![]() |
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti | Istimewa |
Kepada Menlu Taro, Menteri
Susi menyampaikan bahwa Indonesia membuka peluang investasi bagi negara Jepang,
terutama berkaitan dengan infrastruktur dan teknologi. “Saya ingin, Jepang juga
mulai berinvestasi di Indonesia, kita buka sebesar-besarnya", ungkap
Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi, dengan 60
tahun hubungan diplomasi Indonesia dengan Jepang pada tahun 2018,
hubungan kedua negara akan semakin erat dan dukungan infrastruktur dan
teknologi dari Jepang yang dibutuhkan Indonesia dapat diberikan agar Indonesia
memiliki kekuatan lebih dalam mengeksploitasi dan pemasaran hasil
perikanannya.
“Reformasi di bidang perikanan
bukanlah hal mudah, apalagi dengan tekanan regional, di mana pasar regional
selama ini mendapat pasokan ikan dari hasil curian wilayah Indonesia. Indonesia
butuh teknologi yang lebih baik untuk mempertahankan dan mengelola sumber
daya perikanan yang kita miliki,” terang Menteri Susi.
Di tengah kesulitan beberapa negara
pelaku illegal fishing memenuhi pasokan kebutuhan ikan di negara mereka,
Menteri Susi merasa Indonesia harus meningkatkan kemampuan dalam mengelola
perikanan Indonesia, sebelum membuka investasi bagi negara-negara tersebut.
Tujuannya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik, agar Indonesia dapat
memenuhi kebutuhan pangan tanpa terjajah para pencuri ikan.
“Semoga dengan terwujudnya kerja
sama ini, bersama-sama kita dapat menghadapi tantangan ketahanan pangan ke
depan. Jika laut tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi permasalahan bagi
semua negara,” jelas Menteri Susi.
Pada kesempatan tersebut, Menteri
Susi juga memaparkan kemajuan yang telah ditunjukkan pengelolaan kelautan dan
perikanan di Indonesia beberapa tahun terakhir. Untuk pertama kali neraca
perdagangan perikanan Indonesia menjadi nomor satu di Asia tenggara, di mana
nelayan Indonesia sudah dapat menangkap tuna hingga ukuran 80 kg dalam jarak
1-4 mil.
“Perikanan tangkap naik 11 persen
tahun ini. Ikan naik 2 juta ton, sebanyak 20 persen untuk konsumsi masyarakat
Indonesia. Indonesia berusaha mengejar konsumsi level target Jepang dengan
ukuran ikan 50 kg tahun ini,” ungkap Menteri Susi.
Menlu Taro Kono mengaku terkesan dengan
upaya yang dilakukan Menteri Susi dalam mempertahankan sumber daya kelautan dan
perikanan Indonesia. Untuk itu, ia menyatakan bahwa Jepang melalui Japan
International Cooperation Agency (JICA) siap bekerja sama dengan Indonesia
dengan melakukan riset untuk proyek pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan
Terpadu (SKPT) di 6 lokasi.
“Dalam waktu dekat, kami akan
mengadakan seminar terkait teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan
sumber daya perikanan dari praktik IUU Fishing. Jepang siap bekerja sama dengan
Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas usaha Indonesia memberantas IUU
Fishing,” imbuh Taro Kono.
Menlu Taro juga sedikit
bernostalgia, saat tinggal di Indonesia dirinya senang berkunjung ke Laut Sulu
dan Laut Banda yang merupakan breeding zone 60 persen baby tuna di dunia.
“Kami mengapresiasi kegigihan Ibu
Susi. Ibu Susi bahkan menyampaikan proposal ke markas pusat PBB di New York,
minta agar ada peraturan tentang high seas untuk menyelamatkan sumber daya
perikanan khusunya induk tuna dan proses peredarannya. Bahkan beliau meminta
PBB membentuk lembaga khusus guna memberikan kontrol dan regulasi,” kenang
Taro.
Pada pertemuan tersebut, Menteri
Susi juga meminta Jepang untuk mendukung ocean right, yaitu hak di mana sebuah
negara dapat berganti pimpinan dan pola pemerintahan, tanpa mengubah dan
menghentikan peraturan perlindungan kelautan dan perikanan.
“Kami meminta dukungan Jepang
untuk menggulirkan ide tersebut (ocean right) pada Ocean Conference 2018
mendatang,” tutup Menteri Susi.
Tak hanya menemui Menteri Luar
Negeri Jepang Taro Kono, dalam lawatannya ke Jepang, pada Selasa (22/8),
Menteri Susi juga menemui Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Jepang Masahisa
Sato. Dalam pertemuan tersebut, Masahisa Sato mengungkapkan kekagumannya kepada
sosok Menteri Susi yang dinilai sangat tegas dan berani mempertahankan
kedaulatan laut Indonesia dari tangan asing.
Menurut Masahisa, saat ini
perlindungan sumber daya perikanan menjadi isu yang sangat penting bagi Jepang,
mengingat banyak wilayah perairan Jepang mulai overfishing dan maraknya kapal
asing memasuki perairan mereka. Untuk itu, mereka ingin belajar cara Indonesia
mempertahankan lautnya. Salah satunya dengan memberikan dukungan pada
pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).
"Kami, Jepang, butuh sosok
seperti Ibu Susi untuk menghadapi serbuan kapal asing yang masuk ke wilayah
Jepang,” pungkas Masahisa. (*)