Tol Laut, Belajar Dari Saudagar Dan Masa Lalu -->

Iklan Semua Halaman

Tol Laut, Belajar Dari Saudagar Dan Masa Lalu

05 Maret 2018
Surabaya, 5 Maret 2018

Siapakah yang mengajarkan cara berniaga kapal kapal PLM (Perahu Layar Motor) yang masih banyak berlayar di perairan Indonesia? Sulit mencari referensi siapa yang mengajarkan ketangguhan para saudagar pemilik kapal kapal kayu itu dalam berniaga. Mereka sudah melewati masa puluhan tahun bahkan ratusan tahun melakukan pelayaran antar pulau dengan membawa berbagai komoditas, dan tetap akan ada selama NKRI berbentuk archipelago.


Tanpa perlu repot repot sekolah tinggi dan banyak teori, mereka mampu menghadapi berbagai  macam krisis dan perubahan kebijakan di negara ini. Sebuah kata kunci yang mereka pahami adalah mereka selalu berlayar FULL and DOWN, penuhi kapal dengan muatan baru berlayar. Para saudagar tradisional itu paham betul apa yang dimaksud hubungan Demand and Supply dari angkutan laut, dengan cara mempelajari neraca komoditas antar pulau, walau skalanya kecil. Kejelian mereka memprediksi muatan apa yang akan dibawa dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain membuat mereka kebal krisis, dan mereka melayarkan kapalnya untuk alasan yang sangat kuat yaitu berniaga.

Sudah dari jaman dahulu terjadi perdagangan antar pulau bahkan antar negara, dan alasan itulah yang membuat orang membuat atau menambah armada kapal sebagai moda pengangkutnya. Hanya kapal perang, kapal dengan misi khusus dan kapal leisure yang tidak perduli dengan muatannya, tetapi kapal misi khusus pun tetap dibayar dengan skema Time Charter, seperti kapal kapal lepas pantai.

Lalu bagaimana kapal kapal layar tradisional tersebut bisa bertahan hidup disaat industri pelayaran sedang sakit seperti sekarang ini? Jawabannya adalah sebuah kalimat klasik yang menandakan urutan kepentingan,  ship follows the trade and port grows after the ship. Dengan bentuk pelabuhan yang simpel, cara sandar yang simpel, bongkar muat yang simpel dan perizinan yang tidak serumit kapal besi, mereka terus mampu mengarungi luasnya Indonesia dari waktu ke waktu.

Muatan adalah penggerak utama kapal, dan pelabuhan tempat kapal melakukan kegiatan bongkar muat. Hubungan antara Primer,  Sekunder dan Tertier di pola niaga kapal jenis ini masih terjaga dengan baku dan baik.

Cobalah tawarkan ke mereka untuk mengoperasikan kapal kapal Tol Laut dengan subsidi besar besaran, pasti mereka menolaknya. Karena kata kunci FULL and DOWN tidak tercapai selama pelayaran nya. Sekuat apapun pelayaran bertahan, pada akhirnya akan jatuh juga jika 7 kewajiban finansialnya tidak bisa terpenuhi. Urutan kewajiban finansial yang dimulai dari pinjaman/ loan, bunga bank, biaya sertifikat, biaya consumables, gaji ABK, perawatan kapal,  dan biaya docking apabila tidak bisa di pos kan, maka cepat atau lambat akan menggerogoti ketahanan pelayaran dalam  melayarkan kapalnya.

Kapal kapal Tol Laut yang tidak harus membayar balik 2 komponen pertama saja, tetap harus memiliki 5 komponen biaya lainnya. Tetapi kenapa tidak banyak perusahaan yang tunjuk tangan jika ditawarkan untuk mengoperasikannya, yang ada adalah penugasan.

Bertumbuhnya ekonomi dengan bantuan subsidi yang tepat, akan cepat mensejahterakan suatu daerah, tetapi apabila kurang tepat maka yang terjadi adalah pemboroson uang negara yang notabene adalah uang masyarakat juga.

Jika ditanyakan kepada mayoritas pelaku pelayaran,  mana yang lebih penting di subsidi? pelabuhan, kapal atau menciptakan industri di daerah daerah yang membutuhkan.


Maka belajarlah dari para saudagar kapal layar motor atau kepada para pemilik kapal. Puluhan tahun lalu pemerintah Indonesia tidak menyebutnya Tol Laut, tapi memindahkan penduduk dari pulau yang padat ke pulau yang sedikit penduduknya pada akhirnya akan menciptakan industri-industri di pulau yang dulunya sepi tersebut. Itulah salah satu cikal bakal perdagangan antar pulau, sumber daya manusia!  disamping sumber daya alamnya yang ada.

Berlayarlah ke Kalimantan, atau pantai timur Sumatera maka kita tidak akan kembali dengan kapal kosong. Disana sudah menjelma menjadi daerah penghasil TRADE untuk SHIP. Terlalu banyak contoh yang bisa dipakai untuk mengembangkan ekonomi antar pulau,  atau bahasa jaman now nya adalah menekan disparitas harga. Learn from the past, learn from the expert, and you'll never get lost.(Capt. Zaenal A Hasibuan)