Batam, eMaritim.com - Kementerian Perhubungan cq. Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut meminta semua pihak untuk kompak menyingkirkan
tindakan melawan hukum yang dapat mengganggu kelancaran usaha di sektor
transportasi laut seperti yang diperlihatkan oleh para pihak yang bersengketa
terhadap Kapal kargo MV. Neha tipe bulk carrier berbendera Djibouti (sebelumnya
bernama MV. Seniha berbendera Panama) pada tanggal 7 Desember 2017 di Batam.
"Sebelumnya, kejadian serupa telah terjadi terhadap
kapal yang sama pada tanggal 25 November 2017 lalu," ujar Direktur
Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo di Jakarta pagi ini (20/12).
Aksi tersebut terjadi akibat adanya kasus perdata antara
pemilik kapal MV. Neha yaitu Bulk Blacksea Inc dengan agen pelayaran di
Pengadilan Negeri Klas IA Batam.
Dirjen Agus yang mendapatkan laporan dari Kepala Kantor
Pelabuhan Batam mengatakan bahwa perkara perdata tersebut pada akhirnya
dimenangkan oleh Bulk Blacksea Inc selaku pemilik kapal MV. Neha yang harus
dihormati keputusannya oleh semua pihak.
Karena proses hukum sudah ada keputusan dari pengadilan dan
pemilik kapal mengajukan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) maka Kanpel Batam
mengeluarkan SPB untuk kapal tersebut pada tanggal 25 November 2017 sesuai
dengan ketentuan dalam Permenhub No. PM 82/2014.
Sesuai laporan dr Kanpel Batam, persyaratan dalam memproses
SPB kapal tersebut sudah terpenuhi semua, sehingga pemberian SPB tersebut dapat
diberikan.
Namun demikian, kapal MV Neha tidak dapat berlayar
dikarenakan ada pihak-pihak yang bersengketa melakukan tindakan sendiri
sehingga kapal tidak bisa berangkat.
Tindakan inilah yang seharusnya tidak dilakukan dan hanya
aparat keamanan yang dapat melakukan tindakan tersebut.
"Setelah kejadian tersebut, pada tanggal 27 November
2017 Kanpel Batam telah memfasilitasi pertemuan terkait penyelesaian sengketa
kapal MV. Neha yang dihadiri oleh perwakilan Direktorat Polairud Polda Kepri,
Polresta Barelang Batam, Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemilik Kapal MV.
Neha untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada," kata Agus.
Hasil pertemuan dimaksud, pemilik kapal akan mengajukan SPB
kembali dan meminta pengawalan dari TNI AL Batam untuk menghindari kejadian dan
tindakan yg tidak kondusif. Namun, tindakan melawan hukum kembali ditunjukan
oleh pihak yang bersengketa dengan menahan kapal agar tidak berangkat kendati
SPB telah diterbitkan oleh Kanpel Batam pada tanggal 7 Desember 2017.
"Adapun kami selaku regulator di bidang transportasi
laut telah memproses SPB berdasarkan dokumen dan aspek kelaiklautan kapal
sehingga tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mengeluarkan SPB, apabila semua
syarat sudah dipenuhi," kata Agus.
"Para pihak harus saling menjaga, berkoordinasi dengan
pihak keamanan, tidak bertindak main hakim sendiri yang dapat mengganggu iklim
usaha transportasi laut di Indonesia serta mencoreng wajah Indonesia di dunia
maritim internasional," tegas Dirjen Agus.
"Untuk itu, saya meminta semua pihak agar menghormati keputusan hukum yang
ada, bersama-sama menjaga kondisi agar tetap kondusif, sehingga dunia
internasional tetap mempercayai Indonesia sebagai negara yang memiliki jaminan
keamanan yang baik untuk sektor transportasi laut," tutup Dirjen Agus.(*)