VTS Bukan Pengganti Kegiatan Pemanduan Kapal Laut. -->

Iklan Semua Halaman

VTS Bukan Pengganti Kegiatan Pemanduan Kapal Laut.

01 Februari 2019
eMaritim.com, 1 Februari 2019


Dalam ilmu navigasi pelayaran, peran manusia sebagai faktor utama dari kegiatan tersebut belum tergantikan sampai saat ini. Beberapa alat diciptakan sebagai sarana untuk membantu Safe Navigation yang dilakukan oleh sang navigator ( Nakhoda, Mualim atau Pandu di area pelabuhan atau area khusus ).

Berkembangnya teknologi melahirkan alat bantu navigasi seperti; Kompas, Loran, Radar, Sat-Nav, Arpa, GPS, sampai kepada sistem yang lebih besar lagi seperti Surveilled VTS dan Non Surveilled VTS. Semua diciptakan untuk membantu navigator dalam melayarkan kapalnya, bukan untuk menggantikan perannya sebagai centre of decision making.

Indonesia saat ini sedang mengembangkan VTS ( Vessel Traffict Service ) di beberapa pelabuhan dan area pelayaran sibuk lainnya dalam rangka melindungi area tersebut dari bahaya kegiatan pelayaran seperti tubrukan kapal, kandas dan meningkatkan efisiensi kegiatan pelabuhan.

Belakangan timbul polemik di beberapa pelabuhan Indonesia, dimana operator pelabuhan 'Memperkenalkan' kegiatan baru bernama pemanduan elektronik. Kapal-kapal yang menggunakan fasilitas VTS, dikenai biaya seperti layaknya sebuah kapal yang di pandu oleh Harbor Pilot atau Sea Pilot dan bahkan dikenai biaya kapal tunda.

Harus dipahami bahwa kegiatan ini memang berlaku di beberapa negara Eropa, dengan alasan yang sangat fundamental yaitu keselamatan. Negara-negara seperti Belanda, Belgia, Prancis, Italy, Jerman kadang memberlakukan apa yang disebut sebagai Remote Pilotage. Alasan memberlakukan ini umumnya untuk kegiatan Sea Pilot, dimana cuaca buruk membatasi kemampuan pandu dan kapal pandunya untuk bisa naik ke atas kapal di laut lepas.
Keselamatan pandu adalah satu satunya alasan pemberlakuan sistem ini. Kita ketahui Pilot Boarding ground seperti Wandelaar, Maas Pilot, German Bight, Le Havre sangat terekspose oleh cuaca buruk saat winter time.

Apabila alasan bahwa suatu area kekurangan pandu, sibuknya pelayaran, kurang nya kapal tunda, kurang nya kapal pandu, tapi ingin memberlakukan Remote Pilotage, apalagi di kolam pelabuhan, apakah bisa ?

Hal ini jelas bertentangan dengan dengan dasar Safety is Priority dalam dunia pelayaran, terlepas dari masalah melanggar aturan didalam negeri seperti KM nomor 57 tahun 2015 dan KM nomor 72 tahun 2017 milik Kementerian Perhubungan. Apalagi jika alasannya adalah untuk mendapatkan pemasukan atas jasa yang tidak mampu dilakukan, maka tindakan ini bisa terkena beberapa delik perkara misalnya, pungutan liar atau kelalaian dalam melaksanakan tugas yang mengakibatkan kecelakaan. 

Good seamanship practice tidak hanya harus dimiliki oleh para navigator dan pilot diatas kapal, tapi minimal harus diketahui oleh para operator di pelabuhan, agar keselamatan tidak dikalahkan oleh hal komersial. Dasar No Service No Pay harus dijunjung tinggi, padahal tidak mampu melaksanakan tugas yang sudah diamanahkan saja sudah sebuah pelanggaran apalagi sampai mengutip uang dari pelanggaran tersebut, masih berani ? (jan)