IPERINDO: Pemerintah Segera Melakukan Moratorium Impor Kapal -->

Iklan Semua Halaman

IPERINDO: Pemerintah Segera Melakukan Moratorium Impor Kapal

17 Oktober 2018

Jakarta, eMartim.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pengusaha Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) Edie K Logam memberi masukan agar Pemerintah indonesia segera membuat moratorium impor kapal untuk mendorong berkembagnya industri galangan nasional yang mampu menciptakan lapangan kerja sekaligus menciptakan tumbuhnya industri pendukung.

"Cara ini diyakini mampu  membangkitkan industri galangan dalam negeri," ungkapnya.

Ini sama dengan asas cabotage yang telah sukses diimplementasikan perusahaan pelayaran melalui Indonesian National Shipowner's Association (INSA) di bawah payung hukum Inpres 5/2005 tetang Pemberdayaan Industri Pelayaran dan UU 17/2008 tentang Pelayaran.

Pertumbuhan kapal berbendera merah putih terdongkrak hingga lebih dari 150 persen. Melalui program Asas Cobotage seluruh komoditi domestik wajib menggunakan kapal dan kru merah putih.

"INSA berhasil dengan Asas Cabotage-nya, Kami ingin moratorium kapal juga terwujud. Moratorium kapal ini membutuhkan campur tangan  pemerintah dalam  memanfaatkan potensi nasional di sektor industri galangan untuk pengadaan kapal. SDM kita cukup banyak dan tidak kalah dengan luar negeri ," tegas Edie.

Menurutnya, tanpa ketegasan pemerintah, industri galangan kapal nasional tidak akan tumbuh seperti yang diharapkan. "Pemerintah yang bisa menghentikan sementara impor kapal. Semua kebutuhan armada wajib di bangun di dalam negeri,  kecuali untuk  jenis kapal-kapal tertentu yang belum bisa dibangun di dalam negeri," tuturnya.

Edie menjelaskan, saat ini IPERINDO tengah menyiapkan konsep moratorium kapal yang akan disampaikan kepada pemerintah.

"Konsep moratorium tengah kami persiapkan dan kalau sudah selesai akan kami ajukan kepada pemerintah, melalui kementerian teknis terkait" kata Edie, dalam bincang santai di DPP IPERINDO Rabu (17/10/2018)di kawasan perkantoran Sunter Kemayoran Jakarta.

Moratorium ini,  lanjutnya, harus dibarengi dengan kebijakan perbankan nasional. Indonesia belum memiliki lembaga keuangan yang khusus menangani investasi di sektor kemaritiman. "Kita belum mempunyai bank maritim, yaitu bank yang khusus menangani  masalah pembiayaan kapal dengan bunga kredit yang kompetitip," jelasnya.

Moratorium kapal dan pendirian lembaga keuangan di sektor kemaritiman harus jalan beriringan. Karena tanpa dukungan lembaga keuangan, tujuan yang akan dicapai akan mengalami banyak kendala.

Inisiatif IPERINDO mengusulkan moratorium kapal dan bank maritim itu mendapat sambutan positif di kalangan industri galangan. Dirut PT Krakatau Shipyard Askan Naim mengatakan, moratorium adalah upaya mendorong pertumbuhan industri galangan sekaligus memacu perusahaan membangun kapalnya di dalam negeri dengan dukungan kredit modal kerja yag kompetitip.

"Di China galangan mendapat dukungan dari lembaga keuangan negara itu dengan pemberian bunga kredit yang rendah. Demikian juga di Korea dan Jepang.  makanya negara-negara itu industri galangannya maju dan berkembang," tuturnya.

Selama ini Indonesia hanya menjadi pasar industri perkapalan bagi negara-negara di kawasan Asia dan Eropa. "Sekarang kita balik, dalam 10 atau 20 tahun kedepan kita yang menjadi produsen kapal dan ini bisa kita lakukan karena Indoesia negara maritim dengan potensi yannng sangat besar," tuturnya.

Moratorium impor kapal adalah bagian terpenting bagi Indonesia untuk memulai pengembangan industri galangan di dalam negeri. "Kita mulai pembangunan kapal untuk konsumsi sendiri, selanjutnya kita siapkan untuk luar atau ekspor," jelas Askan.

Terkait kredit modal kerja, para pengusaha pelayaran sebelumnya mendesak pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan  memberikan insentif pembangunan dan pembelian kapal, berupa keringanan  bunga kredit.

Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto mengatakan, selama ini bunga bank untuk pembangunan dan pembelian kapal di Indonesia sangat tinggi. Kondisi itu menjadi kendala utama minimnya pengembangan bisnis atau ekspansi operator pelayaran merah putih.

Carmelita bahkan berharap, program pemerintah berupa tol laut, dan target pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, diikuti dengan pemberian insentif kepada perusahaan pelayaran berupa bunga kredit yang rendah untuk pembangunan kapal.

Sebagai perbandingan, bunga perbankan untuk pembangunan kapal di luar negeri hanya sekitar 1-2 persen. Tapi di Indonesia, perusahaan pelayaran yang akan meminjam uang di perbankan nasioal dikenakan bunga kredit 12 - 14 persen. (*/hp)