14 Cara Melindungi Jembatan Dari Resiko Tertubruk Kapal -->

Iklan Semua Halaman

14 Cara Melindungi Jembatan Dari Resiko Tertubruk Kapal

01 Mei 2018
Surabaya, 1 May 2018

(jembatan Mahakam) 

Belum adanya kejelasan penataan lalu lintas kapal di sungai untuk melewati jembatan-jembatan di Indonesia menjadi faktor penentu tertubruknya jembatan oleh kapal atau tongkang yang lewat secara terus menerus. Bahkan setelah diwajibkan menggunakan pandu dan tunda juga, kecelakaan ini tetap terjadi. Karena umumnya yang banyak melewati sungai dan jembatan di Indonesia adalah jenis tug and barge, tulisan ini lebih menekankan pada cara operasi tug dan barge di sungai-sungai Indonesia.

Sebaiknya kita berhenti untuk selalu menyalahkan Nakhoda kapal yang nahas. Sepandai apapun seorang nakhoda bermanuver, tetapi ketika harus menarik tongkang berbobot 7000 ton dibelakang serta arus sungai yang mendorong nya, maka siapapun akan kesulitan mengontrol arah laju kapal/ tongkang.

Bahwa dalam bermanuver yang baik setiap kapal harus melakukannya di saat air tenang atau bermanuver melawan arus adalah hal yang sulit dilakukan di area seperti Banjarmasin, Samarinda, Palembang, Jambi, Pontianak dan daerah hulu sungai lainnya di Indonesia. Hampir pasti tug boat dan tongkang di daerah seperti itu berlayar didorong arus pada kondisi muatan penuh menuju muara atau laut. Dan itu adalah kondisi tersulit untuk bisa selalu mengontrol arah tongkang dibelakangnya.

Lalu apakah kita menyerah saja dengan keadaan itu? Filosophy bernavigasi You can't beat the weather or nature,  you can only play with it harus dipahami. Kita tidak bisa menahan laju arus sungai, tapi kita gunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan manusia. Oleh sebab itu, jika terjadi kecelakaan jangan sekalipun menyalahkan alam.

(Push and pull Tug Boat) 

Ada lebih dari 14 cara bisa dilakukan untuk melindungi kaki jembatan disungai agar tidak tertubruk oleh kapal-kapal/ tongkang yang lewat. Berikut adalah hal yang umum didapati di negara-negara yang memiliki banyak kapal yang benavigasi di dalam sungai.

1. SOP (Standard Operational Procedure) melewati jembatan, disertai pengaturan zona pengawasan per region baik pengamatan radar, radio dan reporting point harus dibuat.

2. Pengaturan kapan kapal boleh jalan dan kapan menunggu harus ditentukan. 

3. Sebelum kaki jembatan, dibuatkan sepasang pile (dolphin) atau marking buoy di kiri dan kanan sebagai acuan bahwa haluan kapal harus selalu sejajar dengan rangkaian pile/ marking buoy tersebut.

4. Waiting Dolphin/Jetty dan Mooring buoy harus dibuat di kedua sisi jembatan untuk kapal menunggu sampai saat yang diijinkan untuk lewat. 

5. Kapal Tug Boat harus memiliki Pusher knee yang besar dan kuat untuk posisi push jika dibutuhkan mendorong tongkang. Tug harus baik dalam posisi push and pull.

6. Tanda signal lampu merah dan hijau yang bisa dilihat dari jauh, menandakan kapal boleh jalan atau harus menunggu. 

7. Tanda keterangan kekuatan arus sungai harus mudah dilihat oleh kapal dari kedua sisi sungai, atau secara berkala di publikasi lewat radio.

8. Tanda Air Draft di kolong jembatan harus jelas terbaca oleh kapal dari kedua sisi. 

9. Nakhoda/ Navigator harus berpengalaman, dilakukan asessment oleh organisasi profesi yang professional dibidang kompetensi navigator.
 
10. Untuk tug dan tongkang yang melewati jembatan harus memiliki sertifikat Bollard Pull dan dilakukan test secara berkala oleh lembaga independen yang bekerja untuk pemerintah daerah.

11. Penguatan kaki jembatan adalah faktor lain yang harus bisa dibuat, misalnya dengan mendangkalkan area sekitar kaki jembatan atau dengan sistem Dolphin yang kuat. Ini adalah faktor yang bisa mengeliminir resiko jembatan rusak tertubruk kapal. 

12. Desain tongkang berbanding tug boat penariknya harus disesuaikan, rasio kekuatan bollard pull berbanding displacement yang ditarik harus sesuai aturan klas atau persaratan industri.

13. Posisi pandu (jika ada dan diminta) harus berada di kapal yang di tundanya/ tongkang untuk mengarahkan dan memberikan advice kepada kapal penariknya dan pendorongnya bukan diatas towing tug didepan tongkang.

14. Kapal assistance (jika ada dan diminta) harus memiliki kemampuan mesin baik, memiliki penampang haluan lebar atau dibuatkan Pusher Knee, memiliki winch untuk mengencangkan tali, memiliki haluan rendah dan memiliki crane. Ini untuk meyakinkan kapal ini mampu menahan bobot dan laju tongkang dengan mesinnya.

Kajian pemerintah dan pemerintah daerah dalam menentukan cara perlindungan aset nasional seperti jembatan sudah seharusnya melibatkan para ahli dari berbagai pihak, agar hasilnya benar benar sesuai dengan mengeliminasi atau mereduksi resiko itu sebaik-baiknya.

Semua hal yang dijabarkan diatas bisa dipakai sebagai dasar melindungi jembatan dari resiko tertabrak kapal, sementara kegiatan pemanduan dan tug assist dikolong jembatan bukanlah hal satu-satunya yang bisa menjamin bahwa kapal tidak akan menubruk jembatan, karena hazard nya tetap tidak dilindungi secara komperhensip.

Ini sudah terbukti di Samarinda di bulan Februari dan April 2018 bahwa tug assist dan pandu bukan faktor satu-satunya untuk mengeliminasi resiko jembatan ditabrak kapal. Masih banyak cara yang bisa dilakukan dengan benar.(zah) 

catatan Capt Zaenal A Hasibuan,  a proud member of IKPPNI