Susi Pudjiastuti (kiri) dan Ken Saito (kanan) | Istimewa |
Dalam kunjungan kerjanya ke Jepang
beberapa waktu lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti melakukan courtesy
call dengan Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan Jepang Ken Saito
pada Senin (21/8). Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi menyampaikan
beberapa hal terutama soal pembebasan tarif masuk produk kelautan dan perikanan
Indonesia ke Jepang.
Menteri Susi mengatakan begitu
banyak perusahaan Indonesia yang melakukan impor ke Jepang dan menginginkan
relokasi ke Indonesia, di antaranya adalah PT ITOCHU dan PT Aneka
Tuna.
“Perusahaan tersebut ada di
Thailand dan akan dibantu untuk bisa direlokasi ke Indonesia. Ini dikarenakan
bahan mentah masih berasal dari Indonesia. Mereka pun minta untuk mendapakan
pembebasan tarif masuk ke Jepang,” ujar Menteri Susi di Jakarta, pada Jumat
(25/8).
Terkait penurunan tarif, Menteri
Susi meminta secara khusus untuk dilakukan tindak lanjut. Ia menilai hal
tersebut bukan saja berdampak pada pengusaha Indonesia, tapi juga para
pengusaha Jepang yang ada di Indonesia yang membutuhkan bahan mentah. Bukan
hanya itu, alasan lainnya untuk memudahkan transaksi perdagangan bagi pengusaha
Jepang yang melakukan relokasi usaha ke Indonesia.
“Pengusaha Jepang yang melakukan
relokasi usaha ke Indonesia, lalu mengekspor ke Jepang lagi kan akan kena tarif
impor Jepang. Padahal dari negara ASEAN lain, Jepang sudah memberikan
tarif masuk nol. Jadi kita perjuangkan hal ini agar Indonesia juga dapat nol
persen tarif masuk ke Jepang,” paparnya.
Direktur Jenderal Penguatan Daya
Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Nilanto Perbowo yang turut
mendampingi Menteri Susi membenarkan hal tersebut.
“Seharusnya Jepang memberikan tarif
bea masuk nol persen bagi semua produk perikanan dari Indonesia mengingat
kebijakan Indonesia untuk memerangi pencurian ikan demikian bagus dan cepat
sebagaimana yang diharapkan oleh komunitas global,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri
Saito menyadari bahwa impor produk perikanan yang berasal dari Thailand dan
Filipina berasal dari Indonesia. “Bahan mentahnya memang dari Indonesia,”
ungkap Saito.
Selanjutnya Menteri Saito
mengatakan bahwa soal penghapusan tarif, Jepang juga memiliki kerjasama seperti
yang dilakukan dengan Indonesia, terangkum dalam Indonesia-Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA) , di mana dalam kerjasama tersebut
tercantum perbedaan pos tarif berbagai negara untuk masuk ke Jepang.
“Terkait dengan penurunan tarif bea
masuk, dikarenakan merupakan kerja sama G to G, maka perlu dilakukan
perundingan antara kedua negara untuk memutuskannya. Saya mendukung kerja sama
antara Jepang dan Indonesia dan diharapkan dapat lebih ditingkatkan,” ungkap
Saito.
Selain membahas tarif bea masuk ke
Jepang, Menteri Susi mengungkapkan terima kasih terhadap pemerintah Jepang. Hal
tersebut mengingat banyaknya Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di
kapal-kapal perikanan Jepang dan diperlakukan secara baik. Meski begitu,
Menteri Susi juga meminta agar ABK Indonesia yang bekerja di Jepang didaftarkan
asuransi.
“Jika memungkinkan, dapat diberikan
asuransi pada ABK yang mendapatkan kemalangan,” ujar Menteri Susi.
Hal tersebut disambut baik oleh
Menteri Saito. Ia mengatakan akan mengawasi dan menjaga ABK dari Indonesia yang
bekerja di kapal-kapal penangkapan Jepang. “Jika ada permasalahan, dapat langsung
disampaikan ke Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan Jepang agar dapat
ditindaklanjuti,” balasnya.
Kerjasama antara Indonesia dengan
Jepang dalam pembangunan di enam lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu
(SKPT) juga menjadi pokok bahasan dalam pertemuan tersebut. Menteri Susi
berharap dalam pembangunan tersebut dapat dijadikan strategi kedaulatan dan
strategi navigasi, khususnya di wilayah Laut Cina Selatan.
“Ya saya berharap pemerintah Jepang
dapat mendukung kegiatan SKPT. Saya juga mengajak Kementerian Pertanian,
Kehutanan, dan Kelautan Jepang untuk merangkul dan mengajak pengusaha Jepang
berinvestasi di Indonesia,” tutupnya. (*)