Jakarta, eMaritim.com - Melalui Maklumat Pelayaran, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, R. Agus H. Purnomo kembali mengingatkan kepada seluruh Syahbandar untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap pemenuhan aspek keselamatan pelayaran mengingat cuaca ekstrim yang terjadi di sebagian perairan Indonesia pada tujuh hari kedepan.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diperkirakan pada tanggal 10 s.d. 16 Juli 2018 akan terjadi cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 4 s.d. 6 meter dan hujan lebat di perairan Samudera Hindia Barat, Pulau Enggano, hingga Selatan Jawa Barat.
"Untuk mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim tersebut kejadian maka peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran harus dilakukan secara optimal dan tanpa kompromi," ujar Dirjen Agus.
Dirjen Agus meminta syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di masing-masing lingkungan kerjanya dan menyebarluaskan informasi cuaca terkini kepada nakhoda kapal dan pengguna jasa.
"Pengumuman pemantauan kondisi cuaca terkini harus ditempelkan di terminal-terminal penumpang atau di embarkasi dan debarkasi pelabuhan," tegas Dirjen Agus.
Dirjen Agus juga meminta kepada para Syahbandar bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga cuaca memungkinkan untuk memberangkatkan kapal.
Tak hanya pelayaran penumpang, menurut Dirjen Agus, kegiatan bongkar muat barang agar diawasi secara berkala untuk memastikan kelancaran dan ketertibannya. Muatan yang naik kapal juga harus dilashing serta tidak overdraft agar stabilitas kapal tetap baik.
Operator Kapal dan Nakhoda
Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengatakan bahwa maklumat pelayaran selain ditujukan untuk para Syahbandar juga ditujukan kepada seluruh operator dan nakhoda kapal.
"Nakhoda maupun pemilik kapal harus memantau cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar dan melaporkan ke Syahbandar saat mengajukan SPB," ujar Junaidi.
Junaidi menambahkan bahwa selama pelayaran, nakhoda juga harus membawa kapal berlindung di lokasi aman saat tiba-tiba terjadi cuaca buruk di tengah pelayaran.
Tentu saja ungkap Junaidi, dengan ketentuan kapal harus dalam kondisi siaga untuk siap digerakkan. Setiap enam jam sekali juga agar melaporkan cuaca terkini kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta dicatatkan ke dalam log-book.
"Setiap kapal yang berlindung wajib segera melaporkan kepada Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca, dan kondisi kapal, serta hal lain penting lainnya bila ada," kata Junaidi.
Selanjutnya, dalam Maklumat pelayaran tersebut juga diinstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) dan Distrik Navigasi (Disnav) agar kapal negara baik patroli atau perambuan tetap siap siaga dan segera memberikan pertolongan terhadap kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaaan.
Selanjutnya, Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan berita marabahaya. Bila terjadi kecelakaan kapal maka Kepala SROP dan nakhoda kapal negara harus berkoordinasi dengan pangkalan PLP.
"Kami minta agar penumpang maupun operator kapal yang ditunda keberangkatannya oleh penyelenggara pelabuhan atas alasan keselamatan agar dapat bersabar dan menerima penundaan tersebut demi keselamatan bersama," tutup Junaidi.(*)
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diperkirakan pada tanggal 10 s.d. 16 Juli 2018 akan terjadi cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 4 s.d. 6 meter dan hujan lebat di perairan Samudera Hindia Barat, Pulau Enggano, hingga Selatan Jawa Barat.
"Untuk mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim tersebut kejadian maka peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran harus dilakukan secara optimal dan tanpa kompromi," ujar Dirjen Agus.
Dirjen Agus meminta syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di masing-masing lingkungan kerjanya dan menyebarluaskan informasi cuaca terkini kepada nakhoda kapal dan pengguna jasa.
"Pengumuman pemantauan kondisi cuaca terkini harus ditempelkan di terminal-terminal penumpang atau di embarkasi dan debarkasi pelabuhan," tegas Dirjen Agus.
Dirjen Agus juga meminta kepada para Syahbandar bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga cuaca memungkinkan untuk memberangkatkan kapal.
Tak hanya pelayaran penumpang, menurut Dirjen Agus, kegiatan bongkar muat barang agar diawasi secara berkala untuk memastikan kelancaran dan ketertibannya. Muatan yang naik kapal juga harus dilashing serta tidak overdraft agar stabilitas kapal tetap baik.
Operator Kapal dan Nakhoda
Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengatakan bahwa maklumat pelayaran selain ditujukan untuk para Syahbandar juga ditujukan kepada seluruh operator dan nakhoda kapal.
"Nakhoda maupun pemilik kapal harus memantau cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar dan melaporkan ke Syahbandar saat mengajukan SPB," ujar Junaidi.
Junaidi menambahkan bahwa selama pelayaran, nakhoda juga harus membawa kapal berlindung di lokasi aman saat tiba-tiba terjadi cuaca buruk di tengah pelayaran.
Tentu saja ungkap Junaidi, dengan ketentuan kapal harus dalam kondisi siaga untuk siap digerakkan. Setiap enam jam sekali juga agar melaporkan cuaca terkini kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta dicatatkan ke dalam log-book.
"Setiap kapal yang berlindung wajib segera melaporkan kepada Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca, dan kondisi kapal, serta hal lain penting lainnya bila ada," kata Junaidi.
Selanjutnya, dalam Maklumat pelayaran tersebut juga diinstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) dan Distrik Navigasi (Disnav) agar kapal negara baik patroli atau perambuan tetap siap siaga dan segera memberikan pertolongan terhadap kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaaan.
Selanjutnya, Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan berita marabahaya. Bila terjadi kecelakaan kapal maka Kepala SROP dan nakhoda kapal negara harus berkoordinasi dengan pangkalan PLP.
"Kami minta agar penumpang maupun operator kapal yang ditunda keberangkatannya oleh penyelenggara pelabuhan atas alasan keselamatan agar dapat bersabar dan menerima penundaan tersebut demi keselamatan bersama," tutup Junaidi.(*)