Sudah Saatnya Pengurus Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Mundur. -->

Iklan Semua Halaman

Sudah Saatnya Pengurus Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Mundur.

11 Maret 2018
Surabaya, 28 Februari 2018


Salah satu aspek penyebab mandek nya dunia kepelautan di Indonesia adalah tidak bekerjanya Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) seperti yang diharapkan banyak pihak. Organisasi Pelaut yang dahulunya berkantor di kampus Akademi Ilmu Pelayaran Ancol tersebut saat ini benar benar terbenam dalam problem yang diciptakannya sendiri.

Pada Desember 2017 Mathias Tambing, Sonny Patiselano dan kelompoknya berhasil memaksakan Kongres Luar Biasa yang direkayasa dan tidak diketahui orang lain, mereka mengganti Ketua KPI saat itu Capt Hasudungan Tambunan, karena dianggap sebagai orang baru yang membahayakan.

Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano yang sudah berada di markas KPI lebih dari 20 tahun cemas akan adanya usaha memeriksa keuangan KPI dari pihak luar, mereka bergerak cepat mengamankan posisi mereka, dan Capt Hasudungan yang dianggap ancaman berhasil digeser. Maka kini dua orang yang bukan pelaut tersebut,  sementara waktu bisa gagah gagahan menguasai KPI.

                       Mathias Tambing (kacamata) 
Kecemasan Mathias dan Sonny,  karena KPI tidak pernah mampu membuat laporan keuangan yang selalu dikutip dari 35.000 anggota sebesar USD 15 per kepala perbulannya. Jika setahun mereka mampu mengumpulkan 80 milyard, maka selama 20 tahun dikuasai kelompok lama tersebut bisa dihitung berapa yang semestinya dikumpulkan.

Dalam menjawab pertanyaan eMaritim tentang perlu tidaknya keuangan KPI di audit, ketua KPI Samarinda Amrullah mengatakan:
"Hal ini sangat perlu karena merupakan kewajiban organisasi kepada anggotanya dan merupakan tanggung jawab pengurus, apalagi di era keterbukaan saat ini dimana seluruh organisasi melakukan sistem manajemen terbuka, mandiri dan transparan dalam pengelolaan keuangannya"

                        Sonny Pattiselano (berdiri) 
Sementara Ketua Pelaut Kepulauan Riau Capt Andi Seri mengatakan bahwa: "Kita berharap Ditkapel mau membantu, dan untuk itu dibutuhkan suara dari pelaut tentang masa depan union nya"
Majunya pelaut negara tetangga seperti Filipina, Myanmar, India dan negara lain, tidak luput dari support serikat pekerja mereka. Sebuah union yang memperjuangkan kepentingan anggotanya bahkan sampai ke manca negara sekalipun mereka memiliki perwakilan-perwakilan.

Yang menjadi masalah KPI adalah pengurus union tersebut bukanlah konstituen dari para pelaut, tidak ada rasa persaudaraan, tidak pernah bergabung di komunitas pelaut,  bahkan terkesan menghindar jika harus menghadapi kelompok Perwira Pelayaran Niaga.

Dengan sudah diratifikasinya MLC 2006 menjadi UU no. 15 Ketenaga Kerjaan, aturan mengenai pelaut mengacu pada hal tersebut disamping UU dan aturan dibawah Kementerian Perhubungan. Pada rapat membahas Perlindungan Pekerja Pelaut dengan LKP Tri Partid Nasional sebulan lalu, KPI tidak hadir di saat yang penting tersebut dan malah Kesatuan Pelaut Samarinda, Kesatuan Pelaut Riau dan Kesatuan Pelaut Palembang yang perduli dan menghadirinya.


Selama jumlah keuangan KPI terus dirahasiakan, maka selama itu pula mereka seperti organisasi bawah tanah yang takut melihat komunitasnya.

Ketua Serikat Pelaut Indonesia (Serpindo), Subagyo Sastro mengatakan:"Ketua KPI harus orang yang bebas dari kepengurusan lama dan Jabatan tersebut mutlak harus dipegang oleh orang yang yang pernah berprofesi pelaut yang jelas".

Sudah seharusnya Ditjen Hubla khususnya Ditkapel turun tangan membenahi ini. Sinyal kuat penolakan terhadap KPI sangat nyata dengan munculnya berbagai organisasi dan serikat pelaut di Indonesia. Jangan sampai iuran pelaut di KPI  dipakai untuk agenda politik pengurusnya, atau hal lain diluar kepentingan pelaut. Mathias Tambing juga diketahui sebagai Anggota Dewan pengawas BPJS selain sebagai  Wakil Ketua KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Sudah terlalu lama pemerintah tidak perduli hal ini, membenahi KPI adalah Kewajiban bersama seluruh komunitas pelaut di Indonesia dan pemerintah.(jan)