Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) | Istimewa |
Denpasar, eMaritim.com –
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan pada tahun 2017 ditargetkan mampu
mencapai 9% dan dapat terus meningkat setiap tahun. Salah satu yang diharapkan
dapat memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor
perikanan yaitu kegiatan ekonomi di bidang perikanan budidaya. Oleh karena itu,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya untuk meningkatkan
produksi perikanan budidaya setiap tahunnya. Hingga tahun 2019, KKP melalui
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) menargetkan produksi mampu
mencapai 31,3 juta ton. Salah satu faktor penentu tercapainya target produksi
perikanan budidaya tersebut tidak terlepas dari kemampuan untuk mencegah dan
mengendalikan berbagai penyakit ikan.
Direktur
Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, menyampaikan hal tersebut dalam
sambutannya di acara 10th Symposium on Diseases in Asian
Aquaculture (DAA10), di Denpasar Bali, Senin (28/8).
“Produksi
perikanan budidaya setiap tahun terus meningkat. Peningkatan tersebut tidak
terlepas dari semakin kondusifnya iklim usaha budidaya baik secara regulasi,
kemudahan perizinan, infrastruktur yang semakin membaik, dan kemampuan kita
untuk terus mencegah dan mengendalikan berbagai penyakit ikan yang dapat
mengancam usaha budidaya,” ungkap Slamet.
”Saat ini
Indonesia masih bebas dari penyakit yang menyerang udang seperti Acute
Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) dan juga Tilapia
Lake Virus (TiLV) yang menyerang ikan dari jenis Tilapia dan saat
ini tengah hangat dibicarakan. Hal ini dapat terwujud karena Indonesia telah
menerapkan tindakan pencegahan, biosecurity yang ketat, dan tindakan
pemeriksaan karantina ikan di pintu masuk dan keluar baik untuk keperluan dalam
negeri maupun luar negeri,” tambah Slamet.
Selain itu, KKP
juga telah menetapkan kebijakan penerapan Good Hatchery Practices (GHP),
Good Aquaculture Practices (GAP), serta monitoring
residu di tingkat nasional sebagai langkah pencegahan dan pengendalian penyakit
maupun kontaminan pada ikan. Tujuannya menjamin kesuksesan usaha budidaya dan
menjadi tool untuk mewujudan jaminan produk perikanan budidaya
Indonesia aman untuk dikonsumsi.
Sebagaimana
diketahui, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah
mengeluarkan surat edaran nomor 3975/DJPB/VII/2017 tanggal 14 Juli 2017 tentang
pencegahan dan pemantauan terhadap Penyakit TiLV pada Ikan Nila. Dalam
edaran ini disebutkan langkah – langkah pencegahan dan pemantauan terhadap
Penyakit TiLV, yaitu: Pertama, melarang pemasukan calon
induk, induk, dan/atau benih ikan Nila dari negara yang terkena wabah TiLV
yaitu Israel, Kolombia, Ekuador, Mesir dan Thailand; Kedua: membatasi
pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih ikan Nila dari negara yang tidak
terkena wabah dengan memenuhi ketentuan wajib melampirkan izin pemasukan ikan
hidup, melampirkan sertifikat kesehatan ikan dan uji hasil mutu; Ketiga:
untuk sementara tidak melakukan kegiatan penebaran benih Tilapia di perairan
umum; Keempat: melakukan pengujian laboratorium di pintu pemasukan dan
pengeluaran antar daerah; dan Kelima: meminta seluruh Unit Pelaksana
Teknis (UPT) lingkup DJPB dan Dinas Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan
surveilan serta monitoring penyakit TiLV.
“Para
pembudidaya ikan di Indonesia dan juga seperti di negara lain, dihadapkan pada
berbagai serangan penyakit yang akan mengganggu dalam proses produksi. Oleh
sebab itu, kita sangat memerlukan bantuan para ahli penyakit ikan dalam
menangani penyakit termasuk penggunaan obat ikan untuk mengurangi resiko dampak
lingkungan sehingga kami menyambut baik kehadiran AFS-FHS dan
penyelenggaraan event ini,” pungkas Slamet. (*)