Rugikan Negara Rp 11 M, 7 Unit Kapal Disita Kejati Bali -->

Iklan Semua Halaman

Rugikan Negara Rp 11 M, 7 Unit Kapal Disita Kejati Bali

Khalied Malvino
10 Agustus 2017


Ilustrasi kapal nelayan | Istimewa


Denpasar, eMaritim.com – 7 unit kapal milik rekanan kerja antara CV Fuad Pratama Perkasa dan PT F1 Perkasa yang diduga terlilit kasus korupsi terkait pengadaan kapal nelayan di Kabupaten Buleleng yang mencapai Rp 11 miliar disita Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Selain tujuh unit kapal ini, pihak Kejati Bali juga akan berencana menyita empat kapal lainnya yang kini berada di Banyuwangi, Jawa Timur.

Jaksa penyidik Kejati Bali, Akmal Kodrat mengungkapkan, dari hasil penangkapan tujuh unit kapal di Denpasar, Bali ini, pihaknya mendapatkan dua tersangka. Terkait empat unit kapal di Banyuwangi, Jawa Timur, Akmal mengatakan, Kejati Bali akan menindaklanjuti tersangka lainnya.

“Dua tersangka yang telah kami tahan, yakni FB selaku rekanan dari CV Fuad Pratama Perkasa, serta S selaku rekanan dari PT F1 Perkasa,” ungkap Akmal seperti dikutip antaranews.

Dalam kasus ini, tersangka S menjadi pemenang dalam pengadaan empat unit kapal Inkamnia 30 grosston (GT) milik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Tahun 2014 dengan nilai kontrak hampir Rp 6 miliar. Namun, PT F1 Perkasa tidak mengerjakan proyek sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dan kualitas spesifikasi kapal juga tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.

Akibat belum rampungnya kapal yang dikerjakan PT F1 Perkasa ini, kemudian proyek ini diambil alih CV Fuad Pratama Perkasa dengan nilai kontrak Rp 9,7 miliar untuk mengerjakan tujuh unit kapal Inkamina, termasuk empat kapal yang sebelumnya yang dikerjakan PT F1 Perkasa. 

"Dalam pengerjaan proyek kapal itu, CV Fuad Pratama mampu mengerjakan tujuh kapal sesuai kontrak, namun permasalahan timbul akibat salah satu spesifikasi kapal yang tidak sesuai perjanjian," tambah Ahmad Kodrat.

Sementara itu, Aspidsus Kejati Bali, Polin O Sitanggang mengatakan, saat ini akan fokus menyelesaikan perkara dua rekanan ini, karena bertanggungjawab dalam pengerjaan kapal tersebut. Polin menambahkan, dalam perkara korupsi dan mark up bantuan kapal yang rencananya bertujuan untuk mempermudah nelayan melaut ini terungkap antara kapal yang dibangun selain tidak sesuai dengan spesifi kasi, juga kapal tidak bisa digunakan.

"Awalnya proyek bantuan kapal ini ditangani oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, namun karena tidak selesai kemudian putus kontrak lalu diambil alih kementerian sesuai rekomendasi BPK. Tetapi kapal ikan tersebut tidak layak dan tidak bisa dipakai," pungkas Polin seperti dikutip posbali. (*)