Jakarta, eMaritim.com – Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan
Forwading Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyebut digitalisasi
logistik wajib dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Disaat sedang gencarnya ecommerce yang menggunakan basis
transaksi serba digital para pelaku usaha di sektor maritim pun idealnya
mengikuti perkembangan pada era digitalisasi ini, perkembangan ini juga
nantinya diikuti dengan modernisasi pelabuhan.
Yukki mengatakan bahwa biaya logistik nasional masih belum maksimal dibandingkan
negara-negara lain di kawasan Asean dan Asia. Secara nasional data pertumbuhan belum merata dan
berbeda-beda antar instansi pemerintah.
Namun, ungkap Yuki,
DPP ALFI pada 2016 dan 2017 telah melakukan survei biaya logistik yang mencatat
23,5 persen dari total gross domestic product (GDP) atau menurun dibanding sebelumnya yang rata-rata 25 persen.
"Sekarang, kita harus menyesuaikan dengan teknologi
yang ada dan ALFI telah menerapkan ini
kepada seluruh anggota," tuturnya
dalam diskusi media Peluang & Tantangan Digitalisasi Logistik, Selasa (5/3/2019) di Kemayoran Jakarta.
Dikatakan, tanpa mengadopsi
teknologi yang ada saat ini, sulit untuk berkompetisi dan di lawasan ASEAN.Indonesia masih tertinggal. Bahkan bila
infrastruktur yang kini tengah dibangun
pemerintah selesai dikerjakan, hanya mampu memangkas biaya tidak lebih dari 2,5 persen.
Teknologi menjadi solusi dalam menekan biaya logistik
nasional. Para pelaku usaha di ALFI meyakini, bila infrastruktur
pemerintah selesai dikerjakan
diikuti implememtasi digtal,
biaya logistik yang ada saat ini bisa kembali terpangkas hingga menjadi
17 persen dari total GDP.
Pemangkasan biaya logistik sebesar itu terealisasi bila seluruh proses tracking dan
positioning saat pengiriman telah menerapkan
sistem digital.
Ketua Umum DPP INSA
Carmelita Harto dalam diakusi itu lebih menekankan kepada penerapan pola kolaborasi sesama perusahaan pelayaran merah putih sebagai pengangkut, Forwading dan
operator pelabuhan.
Digitalisasi pelayaran saat ini ungkapnya menjadi sangat
penting, dan strategis yang harus diimplementasikan seluruh pihak terkait.
Implementasi digitalisasi ini, kata Carmelita, memudahkan para pengguna jasa. Misalnya
dalam melacak arus barang. Visibilitas rantai pasokan end to end ,
merekam informasi tentang kapal,
otomatisasi dokumen dan jadwal pelayaran.
Terkait digitalisasi,
perusahaam pelayaran anggota INSA dan
sektor kontainer, kini tengah mengembangkan skstem aplikasi pengiriman petikemas (booking
oline).
Sistem ini, kata
Carmelita sangat efisien dan mendatangkan benefit bagi pengguna jasa. Yaitu,
pelayanan dibuka 24 jam dalam 7 hati kerja (24/7), untuk menerima reservasi dam kepastian pelayanan.
Namun yang lebih
penting dari sistem pelayanan online ialah,
transparansi harga pengiriman barang. Jadwal dan pelayanan. Memiliki
peluang besar dalam mencari beragam
informasi yang dibutuhkan saat booking berlangsung serta mempercepat proses transaksi.
Sementara itu Dirjen Perhubungan Laut R.Agus H. Purnomo
dalam pesan tertulisnya menjelaskan,
perlu dilakukan upaya modernisasi pelabuhan berbasis teknologi informasi dalam
mendukung logistik
Berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) tahun 2018,
indeks kinerja logistik Indonesia menempati peringkat ke-46 atau naik dari
peringkat sebelumnya tahun 2017 yaitu posisi ke ke-63.
"Untuk mencapai indeks kinerja yang baik, Pemerintah
terus bekerja keras untuk mewujudkan sistem logistik yang efektif, transparan
dan efisien melalui berbagai upaya, mulai dari penataan birokrasi, peningkatan
kapasitas SDM di pelabuhan serta pemanfaatan Teknologi Informasi yang
terintegrasi," jelasnya.
Salah satu bentuk nyata dari digitalisasi pelabuhan ialah
melalui penerapan sistem Inaportnet versi 2.0 dan Delivery Order Online di
pelabuhan. Saat ini mengembangkan sistem
inaportnet di 16 pelabuhan dan ke depan sistem inaportnet juga akan diterapkan
secara bertahap di pelabuhan-pelabuhan lain.
Diskusi itu juga dihadiri
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan, Ketua Umum Imdonesia Shipping
Agency Association (ISAA) Juswandi. (*/hp)