Secara rinci, ketentuan kebijakan ini termaktub dalam
Peraturan Menteri Perhubungan PM Nomor 7 Tahun 2019 tentang Peraturan Menteri
Perhubungan tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis
bagi Kapal yang Berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H. Purnomo menjelaskan latar belakang perlunya regulasi itu. Ia bilang pemerintah ingin ada penegakan hukum yang jelas mengenai keberadaan kapal yang berlayar di wilayah Indonesia.
"Ada law enforcement, tak bisa semau-maunya kapal ke
mana saja tak jelas. Kita harus bisa monitor seluruh kapal, bawanya apa saja.
Memang perlu sosialisasi lebih, saya sering ditelepon Basarnas ada kapal
tenggelam, kita nggak tahu apa, ternyata kapal ikan. Jadi memang kita belum
bisa lacak semua," katanya dalam sebuah diskusi di Upnormal Coffee
Roasters, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Dia juga ingin menggali beragam informasi melalui
kecanggihan AIS, agar aspek keamanan dan keselamatan bisa terjaga. Sebagai
informasi, AIS adalah sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang
menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima
informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS),
dan/atau stasiun radio pantai (SROP).
Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas
B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia
yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar
di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan
pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain, Kapal
Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling rendah GT 35, serta
Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau
kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kepabeanan.
Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B
adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling rendah GT 60. Pengawasan
penggunaan AIS dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat
pemeriksa keselamatan Kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan Kapal Asing.
"Kami tidak ingin ada ekor di balik urusan, semua untuk
NKRI. Jangan sampai laut kita tak terjaga. Semua barang di laut perlu kita
monitor, kapal siapa yang punya, muatannya apa, semuanya," katanya.