KKP Upayakan Produksi Perikanan Budidaya Meingkat Atasi Penyakit Ikan -->

Iklan Semua Halaman

KKP Upayakan Produksi Perikanan Budidaya Meingkat Atasi Penyakit Ikan

Khalied Malvino
30 Agustus 2017

Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) | Istimewa
Denpasar, eMaritim.com – Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan pada tahun 2017 ditargetkan mampu mencapai 9% dan dapat terus meningkat setiap tahun. Salah satu yang diharapkan dapat memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor perikanan yaitu kegiatan ekonomi di bidang perikanan budidaya. Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya setiap tahunnya. Hingga tahun 2019, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) menargetkan produksi mampu mencapai 31,3 juta ton. Salah satu faktor penentu tercapainya target produksi perikanan budidaya tersebut tidak terlepas dari kemampuan untuk mencegah dan mengendalikan berbagai penyakit ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, menyampaikan hal tersebut dalam sambutannya di acara 10th Symposium on Diseases in Asian Aquaculture (DAA10), di Denpasar Bali, Senin (28/8).

“Produksi perikanan budidaya setiap tahun terus meningkat. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari semakin kondusifnya iklim usaha budidaya baik secara regulasi, kemudahan perizinan, infrastruktur yang semakin membaik, dan kemampuan kita untuk terus mencegah dan mengendalikan berbagai penyakit ikan yang dapat mengancam usaha budidaya,” ungkap Slamet.

”Saat ini Indonesia masih bebas dari penyakit yang menyerang udang seperti Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) dan juga Tilapia Lake Virus (TiLV) yang menyerang ikan dari jenis Tilapia dan saat ini tengah hangat dibicarakan. Hal ini dapat terwujud karena Indonesia telah menerapkan tindakan pencegahan, biosecurity yang ketat, dan tindakan pemeriksaan karantina ikan di pintu masuk dan keluar baik untuk keperluan dalam negeri maupun luar negeri,” tambah Slamet.

Selain itu, KKP juga telah menetapkan kebijakan penerapan Good Hatchery Practices (GHP), Good Aquaculture Practices (GAP), serta monitoring residu di tingkat nasional sebagai langkah pencegahan dan pengendalian penyakit maupun kontaminan pada ikan. Tujuannya menjamin kesuksesan usaha budidaya dan menjadi tool untuk mewujudan jaminan produk perikanan budidaya Indonesia aman untuk dikonsumsi.

Sebagaimana diketahui, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah mengeluarkan surat edaran nomor 3975/DJPB/VII/2017 tanggal 14 Juli 2017 tentang pencegahan dan pemantauan terhadap Penyakit TiLV pada Ikan Nila. Dalam edaran ini disebutkan langkah – langkah pencegahan dan pemantauan terhadap Penyakit TiLV, yaitu: Pertama, melarang pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih ikan Nila dari negara yang terkena wabah TiLV yaitu Israel, Kolombia, Ekuador, Mesir dan Thailand; Kedua: membatasi pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih ikan Nila dari negara yang tidak terkena wabah dengan memenuhi ketentuan wajib melampirkan izin pemasukan ikan hidup, melampirkan sertifikat kesehatan ikan dan uji hasil mutu; Ketiga: untuk sementara tidak melakukan kegiatan penebaran benih Tilapia di perairan umum; Keempat: melakukan pengujian laboratorium di pintu pemasukan dan pengeluaran antar daerah; dan Kelima: meminta seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup DJPB dan Dinas Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan surveilan serta monitoring penyakit TiLV.

“Para pembudidaya ikan di Indonesia dan juga seperti di negara lain, dihadapkan pada berbagai serangan penyakit yang akan mengganggu dalam proses produksi. Oleh sebab itu, kita sangat memerlukan bantuan para ahli penyakit ikan dalam menangani penyakit termasuk penggunaan obat ikan untuk mengurangi resiko dampak lingkungan sehingga kami menyambut baik kehadiran AFS-FHS dan penyelenggaraan event ini,” pungkas Slamet. (*)