INSA Dorong Solusi Alternatif Pengganti Jaminan Petikemas -->

Iklan Semua Halaman

INSA Dorong Solusi Alternatif Pengganti Jaminan Petikemas

03 Oktober 2018

Jakarta, eMaritim.com - Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowner's Association (INSA) mendorong adanya solusi alternatif sebagai pengganti jaminan petikemas.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan solusi alternatif yang dimaksud itu berbentuk one time deposit, bank guarantee atau semacam insurance. Pelaksanaan pengganti jaminan petikemas dilakukan dengan skema business to business (B to B).

"Kami sangat mendorong munculnya business creativity (kreativitas bisnis) dimana antara pengguna jasa (importir dan agennya) dan perusahaan pelayaran asing untuk saling mencari solusi mengurangi resiko bisnis dengan mencari alternatif lain," katanya, Selasa (2/10/2018).

Carmelita mengatakan jaminan petikemas selayaknya tidak dipandang sebagai pencetus penaikan biaya logistik, mengingat jaminan petikemas hanya bersifat sementara dan hanya dipergunakan jika terjadinya biaya kerusakan petikemas. Bahkan, dalam banyak kesempatan jaminan petikemas tidak bisa menutupi biaya yang diakibatkan kerusahakan ataupun kehilangan petikemas.

"Yang perlu digaris bawahi, bahwa jaminan petikemas ini tidak dapat dikatakan sebagai faktor pencetus kenaikan biaya logistik, karena sifatnya ini sementara saja."

INSA dan anggotanya dari perusahaan pelayaran asing memahami adanya Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan terkait jaminan petikemas. Pada tataran implementasi di lapangan, kata Carmelita beberapa perusahaan pelayaran asing juga telah menerapkan zero container deposit sebelum dikeluarkannya Surat Edaran tersebut.

Menurut Carmelita, penerapan jaminan petikemas sejauh ini  mengacu kepada business to business agreement, dimana masing-masing perusahaan pelayaran asing memiliki strategi dan resiko bisnis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Setelah keluarnya Surat Edaran Dirjen Hubla, semakin banyak perusahaan pelayaran asing yang sudah mengikuti arahan yang tertuang dalam Surat Edaran tersebut. Jika masih ada yang menerapkan jaminan petikemas, hal itu mengacu kepada Surat Edaran yang berlaku (melalui proses evaluasi).

Sementara itu, INSA juga mengusulkan agar penertiban kelaikan petikemas dan berat kotor terverifikasi agar mengacu pada kebiasaan yang berlaku secara internasional (best international practice). Inspektur dari pemilik petikemas yang telah memiliki IILC dapat melakukan self assesment pada petikemas yang telah melewati batas waktu berlakunya initial sertifikat dari pabrik dan mencantumkan perubahan tanggal masa berlaku.

"Pemeriksaan terhadap kelaikan petikemas, dapat dilakukan secara random dan berkala oleh BU tersertifikasi yang ditunjuk oleh pemerintah atau Badan Klasifikasi International yang diakui pemerintah."

Carmelita melanjutkan, bila ditemukan petikemas yang kondisinya sudah tidak laik dan sertifikatnya sudah melampaui batas waktu, maka petikemas tersebut tidak diizinkan untuk dipakai dan barang yang ada di dalamnya harus dipindahkan ke petikemas lain yang sertifikasinya masih berlaku dengan semua biaya re-working sepenuhnya dibebankan ke operator peti kemas tersebut.

"Dengan tidak diizinkannya untuk terus dipakai serta dibebani biaya pengalihan muatan atas pemakaian petikemas yang tidak memenuhi syarat sudah merupakan sanksi yang harus ditanggung oleh pemilik (operator) petikemas, sehingga tidak diperlukan sanksi tambahan yang hanya akan menimbulkan biaya ekstra."

Adapun terkait aturan berat kotor terverifikasi, INSA mengusulkan agar petikemas kosong yang dikirim dari DEPO dan akan dimuat ke atas kapal, maka perhitungan berat petikemas kosong yang dimaksud adalah berat yang tertera di CSC plate yang terbitkan produsen dari petikemas dimaksud.

"Untuk petikemas isi dengan muatan maka sebelum petikemas isi tersebut dinaikkan ke kapal, dilakukan verifikasi penimbangan di pelabuhan tanpa biaya, sebagai bentuk pelayanan dari pelabuhan petikemas."

Terkait Permenhub No 120 Tahun 2017 Tentang Pelayanan Pengiriman Pesanan Secara Elektronik (Delivery Order Online) Untuk Barang Impor di Pelabuhan, INSA dan anggotanya dari perusahaan pelayaran asing menyambut baik adanya aturan tersebut.

PM tersebut menjadi payung hukum yang jelas terhadap proses transfer data secara elektronik yang selama ini sudah berjalan, antara perusahaan pelayaran aing dengan terminal petikemas selaku mitra usaha dalam kegiatan bongkar muat.

Wakil Ketua Umum I DPP INSA Witono Soeprapto mengatakan transfer data secara elektronik menggunakan pedoman secara universal yang digunakan di seluruh dunia, seperti Codeco, Coari, Coparn dan Coreor. Implementasi penerapan D/O Online dapat bervariasi antara perusahaan pelayaran asing satu dengan yang lainnya, dikarenakan perbedaan  sistem yang digunakan dan juga bentuk kerjasama dengan terminal petikemas. “Akan tetapi, pedoman transfer datanya tetap menggunakan kaidah secara universal,” ucap Witono.

Witono melanjutkan, implementasi D/O online tidak menggugurkan kewajiban pengguna jasa (importir) terhadap perjanjian bisnis antara importir dengan perusahaan pelayaran asing, seperti halnya pengembalian original bill of lading, pembayaran  freight dan local charges, ataupun persyaratan umum lainnya.

Implementasi D/O online juga harus didukung oleh kesiapan terminal petikemas, dan bukan hanya kewajiban semata dari perusahaan pelayaran asing.

“INSA sangat mendorong terciptanya iklim persaingan bisnis yang sehat, dimana perusahaan pelayaran asing dituntut untuk menawarkan solusi bisnis secara elektronik yang paling mudah bagi importir, sehingga tercipta efisiensi dalam proses.”

INSA juga turut berbela sungkawa dan berduka cita atas bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Palu dan Donggala. Sebagai wujud keprihatinan, INSA akan memberikan bantuan dengan mengirimkan kapal bantuan ke Palu.

Adapun kapal bantuan pertama yakni kapal MV Kisik Mas yang berangkat pada Selasa (10/2/2018) sore dari Balikpapan menuju lokasi bencana. “Selanjutnya akan disusul beberapa kapal yang berangkat dari berbagai pelabuhan, seperti dari pelabuhan di Surabaya,” kata Carmelita.(*)