Jakarta, eMaritim.com – Ditjen Perhubungan Laut melalui Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok hari ini (22/7) mengeluarkan Notice to Mariner yang berisikan pemberitahuan kepada kapal-kapal yang melintas agar berhati-hati dalam pelayaran dan menghindari area tumpahan minyak pengeboran lepas pantai Sumur YYA-1 Pertamina pada koordinat 06° 05’ 650” S - 107° 37’ 542” E.
“Kami juga minta agar kapal-kapal yang melintas di sekitar
perairan dapat memberikan prioritas kepada kapal-kapal yang melakukan
penanggulangan pencemaran serta melaporkan kepada Syahbandar bila ada kejadian
luar biasa akibat tumpahan minyak tersebut,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan
Laut, R. Agus H. Purnomo usai memimpin rapat koordinasi penanggulangan kebocoran
gas dan tumpahan minyak, hari ini (22/7) di Jakarta.
Adapun penanggulangan tumpahan minyak dari anjungan yang
dioperasikan oleh PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ)
yang terjadi sejak tanggal 12 Juli 2019 di Pantai Utara Jawa Karawang, Jawa
Barat terus dilakukan oleh Tim PHE ONWJ dipimpin oleh Kepala Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Kepulauan Seribu sebagai
Koordinator Misi atau Mission Coordinator (MC) Tier 1.
Terkait dengan upaya tersebut, Dirjen Agus mengatakan, saat
ini semua pihak harus fokus untuk mengatasi masalah secara bersama-sama dan
yang terpenting adalah action plan serta inventarisir aset, personel dan
dukungan lain yang diperlukan dari Ditjen Perhubungan Laut maupun instansi
lain.
"Ditjen Perhubungan Laut akan memberikan dukungan
secara penuh dalam menanggulangi pencemaran tumpahan minyak dan gas tersebut,
misalnya dengan mengerahkan tambahan oil boom, kapal patroli ataupun tambahan
buoy atau rambu suar," ujar Dirjen Agus.
Senada dengan Dirjen Perhubungan Laut, Direktur Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad, pihaknya akan mendukung sepenuhnya apa
yang menjadi kendala dari penanggulangan musibah dimaksud.
“Saat ini, penanggulangan tumpahan minyak dan gas baru
ditangani Tier 1 yang bersifat lokal yang dikoordinasikan oleh KSOP Kepulauan
Seribu,” kata Ahmad.
Namun menurutnya, jika skala pencemaran meluas dan
membutuhkan personil serta sarana dan prasarana pendukung lainnya yang lebih
banyak lagi maka maka status keadaan darurat tumpahan minyak dan gas bumi
ditingkatkan menjadi Tier 2 dan Koordinator Misi penanggulangan pencemaran
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok.
“Kami bersama Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok,
Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai
(PLP) Kelas I Tanjung Priok akan ikut membantu dengan mengerahkan personel
maupun sarana dan prasarana seperti kapal patroli KN. Alugara dan KN, Jembio,”
jelas Ahmad.
Pihaknya menegaskan, dalam bekerja selalu berpedoman pada
hukum dari Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan
Pemerintah No 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim dan
Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat
Tumpahan Minyak di Laut agar pelaksanaannya dapat terkoordinasi dengan baik.
Sebelumnya, insiden kebocoran minyak dan gas di sekitar
anjungan Lepas Pantai YYA-1 area PHE ONWJ terjadi pada 12 Juli 2019, saat
pemasangan rangkaian casing scrapper terjadi kick well kemudian terlihat
gelembung di sekitat YYA platform pada pukul 01.30 WIB.
Akibat kejadian tersebut, Kantor KSOP Kelas IV Kepulauan
Seribu segera melakukan langkah koordinasi untuk mengatasi tumpahan minyak dan
gas tersebut di antaranya melakukan rapat koordinasi, mengaktifkan Tim dan
Posko Penanggulangan Tumpahan Minyak di wilayah kerja Kantor KSOP Kelas IV
Kepulauan Seribu yang terdiri dari 47 personil KSOP, 3 (tiga) kapal patroli,
sumberdaya PT. PHE ONWJ, mengirimkan kapal patroli KN.P 355 ke lokasi kejadian
guna pengamatan, pengawasan, perbantuan dan pengaturan terkait keselamatan
pelayaran dan penanggulangan keadaan darurat.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109
Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, ada
3 tingkatan (tier) dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut yaitu Tier 1
yang merupakan kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang
terjadi di dalam atau di luar Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP)
dan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) Pelabuhan, atau unit pengusahaan
minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang mampu ditangani oleh sarana,
prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan
minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain.
Insiden kebocoran migas di sekitar anjungan Lepas Pantai
YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java tersebut masuk Tier 1
dimana yang bertindak sebagai Mission Coordinator (MC) adalah Kepala Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Kepulauan Seribu yang
merupakan Syahbandar terdekat dari lokasi kejadian.
Sedangkan Tier 2 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan
darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR
Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain,
yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia
pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan
lain berdasarkan tingkatan Tier 1.