Pentingnya Regulasi Arrest of Ship di Industri Pelayaran -->

Iklan Semua Halaman

Pentingnya Regulasi Arrest of Ship di Industri Pelayaran

09 Mei 2018
Ilustrasi | Istimewa
Jakarta, eMaritim.com - Masih minimnya tingkat kepercayaan perbankan terhadap industri pelayaran menyebabkan perusahaan pelayaran kesulitan mengajukan pinjaman untuk pembiayaan kapal. Selain itu, bunga perbankan yang cukup tinggi juga menjadi kendala dalam pembiayaan kapal dalam negeri.

Meskipun pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sudah meratifikasi konvensi internasional pengambilan kapal (arrest of ship), namun hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan regulasi turunannya.

Menurut Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim, belum diterbitkannya regulasi turunannya masih menjadi alasan perbankan enggan menggelontorkan dananya untuk pembiayaan kapal.

“Yang bermasalah sampai dengan saat ini aturan turunannya/juklak (petunjuk pelaksana). Akibatnya perbankan dan pendanaan tidak dapat melakukan penahanan kapal bila debitornya wan prestasi,” kata Budhi Halim kepada eMaritim di Jakarta.

Budhi mengatakan Indonesia saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 222 dan 223 dimana penahanan kapal hanya dapat dilakukan setelah ada instruksi tertulis dari keputusan pengadilan.

Akibatnya, lanjut Budhi, pendanaan kapal akan sulit bahkan pendanaan dari perbankan asing tidak akan pernah masuk mendukung industri pelayaran nasional. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah bagi stakeholder pelayaran mengingat program pemerintah yang sedang meningkatkan konektivitas antar pulau.

Budhi berharap pemerintah melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secepatnya mengimplementasikan arrest of ship dengan regulasi turunannya yang jelas dan tegas.

Guna memenuhi kebutuhan armadanya, maka tak heran kalau perusahaan pelayaran lebih memilih mendatangkan kapal impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari-Februari 2018 nilai impor kapal dan bangunan terapung mengalami peningkatan yang siginifikan.

Tercatat, nilai impor kapal dan bangunan terapung pada Februari 2018 mencapai US$105,4 juta atau naik 120,5 persen dibandingkan Januari 2018 senilai US$ 47,8 juta. Secara kumulatif impor kapal dan bangunan terapung periode Januari-Februari 2018 mencapai US$153,3 juta atau naik 31,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$116,4 juta.

Adanya insentif pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tertuang dalam PP No. 69 Tahun 2105 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu Yang Tidak Dipungut PPN, juga menjadi salah satu faktor yang merangsang pertumbuhan impor kapal.(hp)