Jakarta, eMaritim.com - Wajibnya penggunaan bahan bakar B20
atau biodiesel 20 pada public service obligation (PSO) dan Non PSO termasuk pelayaran,
membuat perusahaan pelayaran nasional Samudera Indonesia menyiapkan beberapa
langkah guna melindungi mesin kapal miliknya agar selalu dalam keadaan prima walau
pemakaian bahan bakarnya bukan lagi 100 persen menggunakan High Speed Diesel
(HSD).
Dalam penggunaan bahan bakar biodiesel atau Fatty Acid
Mathyl Ester (FAME) merupakan bahan bakar yang di produksi dari minyak nabati
atau lemak hewan, melalui proses kimia yang disebut transesterfication. Pada
dasarnya biodiesel dapat digunakan pada semua mesin diesel dengan presentase
0-100%. Walaupun dengan kadar yang sedikit atau bahkan memodifikasi terhadap
mesinnya.
Sebelumnya asosiasi perusahaan pelayaran nasional atau
Indonesian National Shipowners' Association (INSA) merasa khawatir dengan
penggunaan bahan bakar B20 ini, terdapat kandungan asam pada B20 yang dapat
meniimbulkan korosi pada mesin kapal, dapat juga merusak bagian turbocharger,
economizer, dan cerobong. Akan
menyebabkan kapal belum 2 tahun sudah hancur.
Guna menghadapi keresahan tersebut, Alfonsus Siregar, M.Mar.E. Kepala Divisi
Operasi dan Teknik, PT Samudera Indonesia Ship Management membeberkan persiapan
dan pelaksanaan penggunaan B20 di kapal,
serta perawatan berkelanjutan kapal agar mesin selalu dalam kondisi
baik.
Dalam persiapan penggunaan B20 di kapal dirinya menyebutkan
ada 4 tahap yakni, 1) komunikasi dengan engine maker dan pihak terkait. 2)
Familiarisasi, Training, dan Instruksi kepada Crew. 3) Verifikasi Sistem Bahan
Bakar di kapal (layak/tidak). 4) Analisa Resiko.
Sementara itu dalam pelaksanaan B20 di kapal harus ada 1)
Instruksi, fungsinya untuk melaporkan kondisi mesin setelah penggunaan B20, 2)
Pelaporan, untuk mengawasi kondisi mesin, 3) Monitor, untuk mengawasi kondisi
mesin, dan 4) Verifikasi, untuk mengecek langsung kondisi mesin.
Lalu untuk perawatan berkelanjutan di kapal terhadap
penggunaan B20 ini nanti, dirinya menyebut, 1) PMS (jadwal perawatan yang terencana)
2) Manajemen Inventaris (ketersediaan sparepart), 3) Monitoring (lub oil dan
fuel oil analysis, ECO Insight, dan NSS), 4) Verifikasi (kunjungan ke kapal
secara reguler), 5) Sistem Manajemen (laporan kapal, dan audit).(hp)