FGD Pembahasan mengenai strategi percepatan pemberdayaan industri kemaritiman nasional |
Menteri
Perhubungan, Budi Karya Sumadi angkat bicara mengenai pentingnya pelaksanaan
asas cabotage di Indonesia. Sebab, dengan adanya layanan asas ini, maka ada
harapan baru untuk peningkatan industri angkutan laut nasional.
Dia
menambahkan, prinsip dari pelaksanaan cabotage adalah cara pemberdayaan
angkutan laut nasional yang memberikan iklim yang kondusif, guna memajukan
industri angkutan yang lebih baik. Antara lain dengan adanya kemudahan di
bidang perpajakan, permodalan, pengadaan, kontrak.
"Sebelum
adanya asas cabotage, sebagian besar layanan laut domestik dipenuhi kapal
bendera asing. Hal ini menyebabkan usaha angkutan laut nasional terpuruk,"
kata Budi di Hotel Borobudur, Jakarta saat Focus Group
Discussion (FGD) mengenai strategi percepatan pemberdayaan industri kemaritiman
nasional, Senin (25/9/2017) seperti dikutip Merdeka.
Sementara
itu armada kapal nasional melonjak dari 6,041 unit pada 2005 menjadi
24,046 unit pada 2016 yang terdiri dari armada angkutan laut pelayaran dan
angkutan laut khusus. Total kapasitas angkut meroket dari 5,67 juta GT pada
2005 menjadi 38,5 juta GT pada 2016. Hal ini juga seiring pertumbuhan jumlah
perusahaan pelayaran nasional yang terus terjadi.
Bukan hanya
di Indonesia, asas cabotage ini juga telah diterapkan di negara lain, seperti
Amerika Serikat (AS), Brazil, Kanada, Jepang, India, China, Australia, dan
Filipina untuk melindungi industri pelayaran nasional mereka
"Asas
cabotage merupakan hak eksklusif suatu negara untuk menerpakan peraturan
perundang-undangannya sendiri, dalam bidang darat air udara yang menjadi
wilayah lingkup kekuasaan negara tersebut," imbuh Menhub Budi.
Mengingat,
pelayaran niaga dan layanan rakyat memegang peranan yang sangat penting dalam
kegiatan pengangkutan pemindahan penumpang atau barang. Khususnya pelayanan
rakyat sebagai bagian dari potensi angkutan nasional, yang merupakan satu
kesatuan sistem transportasi nasional.
"Kita
ingin sekali bahwasannya industri angkutan nasional ini tumbuh dan kita dengan
kemampuan sendiri membangun sekira fungsi ke-ekonomian dan manfaat ke-ekonomian
itu akan kita kolek langsung," katanya.
Sementara
itu Sekretaris Umum INSA Budhi Halim mengatakan, dengan kekuatan yang cukup
besar, pelayaran nasional juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian
kargo domestik. Pada 2016, seluruh distribusi kargo domestik sudah terlayani
oleh kapal nasional dari total kargo 621 juta ton pada 2016.
Dalam
Undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran pada pasal 8 poin satu disebutkan
kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut
nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh awak
kapal berkewarganegaraan Indonesia. Sedangkan poin dua pada pasal yang sama
menyatakan, kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang
antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Pada pasal
56 disebutkan, pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional
dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat
industri perkapalan nasional yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan
semua sektor terkait.
Pada pasal
57 menerangkan pemberdayaan industri angkutan perairan nasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal 56 wajib dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan
fasilitas pembiayaan dan perpajakan, memfasilitasi kemitraan kontrak jangka
panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal, dan memberikan jaminan
ketersediaan bahan bakar minyak untuk angkutan di perairan.
Perkuatan
industri perkapalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib
dilakukan oleh Pemerintah dengan menetapkan kawasan industri perkapalan
terpadu, mengembangkan pusat desain, penelitian, dan pengembangan industri
kapal nasional, mengembangkan standardisasi dan komponen kapal dengan
menggunakan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan melakukan alih teknologi,
mengembangkan industri bahan baku dan komponen kapal.
Selain
itu, memberikan insentif kepada perusahaan angkutan perairan nasional
yang membangun dan/atau mereparasi kapal di dalam negeri dan/atau yang
melakukan pengadaan kapal dari luar negeri, membangun kapal pada industri
galangan kapal nasional apabila biaya pengadaannya dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, membangun
kapal yang pendanaannya berasal dari luar negeri dengan menggunakan
sebanyak-banyaknya muatan lokal dan pelaksanaan alih teknologi; dan memelihara
dan mereparasi kapal pada industri perkapalan nasional yang biayanya dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah.
Berdasarkan
hal itu, kata Budhi, setiap kebijakan yang dikeluarkan baik di tingkat pusat
maupun daerah yang berkaitan dengan transportasi laut harus mengedepankan
kebijakan asas cabotage, terutama yang terkait perbaikan iklim investasi
ataupun kemudahan berbisnis.
“Asas
cabotage adalah bentuk kedaulatan negara dan mandatory atau bersifat wajib
untuk negara. Asas cabotage Selain telah memberikan dampak yang signifikan pada
investasi di bidang pelayaran dan sektor terkait lainnya, juga menjadi penjaga
kedaulatan negara. Ini yang perlu kita jaga bersama untuk Indonesia.” katanya.
(*)