Dalam pembakuan MLC A2.5.2 paragraf 2 menyatakan: ‘’Pelaut
dapat dikatakan telah diabaikan dimana, dalam pelanggaran dari
ketentuan-ketentuan dari konvensi ini atau persyaratan-persyaratan perrjanjian
kerja pelaut, pemilik kapal telah:
a. Gagal menutupi pembiayaan repatriasi pelaut; atau
b. Meninggalkan pelaut tanpa fasilitas dukungan yang memadai
dan dibutuhkan.; atau
c. Memutus ikatan dengan pelaut termasuk kegagalan
membayarkan upah sesuai kontrak untuk periode paling tidak 2 bulan.
Definisi yang sama bisa ditemukan dalam acuan Resolusi 930
IMO. Namun, beban kekuatan hukum lebih ada pada MLC 2006, dimana sudah berlaku
dan diberlakukan.
Dalam MLC juga menempatkan kewajiban kepada penguasa
kebijakan pelabuhan (Port State Control) untuk beraksi, bila diperlukan, pada
saat diatas bendera kapal-kapal asing para pelaut hak-haknya diabaikan.
Jelas tertuang dalam acuan MLC 2.5.1.7 bahwa Negara-negara
yang meratifikasi MLC wajib untuk memfasilitasi pergantian/repatriasi pelaut
yang menjual jasa diatas kapal dan singgah di pelabuhannya atau melewati
teritorialnya atau perairan pedalaman, dan dalam acuan nomer 2.5.1.8,
Negara-negara yang meratifikasi tidak boleh menolak atas hak repatriasi bagi
pelaut hanya dikarenakan ketidak mampuan finansial dari pemilik kapal atau
ketidak mau-an untuk mengganti pelaut.
Apa yang harus dilakukan dengan kasus pengabaian Pelaut:
1. Kenali dengan sangat awal tanda tanda pengabaian pelaut
dan antisipasi dengan tepat, antara lain
a. Pengiriman bahan makanan, air dan BBM melambat dan awak
kapal mulai tidak memahami kapan pengiriman-pengiriman berikutnya akan tiba.
b. awak kapal bekerja dengan kontrak kerja yang sudah
kadaluwarsa.
c. Awak kapal tidak dibayar.
d. Pemilik kapal tidak melunasi kebutuhan awak kapal atau
pelayanan-pelayanan terkait lainnya.
2. Bila pelaut diabaikan, Penguasa pelabuhan setempat,
Negara bendera kapal, kedutaan harus
diberikan berita akan situasi yang ada.. Ditambahkan, akan sangat berharga
kontak denan inspector ITF setempat atau perwakilan serikat pekerja dan
organisasi pendukung kesejahteraan setempat.
3. Bila pelaut menginginkan kepulangan, belum dibayar upah
atau butuh makanan, tempat tinggal, air minum dll, mereka harus mencari untuk
aktivasi sistim jaminan finansial dengan menghubungi penanggung jaminan
finansial yang teridentifikasi yang ada pada sertifikat atau dokumen yang
ditempel pada kapal. Dapat ditunjuk 1 pelaut yang mewakili untuk melakukan
kontak dengan pihak penjamin keamanan finansial dengan mengatas namakan seluruh
pelaut diatas kapal.
4. Bila kapal tidak terlindungi MLC, Pelaut harus segera
mencari bantuan dari Port State Control Officer setempat, inspector ITF
bila ada, perwakilan serikat pekerja
internasional setempat, atau agen penjamin kesejahteraan pelaut lainnya,
termasuk perwakilan International Chamber of Shipping (ICS)
5. Laporkan status pengabaian pelaut kepada gabungan IMO/ILO
database dgn kategori incident of ababndonment of seafarers. ICS dan ITF dapat
membantu dengan proses pelaporan.
6. Bila pemilik kapal atau penanggunggnya (asuranasi) tidak
juga menindak lanjuti, hal demikian harus diangkat kepada untuk perhatian pihak
bendera kapal sebagai langkah awal. Agen-agen internasional terkait diatas juga
dapat membantu.
7. Bila pertolongan darurat diperlukan, dan mengalami jalan
buntu akan pertolongan lain, hubungi organisasi independen penunjang
kesejahteraan pekerja yang tepat spt World Federation Trade Union (WFTU), atau
ITF, untuk menjajaki kemungkinan mendapatkan bantuan darurat dari dana darurat
pelaut.
8. Hubungi SeafarerHelp at www.seafarerhelp.org .
Salaam Bahari,
Capt.Dwiyono Soeyono
Chairman of Indonesian Merchant Marine Officer Association
(IMMOA)
Chairman of Indonesian Seafarers Federation (ISF)
MP : (+62) 8111 66 3324
Office ph./fax : +62 21 2287 4157
Jakarta Garden City - Point
Rukan Avenue Block F No.8-153
East Jakarta - post code 13910
Indonesia