Bali Menjadi Wilayah Pertemuan Regional Perlindungan Lingkungan Maritim di Kawasan Asia Tenggara -->

Iklan Semua Halaman

Bali Menjadi Wilayah Pertemuan Regional Perlindungan Lingkungan Maritim di Kawasan Asia Tenggara

25 Juni 2018

Direktur Jendral Perhubungan Laut Agus Purnomo sedang menyampaikan pidato di acara FHRM MEPSEAS Project

Denpasar, eMaritim.com  – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan the First High-Level Regional Meeting of Marine Environment Protection of South East Asia Seas Project (FHRM MEPSEAS Project) pada tanggal 25 s.d. 27 Juni 2018 di The Trans Resort Seminyak, Bali.

FHRM MEPSEAS Project merupakan pertemuan pertama antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terlibat dalam MEPSEAS Project antara lain Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar serta Tim Nasional dan Tim International Maritime Organization (IMO) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tiap negara yang terlibat dalam mengimplementasikan konvensi-konvensi perlindungan lingkungan maritim yang ditetapkan oleh IMO.

Keempat konvensi perlindungan lingkungan maritim tersebut yaitu Anti-Fouling System (AFS) Convention, Ballast Water Management Convention (BWMC), MARPOL dan London Convention/Protocol.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut R. Agus H. Purnomo, keselamatan angkutan laut merupakan hal yang sangat penting sehingga pada pertemuan ini negara-negara ASEAN memiliki komitmen bersama untuk menerapkan konsep keselamatan maritim yang ditetapkan sesuai standar IMO.

"Sekitar 40 persen kapal-kapal di dunia berlayar melalui perairan ASEAN. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya ASEAN bagi dunia sehingga kita dapat menunjukkan kepada dunia bahwa negara-negara ASEAN itu kompak dan solid dalam menerapkan keselamatan pelayaran serta perairan ASEAN aman untuk dilalui oleh kapal-kapal," kata Dirjen Agus saat membuka pertemuan FHRM MEPSEAS, Senin (25/6).

Dirjen Agus menjelaskan bahwa MEPSEAS Project merupakan kegiatan IMO di kawasan Asia Tenggara, yang tidak hanya terkait keselamatan pelayaran tetapi juga untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim, sebagai kelanjutan dari projek IMO-NORAD
tahap 1 yang telah berlangsung pada tahun 2013 s.d. 2016, dimana Indonesia mendapat dukungan terkait dengan aksesi Ballast Water Management Convention, 2004 (BWMC, 2004).

Dalam pertemuan ini sekaligus juga dilakukan launching MEPSEAS Project di mana projek ini akan berlangsung selama 4 (empat) tahun yaitu dari tahun 2018 s.d. 2021 dengan fokus pada implementasi instrumen IMO dalam bidang perlindungan lingkungan maritim.

Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Junaidi selaku Ketua Delegasi Indonesia

menjelaskan, pertemuan ini difokuskan pada perlindungan lingkungan maritim di wilayah Asia Tenggara. Kerjasama ini merupakan yang pertama dan ke depan selama 4 (empat) tahun akan ditunjuk konsultan nasional untuk projek MEPSEAS ini.

"Dalam pertemuan ini juga akan dibahas kegiatan kerjasama regional yang akan dilakukan dalam 4 (empat) tahun masa projek dan menyepakati roadmap menuju implementasi efektif dari konvensi terkait perlindungan lingkungan maritim yang menjadi prioritas masing-masing negara," papar Junaidi.

Junadi menambahkan, salah satu program Indonesia terkait lingkungan maritim adalah untuk mengurangi sampah plastik. Hingga tahun 2025 Indonesia berkomitmen untuk mampu menurunkan 70 persen sampah di perairan, yang tidak hanya berasal dari sampah operasional kapal tetapi banyak sampah juga yang berasal dari darat.

Secara substansi, sebagaimana dalam setiap pertemuan tingkat tinggi, masing-masing Negara yang terlibat akan menyampaikan country presentation yang berisi laporan posisi perkembangan terakhir terkait konvensi yang menjadi fokus negara tersebut.

"Pada kesempatan ini Indonesia akan menyampaikan posisi terkait AFS dan BWMC di mana Indonesia terlibat aktif dalam pengajuan aksesi BWMC, 2004 sehingga pada akhir tahun 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015 telah berhasil meratifikasi BWMC dimaksud," imbuh Junaidi.

Selain itu, akan dibahas juga mengenai pembentukan National Task Force (NTF) yang terdiri dari unsur Kementerian/Lembaga terkait serta penyiapan National Work Programme, National Action Plan dan National Policy sebagai tindak lanjut kegiatan, yang disiapkan oleh konsultan nasional dengan dukungan penuh unsur NTF lainnya.

"Keikutsertaan Indonesia dalam forum ini menunjukkan peran aktif Indonesia di dunia internasional dalam meningkatkan kerja sama Negara-negara anggota IMO untuk melindungi lingkungan maritim khususnya di kawasan Asia Tenggara," pungkas Junaidi.

Selain perwakilan Tim Nasional dari 7 negara ASEAN, turut hadir dalam pertemuan ini antara lain perwakilan dari IMO, NORAD, SekretatiatTokyo MOU, Sekretariat Tetap ASEAN, PEMSEA dan WIMA Asia. Sementara bertindak sebagai chair person yaitu Direktur Perkapalan dan Kepelautan Dwi Budi Sutrisno, Head of Delegation Delegasi Indonesia Direktur KPLP Junaidi, hadir pula Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Internasional Duta Besar Dewa Made Sastrawan dan Tim IMO untuk MEPSEAS Project yang dipimpin oleh Deputy Director Subdivision for Major Projects Marine Environment Division IMO, Dr. Jose Matheickal.

Pada kesempatan tersebut Jose Matheickal menjelaskan, pertemuan ini difokuskan pada penerapan 4 (empat) konvensi IMO, di mana IMO akan mengkoordinasikan negara-negara ASEAN dalam mengimplemantasikan konvensi IMO dan membuat rencana kerja secara terkoordinasi dengan bantuan program IMO.

"Program MEAPSEAS ini adalah projek fase kedua antara IMO-NORAD. Pada fase pertama difokuskan bagaimana negara-negara ASEAN meratifikasi keempat konvensi IMO tersebut termasuk Indonesia. Sedangkan fase kedua lebih memfokuskan pada IMO membantu negara-negara ASEAN untuk mengimplementasikan keempat konvensi tersebut," jelas Jose.

Terakhir, Jose menambahkan bahwa tantangan utama dari pengimplementasian konvensi IMO adalah kapasitas atau kemampuan suatu negara untuk mengikuti prosedur dan regulasi yang telah ditetapkan serta penerapan teknologi.

"Untuk itu, pada fase kedua akan lebih banyak dilaksanakan program-program peningkatan capacity building dari IMO agar negara-negara ASEAN dapat mengimplementasikan konvesi tersebut termasuk membantu dalam hal penerapan teknolgi yang tepat guna khususnya dalam implementasi keempat konvensi tersebut," tutup Jose. (*)