IPERINDO Keluhkan Lambannya Pengurusan Ijin Status TUKS dan Tersus di Kemenhub -->

Iklan Semua Halaman

IPERINDO Keluhkan Lambannya Pengurusan Ijin Status TUKS dan Tersus di Kemenhub

02 April 2018
Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta, eMaritim.com – Masih belum optimalnya pengurusan izin penggunaan status Terminal untuk kepentingam sendiri (TUKS) dan terminal khusus (Tersus)  di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut  (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan dikeluhkan oleh para pelaku usaha galangan kapal, khususnya Ikatan Perusahaan Industri Kapal Indonesia (Iperindo).

Padahal sesuai Instruksi Dirjen Perhubungan Laut Nomor UM008/99/20/DJPL-17, batas waktu pengurusan izin sampai 30 Juni 2018. Surat itu juga mengultimatum pelaku usaha bila sampai 1 Juli 2018 belum melengkapi persyaratan PM 20/2017 tentang TUKS dan Tersus, seluruh kegiatan  digalangan dihentikan.

Sementara banyak pelaku usaha galangan mengaku  telah mengajukan pengurusan sejak Desember 2017 dan dinyatakan memenuhi syarat mengelola status izin TUKS dan Tersus oleh Direktorat  Kepelabuhanan  Ditjen Hubla, namum hinggga kini belum ditandatangani.

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal Indonesia (Iperindo) Eddie Kurniawan Logam mengatakan,  batas waktu yang diberikan  sangat pendek atau 30 Juni 2018, namun pelayanan penyelesaian perizinan status  TUKS maupun Tersus progresnya tidak ada jejelasan, padahal  persyaratan teknis sesuai regulasi telah dipenuhi.

"Kami sudah menanyakan kepada pihak Direktur Kepelabuhanan Ditjen Hubla, dinyatakan sudah memenuhi syarat dan menunggu ditandatangani pak Dirjen Perhubungan Laut. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada kejelasan," tutur Eddie.

Dijelaskan, dari seluruh permohonan pengurusan yang sudah masuk dan dinyatakan memenuhi syarat belum ada satupun yang ditandatangani. " Anggota Iperindo sudah memenuhi persyaratan, termasuk Amdal, tapi belum ada kejelasan. Sementara batas waktu kepemilikan  izin status TUKS dan Tersus berakhir Juni, lewat dari batas waktu yang telah ditentukan kami semua berhenti operasi," kata Eddie, yang mengaku sudah beberapa kali menanyakan progres ke Dirjen Perhubungan Laut namun tidak memdapat  jawaban.

Pemenuhan peryaratan yang diwajibkan dalam pengurusan izin status TUKS maupun Tersus sudah lama dilakukan, dan izin Amdal telah dikeluarkan namun terhambat di Ditjen Perhubungan Laut.

"Kasian tuh anggota Iperindo sudah ngeluarin biaya. Untuk pengurusan Amdal biaya yang dikeluarkan  70 sampai 90 juta. Belum lagi waktu pengurusan yang kami rasakan cukup lama meskipun telah memenuhi persyaratan," tegas Eddie.

Kewajiban bagi pengusaha galangan kapal mengantongi izin status TUKS karena ada arus keluar barang dari galangan melalui jalur air. " Kami sadari itu, kami penuhi semua persyaratan, tapi kamai juga terganjal karena pak Dirjen Belum menandatangani," tuturnya.

Para pelaku usaha berharap,  ada respon dan kepastian hukum dari Dirjen Perhubungan Laut terhadap izin TUKS dan Tersus yang sudah diajukan. "Kalau memang masih ada persyaratan yang belum dipenuhi, ya harus dikasih tahu, jangan didiamkan, ditanya juga tidak ada respon, jangan sampai pada batas waktu yang sudah ditentukan baru kami dikasih tahu ada persyaratan yang kurang,  ini kan bikin susah kami," ungkapnya.

Sejak adanya regulasi terkait status TUKS dan Tersus, lanjut Eddie, Iperindo telah mensosialisasikan  kepada para anggota untuk segera mengajukan permohonan sehingga setiap galangan dapat beroperasi tanpa hambatan.

Kendalanya adalah, proses mendapatkan izin tersebut cukup rumit dan memerlukan biaya yang cukup besar, karena salah satu syarat adalah harus memiliki Amdal dan kajian lainnya terhadap lalu lintas alur air.

Dalam catatan Iperindo lebih dari sepuluh galangan anggota yang telah mengajukan dan melengkapi persyaratan yang diminta oleh Dirjen Perhubungan laut dan semua data tersebut telah dilengkapi sejak akhir 2017. Namun hingga hari ini belum ada satu izin pun yang diterbitkan oleh Dirjen Perhubungan laut.

Pelaku Industri galangan resah karena di beberapa daerah, pihak kepolisian telah mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana karena membangun dan mengoperasikan terminal khusus tanpa izin.

Kami berharap agar Dirjen Perhubungan Laut segera meresponi permasalahan ini, karena iklim bisnis yang kondusif sangat dibutuhkan oleh industri galangan dalam mensukseskan program Poros Maritim Dunia," jelasnya. (*/hp)