![]() |
Istimewa |
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
meluncurkan alat bantu monitoring armada kapal perikanan (Vessel Monitoring Aid/VMA) di Balai Pelabuhan Perikanan Pantai
(BPPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, Selasa (22/8). Alat bantu ini
merupakan hasil kerja sama rancang bangun Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI)
Semarang Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) dengan PT. Unggul Cipta
Teknologi (UCT) melalui integrasi teknologi Global Positioning System (GPS) dan
radio komunikasi dalam meningkatkan efektifitas pengelolaan perikanan dan
ketaatan armada perikanan berukuran < 30 Gross Tonnage (GT).
Kerja sama tersebut merupakan bentuk implementasi
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 tentang Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan yang mengisyaratkan sistem pengawasan kapal
perikanan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas perikanan. Hal ini
merupakan upaya pemerintah dalam melakukan pemantauan, pengendalian dan
pengawasan kapal perikanan 5-30 GT yang jumlahnya mencapai 65.253 unit (Data
statistilk perikanan tangkap Tahun 2015).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja
mengatakan, teknologi hasil kerja sama rancang bangun VMA ini merupakan sistem
monitoring armada kapal perikanan berbasis gelombang radio, yang secara berkala
dapat mengirimkan data posisi, arah/baringan dan kecepatan kapal, serta data
hasil tangkapan. Tujuannya untuk memantau, mengendalikan dan mengawasi armada
kapal perikanan serta berkemampuan untuk mengisi logbook perikanan secara
elektronik.
VMA yang dipasang di kapal perikanan berfungsi
sebagai alat bantu navigasi, GPS, realtime online positioning, Elektronic
Fishing Logbook, Distress signal SOS (dalam satu jaringan) dan Layanan pesan
singkat (dalam satu jaringan).
“Fungsi-fungsi utama dari teknologi VMA ini
diharapkan dapat menjawab kebutuhan nelayan untuk meningkatkan sistem keamanan
dan keselamatan nelayan saat mereka melaut. Bahkan teknologi ini mampu
memberikan kemudahan bagi nelayan untuk menentukan fishing ground sampai dengan
kemampuan untuk marking waypoint sehingga nelayan akan dapat dengan mudah
menggunakan posisi tersebut dikemudian hari,” papar Sjarief.
Sementara itu, fitur realtime online possitioning
lebih melekat ke peran pemerintah sebagai pemantau, dan pengendali (monitoring
& control). Pengawasan dilakukan sejak nelayan di darat hingga kembali ke
darat. Pemerintah dapat melakukan tindakan preemptive (pencegahan) sebelum
terjadi pelanggaran; tindakan persuasif dengan melakkan pembinaan terhadap
pelaku usaha /kegiatan perikanan untuk meningkatkan kesadaran/ketaatan hukum
serta responsif untuk melakukan penindakan dan penanganan terhadap pelanggaran
(penyidikan).
“Tentunya ini akan memberikan kemudahan tidak hanya
untuk nelayan tapi juga pemerintah untuk memantau keluar-masuknya armada
perikanan pelabuhan, memantau aktifitas armada di area fishing ground sesuai
dengan izin tertera dan ketentuan yang berlaku, serta fitur distress signal SOS
yang akan menyiarkan informasi posisi armada perikanan kepada seluruh pengguna
VMA,” tambah Sjarief.
Fitur tersebut dikembangkan untuk menjamin
keselamatan pelayaran para nelayan dengan memaksimalkan jaringan transmisi
komunikasi data antar kapal pengguna VMA yang difasilitasi juga dengan layanan
pesan singkat short messaging system (sms).
Sebagai informasi, perangkat piranti keras sistem
teknologi VMA armada kapal perikanan dipasang transceiver device lengkap dengan
monitor display yang sekaligus berfungsi untuk alat navigasi dan peta laut
(free upgradeable). Sedangkan di base station terpasang multiple communication
gateway (MCG) yang mampu mengelola sampai dengan 200 unit armada pengguna VMA
secara real-time. (*)