Menhub Akui Asas Cabotage Tingkatkan Armada Laut Nasional -->

Iklan Semua Halaman

Menhub Akui Asas Cabotage Tingkatkan Armada Laut Nasional

25 September 2017
FGD Pembahasan mengenai strategi percepatan pemberdayaan industri kemaritiman nasional
Jakarta, eMaritim.com – Asas Cabotage yang telah diratifikasi pada tahun 2005 oleh pemerintah Indonesia, menjadikan industri pelayaran nasional terus mengalami pertumbuhan pesat hingga saat ini dan untuk memberikan perlindungan pada pengusaha pelayaran lokal dalam berkompetisi didalam negeri.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi angkat bicara mengenai pentingnya pelaksanaan asas cabotage di Indonesia. Sebab, dengan adanya layanan asas ini, maka ada harapan baru untuk peningkatan industri angkutan laut nasional.

Dia menambahkan, prinsip dari pelaksanaan cabotage adalah cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim yang kondusif, guna memajukan industri angkutan yang lebih baik. Antara lain dengan adanya kemudahan di bidang perpajakan, permodalan, pengadaan, kontrak.

"Sebelum adanya asas cabotage, sebagian besar layanan laut domestik dipenuhi kapal bendera asing. Hal ini menyebabkan usaha angkutan laut nasional terpuruk," kata Budi di Hotel Borobudur, Jakarta saat Focus Group Discussion (FGD) mengenai strategi percepatan pemberdayaan industri kemaritiman nasional, Senin (25/9/2017) seperti dikutip Merdeka.

Sementara itu armada kapal nasional melonjak dari  6,041 unit pada 2005 menjadi 24,046 unit pada 2016 yang terdiri dari armada angkutan laut pelayaran dan angkutan laut khusus. Total kapasitas angkut meroket dari 5,67 juta GT pada 2005 menjadi 38,5 juta GT pada 2016. Hal ini juga seiring pertumbuhan jumlah perusahaan pelayaran nasional yang terus terjadi.

Bukan hanya di Indonesia, asas cabotage ini juga telah diterapkan di negara lain, seperti Amerika Serikat (AS), Brazil, Kanada, Jepang, India, China, Australia, dan Filipina untuk melindungi industri pelayaran nasional mereka  

"Asas cabotage merupakan hak eksklusif suatu negara untuk menerpakan peraturan perundang-undangannya sendiri, dalam bidang darat air udara yang menjadi wilayah lingkup kekuasaan negara tersebut," imbuh Menhub Budi.

Mengingat, pelayaran niaga dan layanan rakyat memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan pengangkutan pemindahan penumpang atau barang. Khususnya pelayanan rakyat sebagai bagian dari potensi angkutan nasional, yang merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional.

"Kita ingin sekali bahwasannya industri angkutan nasional ini tumbuh dan kita dengan kemampuan sendiri membangun sekira fungsi ke-ekonomian dan manfaat ke-ekonomian itu akan kita kolek langsung," katanya. 


Sementara itu Sekretaris Umum INSA Budhi Halim mengatakan, dengan kekuatan yang cukup besar, pelayaran nasional juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian kargo domestik. Pada 2016, seluruh distribusi kargo domestik sudah terlayani oleh kapal nasional dari total kargo 621 juta ton pada 2016.

Dalam Undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran pada pasal 8 poin satu disebutkan kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Sedangkan poin dua pada pasal yang sama menyatakan, kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.

Pada pasal 56 disebutkan, pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat industri perkapalan nasional yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.

Pada pasal 57 menerangkan pemberdayaan industri angkutan perairan nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 wajib dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan, memfasilitasi kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal, dan memberikan jaminan ketersediaan bahan bakar minyak untuk angkutan di perairan.

Perkuatan industri perkapalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib dilakukan oleh Pemerintah dengan menetapkan kawasan industri perkapalan terpadu, mengembangkan pusat desain, penelitian, dan pengembangan industri kapal nasional, mengembangkan standardisasi dan komponen kapal dengan menggunakan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan melakukan alih teknologi, mengembangkan industri bahan baku dan komponen kapal.

Selain itu,  memberikan insentif kepada perusahaan angkutan perairan nasional yang membangun dan/atau mereparasi kapal di dalam negeri dan/atau yang melakukan pengadaan kapal dari luar negeri, membangun kapal pada industri galangan kapal nasional apabila biaya pengadaannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, membangun kapal yang pendanaannya berasal dari luar negeri dengan menggunakan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan pelaksanaan alih teknologi; dan memelihara dan mereparasi kapal pada industri perkapalan nasional yang biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Berdasarkan hal itu, kata Budhi, setiap kebijakan yang dikeluarkan baik di tingkat pusat maupun daerah yang berkaitan dengan transportasi laut harus mengedepankan kebijakan asas cabotage, terutama yang terkait perbaikan iklim investasi ataupun kemudahan berbisnis.

“Asas cabotage adalah bentuk kedaulatan negara dan mandatory atau bersifat wajib untuk negara. Asas cabotage Selain telah memberikan dampak yang signifikan pada investasi di bidang pelayaran dan sektor terkait lainnya, juga menjadi penjaga kedaulatan negara. Ini yang perlu kita jaga bersama untuk Indonesia.” katanya. (*)