![]() |
(Kiri) Chandra Motik, Kuasa Hukum Bulk Blacksea Inc. (Tengah) Raef S Din, Direktur Bulk Blacksea Inc. (Kanan) Patrick Staf Bulk Blacksea Inc. |
Kapal tersebut ditahan tak boleh berlayar oleh 100 orang tak
dikenal dan menaiki kapal MV NEHA tanpa memiliki hak kewenangan. Menurut kuasa
hukum pemilik MV Neha Chandra Motik dari Kantor Hukum Chandra Motik Yusuf &
Associates mengatakan bahwa orang yang dianggapnya sebagai mafia pelayaran
tersebut mengancam nyawa crew kapal dengan menggunakan senjata tajam (seperti
golok, pistol, dan parang).
Hal ini mengingat, masih Chandra, bahwa Indonesia selaku
negara beradab sudah seharusnya memberikan perlindungan dan penegakan hukum
atas upaya-upaya pihak yang tidak bertanggung jawab . “terlebih lagi saat ini
Indonesia melalui Presiden Joko Widodo sedang berupaya mewujudkan sebagai
negara poros maritim dunia,” ungkap Chandra Motik kepada wartawan di Jakarta,
Rabu (20/12/2017).
Pada tahun 2013 lalu Kapal MV NEHA melakukan perbaikan (docking) di lokasi PT Drydock World
Pertama, Kelurahan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji Kota Batam. Namun pada 02
Oktober 2015 status kapal tersebut berubah menjadi kapal untuk dijual belikan
dan tanpa diketahui oleh pemilik kapal (Bulk Blacksea Inc.).
Awal kasus hukum MV NEHA ini berawal pada tanggal 1 Februari
2016, dengan munculnya gugataan dari Frans Tiwow (pembeli kapal) kepada PT
Persada Prima Pratama (tergugat I) yang mengaku telah mendapat kuasa dari Bulk
Blacksea Inc. Dalam perjanjian jual beli kapal MV NEHA seharga Rp.
15.500.000.000 (15,5 miliar rupiah) . Pembayaran dilakukan secara bertahap,
yaitu dengan total Rp 6.000.000.000 (6 miliar rupiah), pembayaran tahap pertama
telah dibayarkan pada tanggal 20 Oktober 2015.
Ditanggal yang sama Bulk Blacksea Inc. Juga menjadi tergugat
II oleh Frans Tiwow, dan dikasus yang sama muncul nama baru PT Pelayaran Jasa
Maritim Wawasan Nusantara yang juga turut digugat oleh Frans Tiwow karena telah
mempersulit penggugat ketika terjadi perselisihan antara penggugat dengan
tergugat dengan tidak memberikan informasi dan/atau data data terkait dengan
kapal MV NEHA.
Pada tanggal 21 Desember 2016, Majelis Hakim Perkara Nomor
15/Pdt.G/2016/PN.Btm. melalui Putusan itu mengabulkan gugatan Frans Tiwow
sebagian dengan verstek (karena para
tergugat tak pernah hadir dalam persidangan), emnyatakan tindakan para tergugat
terhadap penggugat merupakan perbuatan ingkar janji/wanprestasi, menyatakan sah
dan berharga sita jaminan (conservatoir
beslag) atas kapal MV NEHA.
Atas adanya putusan tersebut, Bulk Blacksea, Inc. Melakukan upaya
hukum yaitu perlawanan (pasal 129 ayat (1) HIR) kepada Frans Tiwow yang dengan
alasan bahwa:
1. Bulk Blacksea Inc, sama sekali tidak pernah
menerima relaas penggilan sidang perkara nomor 15/Pdt.G/2016/PN.Btm.
2. Bahwa tidak benar Bulk Blacksea Inc. Telah memberikan
kuasa kepada PT Persada Prima Pratama, atau pihak manapun untuk menjual atau
mengalihkan kapal MV NEHA kepada Frans Tiwow.
3. Bulk Blacksea Inc. Tidak pernah menandatangani
Letter of Authority No. BBIM/15923/PPP/2015 tertanggal panama, 23 September
2015 berdasarkan alasan diantaranya;
a)
Pada tanggal Panama, 23 September 2015 ternyata
Tn. Mustofa Er sebagai Direktur Utama Bulk Blacksea Inc. Tidak berada di
Republik Panama, melainkan berada di negaranya yakni Republik Turki yang
dibuktikan dengan salinan Pasport.
b)
Bahwa Letter of Authority tersebut yang dibuat
di Panama tidak penah dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan Kementerian
Luar Negeri Panama maupun Perwakilan (Kedutaan) Republik Indonesia di Negara
Panama.
4.
Bahwa karena Bulk Blacksea Inc. masih memegang
dan memiliki dokumen kepemilikan MV. NEHA serta tidak pernah memberikan kuasa
kepada pihak manapun untuk menjual atau mengalihkan hak kepemilikan kapal
tersbeut, maka dengan tegas Bulk Blacksea Inc. menyatakan tidak terikat maupun
tunduk pada:
a)
Surat perjanjian pengikat jual beli yang dibuat
dibawah tangan tertanggal 02 Oktober 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan
PT Persada Prima Pratama.
b)
Akta pengikat jual beli kapal No. 41 tanggal 20
Oktober 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan PT Persada Prima Pratama
maupun,
c)
Perjanjian kesepakatan pemindahan kapal
tertanggal 05 November 2015 yang dibuat antara Frans Tiwow dengan PT Persada
Prima Pratama.
5.
Bulk Blacksea Inc. tidak pernah menerima uang
pembayaran harga pembelian dari Frans Tiwow. Baik secara transfer maupun tunai.
Pada tanggal 16 November 2017 pemmilik kapal melaporkan
dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan sebagaimana di maksud dalam pasal
378 KUHP dan 263 KUHP dengan terlapor atas nama Frans Tiwow dan Bawole Roy N ke
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan tanda bukti lapor Nomor
TBL/849/XI/2017/Bareskrim
Tanggal 25 November 2017 Kepala Kantor Pelabuhan Batam telah
menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (port
clearance) atas kapal MV NEHA, namun gagal berlayar karena banyak orang
yang mengeksekusi kapal tersebut dengan membajak crew kapal MV NEHA agar kapal
tidak meninggalkan tempat, serta mengancam nyawa awak kapal dengan menggunakan
senjata tajam (seperti golok, pistol, dan parang)
Tanggal 27 November 2017 telah diadakan pertemuan terkait
penyelesaian sengketa kasus kapal MV NEHA yang difasilitasi oleh Kepala Kantor
Pelabuhan Batam dengan undangan yaitu; 1) Direktur Polairut Polda Kepri. 2)
Kapolresta Barelang Batam. 3) Kepala Badan Pembangunan (BP) Batam. 4) Pemilik
kapal MV NEHA.
Tanggal 5 Desember 2017 BP Batam telah menerbitkan Surat
Permohonan Keberangkatan Kapal (SPKK) ditujukan kepada Kepala Kantor Pelabuhan
Batam sebagai dasar Syahbandar Batam untuk menerbitkan Surat Persetujuan
Berlayar (port clearance).
Tanggal 6 Desember 2017 Kepala Kantor Pelabuhan Batam telah
kembali menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (port clearance) atas kapal MV NEHA.
Tanggal 7 Desember 2017 pada saat kapal telah kembali siap
untuk berlayar, kejadian yang sama terulang, beberapa orang yang tidak dikenal
dan tidak memiliki kewenangan kembali naik ke atas kapal MV NEHA. Mereka kembali
melakukan penahanan keberangkatan kapal dan mengancam keselamatan kru kapal.
Menurut Chandra Motik dengan adanya peristiwa penghalangan
keberangkatan kapal oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan tidak memiliki
kewenangan tersebut, akan mencoreng nama baik dan Citra Indonesia dimata dunia
International. Terlebih lagi Indonesia
baru saja terpilih sebagai anggota Council
International Maritime Organization (IMO).
Direktur Bulk Blacksea Inc. Raef S Din mengatakan bahwa pasca
kejadian ini, pihaknya tak akan mau kembali berlayar ke Indonesia ataupun
berbisnis dengan perusahaan pelayaran Indonesia, karena masih banyaknya
kejahatan atau mafia dalam dunia pelayaran yang akan merugikan perusahaan
pelayaran International. Seperti perusahaan garapannya.
“Pengeluaran kami
(Bulk Blacksea Inc.) sehari 6000 USD kali selama 100 hari kerugian kami, bisa hitung berapa
kerugian kami atas kejadian ini,” ungkapnya didepan awak media.(Hp)