Menteri Maritim, Elemen Mutlak Sebuah Negara Maritim. -->

Iklan Semua Halaman

Menteri Maritim, Elemen Mutlak Sebuah Negara Maritim.

25 Februari 2019
eMaritim.com, 25 Februari 2019


Pemahaman sebagian besar masyarakat Indonesia tentang apa itu negara maritim sampai saat ini masih rancu, dan sering diartikan berbeda pada berbagai tingkatan masyarakat. Untuk lebih fokus kepada hal tersebut maka kita harus memulainya dari definisi apa arti kata maritim itu sendiri dan masuk kedalam penjabaran berdasarkan sejarah serta bagaimana yang terjadi di dunia sekarang.

Menurut KBBI ma·ri·tim adalah berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.
Sementara apabila mengacu kepada kamus asing yang populer, maka arti kata maritim;  related to navigation or commerce on the sea; the transport of people or goods on water. 

Sejarah Indonesia sebagai bangsa pelaut juga memiliki arti yang sama dengan definisi diatas. Jika dipelajari, bahwa pelaut-pelaut tangguh Indonesia pada masa lalu pergi berlayar untuk berniaga, mereka membawa hasil bumi untuk diperdagangkan ke pulau-pulau atau bahkan sampai ke negara lain. Barang yang dibawa sangat beragam, umumnya dibutuhkan ditempat lain yang menjadi hasil dari tempat asal mereka. Rempah-rempah, tembikar, hasil hutan, perkebunan, dan kadang mereka juga membawa ikan sebagai muatannya.

Hal yang harus dicatat adalah bahwa pelaut yang dimaksud disini bukanlah nelayan, mereka adalah saudagar yang memiliki kapal dan awak kapal, orang orang yang memiliki kemampuan membuat kapal, bernavigasi, dan berdagang dari pelabuhan ke pelabuhan lain. Kapal mereka tidak berhenti ditengah laut dan menangkap ikan. Disinilah perbedaan nyata antara pelaut dan nelayan yang sering disalah artikan oleh masyarakat Indonesia.

Bahwa ikan yang ditangkap oleh nelayan bisa menjadi bagian dari muatan kapal sang pelaut, itu sama juga dengan hasil hutan, hasil kerajinan tangan, dan hasil bumi sang petani yang dibawa di kapal untuk diperdagangkan. Barang-barang tersebut didalam istilah maritim disebut sebagai muatan (cargo).

Mencermati sejarah dan definisi kata maritim, maka 4 kata kunci inilah sebagai pembentuk awal kegiatan maritim di Indonesia dan juga di dunia; Niaga, Pelaut, Kapal, Muatan.

Keinginan Indonesia untuk kembali menjadi bangsa pelaut yang besar sudah sejak lama dicanangkan, terutama oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Hanya saja Indonesia sering terbentur oleh kepentingan politik yang berubah-ubah, tidak fokus kepada tujuan memakmurkan bangsa sebagaimana nenek moyang kita dahulu melakukannya.

Simak pidato Presiden Soekarno yang sangat legendaris ini;
"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.”

Penekanan akan pentingnya arti kata Armada Niaga benar-benar dilaksanakan oleh Soekarno, salah satunya dengan mendirikan Sekolah Pelayaran Niaga pada 1953 (Akademi Ilmu Pelayaran) di Jakarta. Sementara pada tatanan pemerintahan saat itu Indonesia juga memiliki Menteri Muda Perhubungan Laut, Menteri Maritim, Menteri Perhubungan Laut (berganti nama, sama arti) dalam kurun waktu antara tahun 1959 sampai tahun 1967.

Setelah berakhirnya era Presiden Soekarno, pelan tapi pasti Indonesia meninggalkan laut. Puncaknya pada tahun 1984 saat pemerintah memberlakukan kebijakan Scrap Policy dengan memotong kapal-kapal niaga Indonesia yang berusia diatas 25 tahun. Dunia maritim Indonesia hancur lebur karena kebijakan yang salah.

Dilantiknya Ir.Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 2014  memberikan harapan besar bagi dunia maritim Indonesia. Bagaimana tidak, dengan program Tol Laut dan Poros Maritim Dunia yang dicanangkannya seperti membangunkan tidur panjang dunia maritim Indonesia yang selama itu terkubur.

Sayangnya langkah awal dari cita-cita sang Presiden terhambat oleh pemahaman dasar akan arti maritim itu sendiri. Bisa dimengerti karena latar belakang sang Presiden yang memang bukan tumbuh dari lingkungan maritim, dan lebih sayang lagi para penerjemah keinginan sang Presiden juga tidak banyak yang paham bagaimana memulai langkah tersebut.

Keinginan membentuk Kementerian khusus yang membidangi maritim akhirnya melenceng kearah yang 'seperti maritim'.

Kemenko Bidang  Kemaritiman bentukan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang pada awal pemerintahan dijabat oleh Indroyono Susilo seperti menukar arti kata pelaut dengan arti kata nelayan. Semua mengetahui bahwa Indroyono Soesilo sebelumnya adalah Direktur Sumberdaya Perikanan & Aquakultur Organisasi Pangan Dunia (FAO). Seorang pakar perikanan, riset kelautan lulusan Teknik Gaologi ITB yang sama sekali beda dengan ilmu maritim. Ada beda yang sangat jelas antara maritim dengan kelautan/ perikanan apabila kita mengacu kepada sejarah nenek moyang kita sendiri. Dari situlah  tujuan dari cita-cita Presiden Joko Widodo mulai terdeviasi.

Salah mengartikan arti maritim berakibat besar, akhirnya Indonesia lebih sering berbicara tentang fishery ketimbang merchant dalam arti maritim yang luas. Sebenarnya ahli maritim cukup banyak di Indonesia, hanya mereka tidak ada di lingkup politik. Mereka fokus dibidangnya yang selama puluhan tahun tidak disupport pemerintah Indonesia, dan terus mempertahankan tradisi nenek moyang kita dengan berniaga dalam bentuk yang berbeda dan lebih modern yaitu Pelayaran Niaga.

Terlebih lagi, 4 kementerian yang ada di bawah Kemenko Bidang Kemaritiman juga tidak satupun yang dibentuk dan diamanatkan oleh Undang Undang pembentuknya untuk mengurusi bidang maritim. Dari sekitar 25 unsur kegiatan maritim dibawah ini, coba perhatikan mana yang menjadi tugas dari Menteri ESDM,  Menteri Pariwisata, Menteri KKP, dan Menteri Perhubungan;

A. ANGKUTAN LAUT ;
1. Kapal
2. Awak kapal
3. Muatan kapal
4. Galangan kapal
5. Pelabuhan laut
6. Nakhoda kapal
7. Perlengkapan kapal
8. Pengusaha kapal
9. Pemilik kapal
10. Perusahaan Pelayaran
11. Pemilik muatan
12. Pengirim muatan
13. Penumpang kapal

B. KEPELABUHANAN;
14. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )
15. Regulator/ Ditjen HUBLA
16. Administrator Pelabuhan
17. Kesyahbandaran
18. Buruh Pelabuhan
19. Dermaga dan perlengkapan pelabuhan.

C. KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN
20. Biro Klasifikasi
21. Kenavigasian
22. KPLP/ Coast Guard
23. IMO (ISM dan ISPS CODE)

D. PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
24. Tumpahan minyak dilaut
25. Sampah dilaut

Jelas bahwa semua unsur diatas erat kaitannya dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang ada dibawah Kementerian Perhubungan, dan secara tegas hal itu disebutkan pada Undang-undang nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran.

Pertanyaannya, apakah cukup jika semua hal diatas diurus oleh pejabat pemerintahan di Indonesia setingkat Direktur Jenderal? Jelas tidak, dan sejarah sudah membuktikan itu. Indonesia sekarang tertinggal dari para tetangganya, baik dibidang pelayaran, kepelautan, kepelabuhanan, muatan dan pengaruh kepada dunia internasional (IMO) di bidang maritim.

Jadi, daripada repot berputar putar membentuk tatanan pemerintahan yang bisa cepat memajukan dunia maritim Indonesia, sebaiknya Presiden membuat Kementerian Maritim atau Kementerian Perhubungan Laut. Taktis, cepat dan tepat sasaran.

Satu unsur saja, sebagai contoh; muatan kapal, bisa melibatkan banyak kementerian, seperti; kehutanan, pertanian, perikanan, perindustrian, perdagangan, bea cukai, luar negeri dan banyak lagi.

Pembentukan Kementerian yang khusus menangani bidang maritim sudah mutlak bagi Indonesia. Pejabat yang dipilih pun harus tepat, dengan pemahaman dan pengalaman dibidang maritimnya ada pada level yang paling tinggi.
Ini sekaligus sebagai penghormatan pemerintah kepada bentuk negara yang didominasi laut ketimbang daratan.

Pada saat pemerintahan Presiden Soekarno ingin mewujudkan agar Indonesia memiliki armada pelayaran niaga yang tangguh, beliau membentuk Kementerian Maritim atau Perhubungan Laut dan menunjuk Ali Sadikin yang berlatar belakang laut sebagai menterinya.

Menyadari amanah besar dari sang Presiden, saat itu Ali Sadikin tidak sungkan belajar dan berdiskusi dengan para ahli pelayaran niaga, diantaranya adalah Soedarpo Sastrosatomo pendiri Perusahaan Pelayaran Samudera Indonesia dan Bank Niaga. Akses langsung menteri maritim kepada presidenlah yang dengan cepat merubah wajah pelayaran niaga saat itu.

Pada akhir tahun 1960an, Indonesia sudah memiliki banyak kapal yang berlayar ke manca negara membawa produk ekspor Indonesia dan pulang membawa barang impor kebutuhan pembangunan. Saat itulah kapal-kapal Flag Ship Indonesia mengarungi 7 Samudera dan berjaya. Bahkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Bangladesh, sampai Tanzania mengirim pelajar dan bersekolah di Akademi Ilmu Pelayaran karena ingin belajar dari kesuksesan dunia pelayaran Indonesia.

Jika saat ini Indonesia berharap kepada Kementerian Perhubungan untuk mengurus semua itu tentu terlalu sulit. Masih ada persoalan tiket pesawat yang mahal, pembangunan bandara, ojek online, pembangunan jalan tol, masalah truk ODOL, jembatan timbang, pembangunan MRT, LRT dan permasalahannya, rel kereta yang harus diremajakan, kemacetan di kota-kota besar,  perbaikan jalan pantura yang tidak pernah selesai, dan segudang permasalahan transportasi lainnya yang harus diurus oleh Menteri Perhubungan.

Indonesia negara besar, urusan transportasi dan jatidiri bangsa terlalu berat dibebankan kepada sebuah Kementerian. Sementara maritim sendiri bukan hanya persoalan transportasi, ini lebih kepada efek pengganda kemajuan ekonomi nasional dan jati diri bangsa. Sesuatu yang secara takdir harus dipertahankan, cara hidup bangsa kepulauan yang besar.

Jika Kelautan dan Perikanan memiliki menteri, menarik ditunggu pada semester kedua 2019 apakah Indonesia akan memiliki Menteri Maritim yang hidupnya dekat dengan kapal.

Hal tersebut menjadi mutlak, karena Indonesia sudah tertinggal jauh bahkan dari negara tetangga yang dahulu belajar dari kita. Indonesia butuh percepatan, siapapun yang akan jadi pemimpin negara. Hanya orang-orang yang fasih dan konsisten didunia maritim itulah yang mengerti apa jalan keluar dari semua permasalahan kenapa bangsa kita bukan lagi bangsa pelaut.

Oleh Capt. Zaenal Arifin Hasibuan
a proud member of IKPPNI