![]() |
Ilustrasi kapal nelayan | Istimewa |
Denpasar, eMaritim.com – 7 unit kapal milik rekanan
kerja antara CV Fuad Pratama Perkasa dan PT F1 Perkasa yang diduga terlilit
kasus korupsi terkait pengadaan kapal nelayan di Kabupaten Buleleng yang
mencapai Rp 11 miliar disita Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Selain tujuh unit
kapal ini, pihak Kejati Bali juga akan berencana menyita empat kapal lainnya
yang kini berada di Banyuwangi, Jawa Timur.
Jaksa penyidik Kejati Bali, Akmal Kodrat
mengungkapkan, dari hasil penangkapan tujuh unit kapal di Denpasar, Bali ini,
pihaknya mendapatkan dua tersangka. Terkait empat unit kapal di Banyuwangi,
Jawa Timur, Akmal mengatakan, Kejati Bali akan menindaklanjuti tersangka lainnya.
“Dua tersangka yang telah kami tahan, yakni FB selaku
rekanan dari CV Fuad Pratama Perkasa, serta S selaku rekanan dari PT F1
Perkasa,” ungkap Akmal seperti dikutip antaranews.
Dalam kasus ini, tersangka S menjadi pemenang dalam
pengadaan empat unit kapal Inkamnia 30 grosston (GT) milik Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Bali Tahun 2014 dengan nilai kontrak hampir Rp 6 miliar.
Namun, PT F1 Perkasa tidak mengerjakan proyek sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan dan kualitas spesifikasi kapal juga tidak sesuai dengan perjanjian
kerja sama.
Akibat belum rampungnya kapal yang dikerjakan PT F1
Perkasa ini, kemudian proyek ini diambil alih CV Fuad Pratama Perkasa dengan
nilai kontrak Rp 9,7 miliar untuk mengerjakan tujuh unit kapal Inkamina,
termasuk empat kapal yang sebelumnya yang dikerjakan PT F1 Perkasa.
"Dalam pengerjaan proyek kapal itu, CV Fuad
Pratama mampu mengerjakan tujuh kapal sesuai kontrak, namun permasalahan timbul
akibat salah satu spesifikasi kapal yang tidak sesuai perjanjian," tambah
Ahmad Kodrat.
Sementara itu, Aspidsus Kejati Bali, Polin O
Sitanggang mengatakan, saat ini akan fokus menyelesaikan perkara dua rekanan
ini, karena bertanggungjawab dalam pengerjaan kapal tersebut. Polin
menambahkan, dalam perkara korupsi dan mark up bantuan kapal yang
rencananya bertujuan untuk mempermudah nelayan melaut ini terungkap antara
kapal yang dibangun selain tidak sesuai dengan spesifi kasi, juga kapal tidak
bisa digunakan.
"Awalnya proyek bantuan kapal ini ditangani oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, namun karena tidak selesai kemudian putus kontrak lalu diambil alih kementerian sesuai rekomendasi BPK. Tetapi kapal ikan tersebut tidak layak dan tidak bisa dipakai," pungkas Polin seperti dikutip posbali. (*)