan dunia. 

(Capt. Zaenal A Hasibuan, a proud member of Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia, IKPPNI)