eMaritim.com, 8 Juni 2018
Carut marutnya penataan keamanan dan keselamatan pelayaran di Indonesia belum menampakkan perbaikan. Setelah 10 tahun Undang Undang nomor 17 Tentang Pelayaran menetapkan bahwa Indonesia harus membentuk Sea and Coast Guard, sampai hari ini alur pelayaran kapal niaga masih menjadi ajang pungutan liar yang paling mengerikan. Tidak satu institusipun yang berusaha memperbaikinya, hanya sang korban sendiri yang berusaha mencari keadilan kesana kemari.
Jika selama ini kita mendengar laporan bahwa petugas berseragam di sungai Mahakam masih aktif meminta uang ataupun solar kepada ABK kapal, kali ini muncul lagi sebuah peristiwa aneh.
Belakangan muncul pemanduan kapal di Muara Handil (Dondang) Kalimantan Timur yang dilakukan oleh orang yang mengatas namakan Detasemen Perhubungan KOREM 091 Samarinda Primer Koperasi Kartika Kaphota Jaya Samarinda, menagih secara resmi ke setiap kapal yang lewat disertai ancaman bagi yang menolak membayar.
Mereka bekerjasama dengan Forum Pemuda Muara Jawa- Handil, yang menggunakan kapal kayu bernama Rezeki Ramadhan 01 biasa menaiki Tug Boat yang sedang menarik tongkang batubara di wilayah tersebut. Dengan berdalih sebagai Assist, mereka menyandarkan kapalnya disisi Tug Boat yang sedang lewat dan memaksa Nakhoda kapal untuk tanda tangan Kuitansi yang menyatakan bahwa tug boat sudah memakai jasa mereka. Selanjutnya akan ada utusan yang datang ke kantor kantor pelayaran untuk menagih biaya sebesar 4 sampai 5 juta rupiah.
Hal ini tentu memberatkan ABK kapal, yang jika menolak akan berdampak kepada keselamatan jiwa mereka yang setiap hari lewat area tersebut. Kalaupun mereka menanda tangani, mereka beresiko dipotong gajinya oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Bahkan pihak pelayaran juga sudah melayangkan keberatan kepada KUPP setempat, tapi belum ada tindakan nyata atas hal tersebut.
Alur pelayaran sungai Mahakam semakin kacau, karena sejak diberlakukannya PM 130 dan PM 135 yang membagi wilayah sungai Mahakam menjadi dibawah kendali 2 UPT yang berdekatan semua urusan menjadi rumit. Yang tampak dipermukaan selama ini adalah perebutan wilayah dalam konteks pemasukan PNBP masing masing wilayah. Tetapi saat terjadi pungutan liar terhadap pengguna jasa perairan, yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab.
Semoga hal ini cepat ditindak lanjuti, agar wibawa hukum bisa ditegakkan di dunia pelayaran niaga.(jan)
Carut marutnya penataan keamanan dan keselamatan pelayaran di Indonesia belum menampakkan perbaikan. Setelah 10 tahun Undang Undang nomor 17 Tentang Pelayaran menetapkan bahwa Indonesia harus membentuk Sea and Coast Guard, sampai hari ini alur pelayaran kapal niaga masih menjadi ajang pungutan liar yang paling mengerikan. Tidak satu institusipun yang berusaha memperbaikinya, hanya sang korban sendiri yang berusaha mencari keadilan kesana kemari.
Jika selama ini kita mendengar laporan bahwa petugas berseragam di sungai Mahakam masih aktif meminta uang ataupun solar kepada ABK kapal, kali ini muncul lagi sebuah peristiwa aneh.
Belakangan muncul pemanduan kapal di Muara Handil (Dondang) Kalimantan Timur yang dilakukan oleh orang yang mengatas namakan Detasemen Perhubungan KOREM 091 Samarinda Primer Koperasi Kartika Kaphota Jaya Samarinda, menagih secara resmi ke setiap kapal yang lewat disertai ancaman bagi yang menolak membayar.
Mereka bekerjasama dengan Forum Pemuda Muara Jawa- Handil, yang menggunakan kapal kayu bernama Rezeki Ramadhan 01 biasa menaiki Tug Boat yang sedang menarik tongkang batubara di wilayah tersebut. Dengan berdalih sebagai Assist, mereka menyandarkan kapalnya disisi Tug Boat yang sedang lewat dan memaksa Nakhoda kapal untuk tanda tangan Kuitansi yang menyatakan bahwa tug boat sudah memakai jasa mereka. Selanjutnya akan ada utusan yang datang ke kantor kantor pelayaran untuk menagih biaya sebesar 4 sampai 5 juta rupiah.
Alur pelayaran sungai Mahakam semakin kacau, karena sejak diberlakukannya PM 130 dan PM 135 yang membagi wilayah sungai Mahakam menjadi dibawah kendali 2 UPT yang berdekatan semua urusan menjadi rumit. Yang tampak dipermukaan selama ini adalah perebutan wilayah dalam konteks pemasukan PNBP masing masing wilayah. Tetapi saat terjadi pungutan liar terhadap pengguna jasa perairan, yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab.
Semoga hal ini cepat ditindak lanjuti, agar wibawa hukum bisa ditegakkan di dunia pelayaran niaga.(jan)