Acara mengenang jasa-jasa almarhum Hanafi Rustandi yang dihadiri ITF di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (7/8) | Foto: eMaritim.com |
Jakarta,
eMaritim.com – Paska wafatnya mantan
Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi, organisasi yang fokus
terhadap hak-hak para pelaut ini tetap akan menjaga hubungan antara KPI dengan
keluarga almarhum. Hal tersebut diungkapkan Capt. Hasudungan Tambunan dalam acara mengenang jasa mendinag Hanafi Rustandi yang turut mengundang rekan-rekan almarhum di International Transport Workers’ Federation (ITF)
di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (7/9).
Capt. Hasudungan menceritakan sosok almarhum yang
gigih dan giat dalam bekerja, terlebih dalam memperhatikan hak-hak para pekerja
di bidang transportasi laut. Ia menambahkan, inisiasi acara ini untuk mengenang jasa-jasa almarhum semasa hidupnya. Selain di KPI,
almarhum juga memiliki hubungan yang erat dengan ITF.
“Karena almarhum merupakan bagian dari ITF se-Asia,
maka kami undang juga rekan-rekan ITF. Banyak rekan-rekan ITF yang mengenal
almarhum cukup dekat. Terlihat saat mereka menceritakan rutinitas yang erat
kaitannya dengan almarhum,” ujar Ketua KPI, Capt. Hasudungan Tambunan kepada
eMaritim.com.
Menurut Capt. Hasudungan secara pribadi, almarhum
merupakan orang yang tidak mau berhenti kerja. Dengan kepergian almarhum, ia
merasa kehilangan. Apalagi banyak ide-ide yang belum tersalurkan. Ia
menambahkan, jika mengutip pernyataan anak sulung almarhum, bahwa separuh hidup
almarhum dihabiskan di dalam pesawat.
“KPI akan menjaga komunikasi dengan keluarga
almarhum, baik istri maupun anak-anaknya,” kata Capt. Hasudungan.
Berkaitan dengan ITF, Capt. Hasudungan mengatakan,
pihaknya juga akan tetap menjalin komunikasi dengan ITF di seluruh dunia,
mengingat almarhum merupakan bagian dari ITF se-Asia. Meski yang hadi dalam
acara ini hanya sebagian dari ITF se-Asia, KPI akan melakukan silaturahmi
ke ITF di Uni Eropa.
“Ke depan kami berharap kepada seluruh rekan-rekan
untuk bekerjasama lebih intensif. Jangan sampai kerjasama antar satu dengan
yang lainnya justru berkurang. Kami juga akan berusaha tetap menjaga
silaturahmi dan memperkenalkan kepengurusan KPI terutama ke ITF Uni Eropa yang
kali ini tidak bisa hadir pada haul almarhum hanafi. Padahal sea farers yang bekerja di eropa itu lebih
dari 50 ribu pelaut. Jadi nanti kita akan coba sowan ke ITF Uni Eropa,” jelas
Capt. Hasudungan.
Anak bungsu dari almarhum, Prana Fithanzia
mengungkapkan kedekatannya dengan ayahanda. Ia mengatakan, saat almarhum sedang
ada pertemuan dengan rekannya di luar negeri, almarhum selalu mengajak dirinya
dikala waktu luang.
“Ayah ingin memperlihatkan rutinitas kerjanya kepada
saya saat itu. Ayah mengajarkan saya banyak hal. Saya merasa berat kehilangan
sosok seorang ayah,” ungkap Prana.
Ia menambahkan, momen yang paling diingat olehnya
yaitu saat waktu liburan tiba. Prana dan ayahanda hanya pergi berdua untuk
menghabiskan waktu liburan mereka. Sebelum ayahnya meninggal pun, keluarganya tidak
merasakan pertanda apapun.
“Ini membuktikan bahwa kematian bisa terjadi siapa
saja, kapan saja, dan di mana saja. Kematian merupakan hal yang normal,” tutur
Prana.
Saat ditanya sosok ayah dalam pekerjaannya, Prana
mengaku tidak akan mengikuti jejak almarhum. Ia justru lebih tertarik pada
dunia politik. Selain itu, ia juga hobi menulis. Namun, tidak menutup
kemungkinan akan terus menjalin komunikasi dengan KPI dan ITF.
“Ayah saya merupakan figur di KPI. Jika KPI ingin
tetap menjalin komunikasi dengan kami paska ayah meninggal, saya rasa itu
bagus. Bahkan, menurut teman-teman almarhum, KPI tidak akan menjadi apa-apa
jika tidak ada ayah saya. Jadi untuk menghormati ayah dan keluarga merupakan
sesuatu hal yang bagus. Mungkin itu yang ayah saya mau. Karena KPI dan keluarga
kami cukup erat hubunggannya,” pungkas Prana. (vin)